Jayapura (Antaranews Papua) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Papua meminta nelayan di wilayah tersebut berhenti menggunakan alat tangkap cantrang karena 1 Januari 2018 Peraturan Menteri No.2/PERMEN-KP/2015 perihal hal tersebut mulai berlaku.
"Meski surat pemberitahuannya belum langsung (DKP Papua) terima, tapi kami berharap para pengusaha ikan bisa menaati peraturan tersebut," ujar Kepala DKP Papua, FX. Mote, di Jayapura, Rabu.
Ia menjelaskan pelarangan alat tangkap tersebut bukan tanpa dasar, namun karena catrang meski bisa menangkap ikan atau ekosistem periakanan lainnya, dianggap merusak ekosistem laut.
Menurutnya di Papua masih ada nelayan yang memakai catrang saat melaut, anmun pihaknya akan terus berupaya mensosialisasikan aturan tersebut dan mencarikan solusi alat tangkap lainnya yang lebih rangkap lingkungan.
"Kami berharap ada pertemuan bersama dengan pihak pusat untuk membahas hal ini. Dan dari kami menyarankan nelayan bisa menggunakan alat tangkap lain seperti, pursein, gillnet, atau alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan," katanya.
Mote pun menyadari konsekuensi dari pelarangan tersebut adalah akan turunnya tingkat produktifitas nelayan, namun ia juga menegaskan kini aturan telah diberlakukan sehingga kini sudah tidak ada toleransi bagi nelayan yang tidak mau menaati aturan tersebut.
Pada 20 September 2017, menteri KKP Susi Pudjiastuti telahmemastikan tidak ada lagi perpanjangan izin penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang bagi nelayan.
Menurutnya hingga saat ini pemerintah telah menyerahkan bantuan paket alat penangkapan ikan ramah lingkungan kepada nelayan yang memiliki kapal berukuran di bawah 10 gross ton sebanyak 30 persen atau 2.000 paket dari total 7.255 nelayan.
Alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang diberikan kepada nelayan itu berupa jaring insang permukaan, jaring insang dasar, dan bubu lipat rajungan tipe kubah. (*)
"Meski surat pemberitahuannya belum langsung (DKP Papua) terima, tapi kami berharap para pengusaha ikan bisa menaati peraturan tersebut," ujar Kepala DKP Papua, FX. Mote, di Jayapura, Rabu.
Ia menjelaskan pelarangan alat tangkap tersebut bukan tanpa dasar, namun karena catrang meski bisa menangkap ikan atau ekosistem periakanan lainnya, dianggap merusak ekosistem laut.
Menurutnya di Papua masih ada nelayan yang memakai catrang saat melaut, anmun pihaknya akan terus berupaya mensosialisasikan aturan tersebut dan mencarikan solusi alat tangkap lainnya yang lebih rangkap lingkungan.
"Kami berharap ada pertemuan bersama dengan pihak pusat untuk membahas hal ini. Dan dari kami menyarankan nelayan bisa menggunakan alat tangkap lain seperti, pursein, gillnet, atau alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan," katanya.
Mote pun menyadari konsekuensi dari pelarangan tersebut adalah akan turunnya tingkat produktifitas nelayan, namun ia juga menegaskan kini aturan telah diberlakukan sehingga kini sudah tidak ada toleransi bagi nelayan yang tidak mau menaati aturan tersebut.
Pada 20 September 2017, menteri KKP Susi Pudjiastuti telahmemastikan tidak ada lagi perpanjangan izin penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang bagi nelayan.
Menurutnya hingga saat ini pemerintah telah menyerahkan bantuan paket alat penangkapan ikan ramah lingkungan kepada nelayan yang memiliki kapal berukuran di bawah 10 gross ton sebanyak 30 persen atau 2.000 paket dari total 7.255 nelayan.
Alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang diberikan kepada nelayan itu berupa jaring insang permukaan, jaring insang dasar, dan bubu lipat rajungan tipe kubah. (*)