Jayapura (Antara) - Legislator yang juga Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Elvis Tabuni menginginkan formasi pendamping desa bisa diisi oleh masyarakat lokal, terutama orang asli Papua, yang dianggap lebih memahami dan mengetahui kondisi masyarakat setempat.

Ketika berbicara di Jayapura, Jumat, dia menjelaskan beberapa waktu lalu sekumpulan sarjana dari Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya melakukan aksi unjuk rasa ke DPRD setempat untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang proses penerimaan tenaga pendamping desa.

"Masyarakat mengeluh kepada DPRD Jayawijaya terkait proses perekrutan tenaga pendamping. Adik-adik sarjana di Wamena merasa tidak puas atas hasil seleksi administrasi yang dilakukan Kementerian Desa karena dari mereka ada yang sudah berulang kali mengikuti seleksi tapi tetap tidak diterima," ujarnya.

Menurutnya masyarakat setempat juga menginginkan agar pendamping di wilayah mereka haruslah orang lokal yang lebih memahami kondisi setempat sehingga mudah diajak berkomunikasi.

"Masyarakat Jayawijaya meminta pendamping harus orang asli Papua karena yang tahu kondisi dan keadaan daerah adalah orang-orang Papua itu sendiri. Kami Komisi I pun sependapat dengan masyarakat dan kami minta Kepala BPMK untuk mempertimbangkan aspirasi tersebut," kata dia.

Sementara Wakil Ketua Komisi I DPRP, Emus Gwijangge memandang jumlah formasi yang dibuka sangat sedikit sehingga peluang putra daerah untuk mendapat pekerjaan tersebut sangat kecil.

"Mereka sudah lengkapi semua persyaratan yang diminta pemerintah pusat dan mendaftar secara online. Jadi sebenarnya kemampuan mereka luar biasa, hanya kita kecewa volume penerimaan sangat minim," katanya.

Dia pun menegaskan bahwa Papua memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi Khusus (UU Otsus), dan hal tersebut juga harus dipakai dalam proses penerimaan tenaga pendamping.

"Kalau ASN itu bebas siapa saja, tapi kalau pendamping kabupaten, distrik dan kampung harus mengakomodir orang asli Papua dengan payung hukum UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Pemerintah pusat harus memberi jawaban dengan komitmen yang besar," ujarnya lagi.

Terlebih ia memandang perekrutan tenaga pendamping bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi masalah pengangguran di wilayah pegunungan tengah Papua.

"Dampak dari hal-hal seperti ini harus dipertimbangkan dengan baik. Selama ini gejolak yang sering terjadi di Papua hanya karena masalah sosial," katanya.

Sedangkan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) Provinsi Papua Donatus Mote berjanji akan membawa aspirasi dari para sarjana di 10 kabupaten yang ada di wilayah pegunungan Tengah Papua (Lapago) ke Kementerian Desa.

Ia pun memastikan BPMK papua yang akan melakukan proses seleksi berikutnya (seleksi aktif) akan tetap menjalankan tahapan tersebut sesuai jadwal meski ada permintaan dari pihak DPRP untuk menunda kegiatan tersebut.

"Rencananya kami akan melakukan seleksi aktif pada 11 September 2017 di Auditorium Universitas Cenderawasih. Kebetulan formasi untuk pendamping desa adalah 89 orang, Pendamping Teknik 252 orang, dan ada beberapa tenaga ahli, semua akan mengikuti seleksi terbuka," katanya.

"Namun bapak-bapak dewan menghendaki seleksi ditunda satu-dua hari, walau kami mengatakan tolong jangan ditunda karena ini hanya formasi untuk memenuhi kekurangan yang ada di distrik dan kabupaten. Artinya aspirasi yang diterima kami berusaha menjawab," sambungnya.

Menurutnya saat ini ada 1.300 pendamping desa, 150 pendamping kabupaten dan 1.564 orang pendamping lokal desa telah ada di lapngan dan sedang bekerja. "Yang 89 orang dan 251 orang ini hanya karena adanya kekosongan."

Terkait protes para sarjana dari pegunungan tengah Papua yang tidak lolos seleksi pasif, ia mengklaim telah memberikan penjelasang langsung kepada mereka.

"Penerimaan kali ini disesuaikan dengan domisili pendaftar, kalau memang formasi itu ada di 10 kabupaten di pegunungan tengah, pasti kekosongan itu akan diisi oleh orang-orang atau marga-marga yang ada di situ, kebetulan saya hafal betul marga ini ada di kabupaten mana," kata Mote. (*)

Pewarta : Pewarta: Dhias Suwandi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024