Wamena, (Antara Papua) - Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Papua berencana pada tahun 2018 menambah porsi bantuan ternak babi untuk diberikan kepada peternak babi disana.

Kepala Dinas Pertanian (Distan) Jayawijaya Hendri Tetelepta di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Senin, mengatakan jumlah bantuan ternak babi yang akan disalurkan pada 2018 kurang lebih 60 pasang.

"Tahun 2018 memang kita ada program untuk pengembangan ternak babi, sama pembuatan kandang, dan itu cukup besar di danai dari Otsus. Ternak ini kita sistem gaduh, jadi bagi ke masyarakat, nanti setelah babi berkembang kita ambil untuk bagi ke yang lain," kata Hendri.

Masyarakat yang berhak menerima bantuan ternak babi adalah mereka yang memenuhi syarat, misalnya memiliki kandang babi dan persediaan pakan yang cukup (kebun umbi).

"Kita tidak bisa bagi kalau dua hal itu tidak ada. Sekarang harus kita bisa mengubah pola yang terjadi di masyarakat. Jadi ternak yang dikandang, bukan kebun yang dikandang. Sebab kalau kebun yang dipagar itu butuh tenaga banyak, tetapi kalau ternak yang dipagar (kandang) itu kan tidak membutuhkan tenaga yang banyak," katanya.

Porsi bantuan ternak babi ditambah sebab hewan itu merupakan komoditas lokal utama yang biasa dipakai (makan bersama) pada acara pemerintahan maupun ritual-ritual adat di sana.

"Terkait bibit, kalau stok benih di kita punya daerah mencukupi kita ambil dari sini, tetapi kalau tidak cukup kita datangkan dari luar misalnya dari Jayapura," katanya.

Terkait pengembangan ternak babi di Jayawijaya, pada Agustus lalu DPRD setempat membahas rancang pembentukan peraturan daerah (perda) tentang perlindungan babi di sana.

"Kami sedang mencoba mengeluarkaan satu produk untuk melindungi hewan ternak babi karena babi dianggap sebagai benda budaya masyarakat Jayawijaya, sebab bisa digunakan pada penyelesaian kasus pembunuhan, acara perkawinan, bahkan perang juga didamaikan dengan babi. Oleh sebab itu babi harus diberikan tempat yang terhormat sebagai benda budaya," kata Anggota DPRD Jayawijaya Reynald Bukorsyom.

Perda babi harus dibuat sebab menurut mereka, sistem pemasaran dan pemotongan babi di Jayawijaya akhir-akhir ini melanggar budaya dan dipercaya berdampak terhadap berkurangnya populasi babi di sana.

"Kalau di masyarakat adat, ketika babi dipotong, tulangnya tidak dihancurkan. Mereka potong di persendian-persendiannya. Tetapi yang kita lihat sekarang itu tidak sesuai dan banyak orang budaya menganggap bahwa terjadi pengurangan populasi babi itu karena kesalahan budaya tadi (pemotongan tidak sesuai budaya)," katanya. (*)

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024