Beijing (Antaranews ) - Menteri Pariwisata RI Arief Yahya mengundang investor Tiongkok menanamkan modalnya di 10 destinasi wisata Indonesia selain Pulau Bali, namun tidak termasuk Provinsi Papua.
"Saya rasa kewajiban China (Tiongkok) untuk masuk ke Indonesia," ujarnya di Beijing, Selasa (23/1) malam, menjawab pertanyaan awak media Tiongkok mengenai kemungkinan masuknya investor Tiongkok ke 10 destinasi wisaata di Indonesia itu.
Ia menyebutkan bahwa pada 2016, investasi Tiongkok di Indonesia hanya senilai 6,22 miliar dolar AS dan menduduki peringkat ke-16.
Namun pada 2017 nilai investasi Tiongkok melonjak drastis dengan pencapaian 318 miliar dolar AS dan berada di peringkat kedua setelah Singapura yang mencapai 385 miliar dolar AS.
"Oleh karena itu, kami meyakini China akan menjadi investor asing terbesar di Indonesia pada tahun ini. Jangan ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia," katanya di sela-sela kampanye Bali Aman di Ibu Kota Tiongkok itu.
Kalau investor Tiongkok bersedia menanamkan modalnya di sejumlah destinasi wisata yang dijuluki "10 New Bali" itu, lanjut Menpar, maka akan memudahkan mereka membawa wisatawan dari daratan Tiongkok tersebut.
"Dalam bahasa Indonesianya 'jeruk makan jeruk'. Mereka bangun sendiri, jual sendiri, lalu beli sendiri," ujar Arief.
Ia menjelaskan bahwa pada 2019 semua infrastruktur dan kebutuhan dasar di 10 destinasi tersebut akan rampung, seperti bandara, pelabuhan, jalan raya, ketersediaan air dan listrik.
"Di Danau Toba sudah ada bandara internasional. Nanti di Yogyakarta juga ada. Di Belitung juga sama. Dengan begitu, investasi yang ditanamkan akan bisa berbalik minimal lima kali lipat," katanya menambahkan.
Biaya kunjungan wisata ke 10 daerah itu juga tidak akan mahal karena sudah ada bandara internasional.
"Kalau ke Danau Toba dari Beijing bisa langsung dan itu lebih murah dibandingkan dengan carter (pesawat). Mau ke Belitug juga bisa langsung karena bandaranya juga telah berkelas internasional," katanya.
Tiongkok merupakan penyumbang terbesar wisatawan asing ke Indonesia, terutama Bali, dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, Kementerian Pariwisata menargetkan tiga juta kunjungan wisatawan asing asal Tiongkok ke Indonesia karena juga bertepatan dengan penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.
Pada 2017, Kemenpar menargetkan dua juta kunjungan wisman dari Tiongkok. Namun target itu meleset karena Bali terkena dampak letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang memaksa penutupan sementara Bandara Internasional Ngurah Rai di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, pada November 2017.
Sementara itu, Ketua Tim Percepatan Pengembangan 10 Destinasi Prioritas, Hiramsyah Sambudhi Thaib, di depan para pelaku industri pariwisata Tiongkok menyebutkan bahwa pengembangan kesepuluh wilayah tersebut membutuhkan modal senilai 20 miliar dolar AS.
Ia memerinci 10 destinasi tersebut meliputi Danau Toba yang membutuhkan investasi senilai 1,6 miliar dolar AS, Tanjung Kelayang (1,4 miliar dolar AS), Tanjung Lesung (4 miliar dolar AS), Kepulauan Seribu dan Kota Jakarta (1,5 miliar dolar AS), Borobudur (1,5 miliar dolar AS), Bromo-Tengger-Semeru (1,4 miliar dolar AS), Mandalika (3 miliar dolar AS), Labuan Bajo (1,2 milir dolar AS), Wakatobi (1,5 miliar dolar AS), dan Morotai (2,9 miliar dolar AS).
Pada 2019 pemerintah memproyeksikan kunjungan 10 juta wisatawan asing ke 10 destinasi prioritas tersebut. (*)
"Saya rasa kewajiban China (Tiongkok) untuk masuk ke Indonesia," ujarnya di Beijing, Selasa (23/1) malam, menjawab pertanyaan awak media Tiongkok mengenai kemungkinan masuknya investor Tiongkok ke 10 destinasi wisaata di Indonesia itu.
Ia menyebutkan bahwa pada 2016, investasi Tiongkok di Indonesia hanya senilai 6,22 miliar dolar AS dan menduduki peringkat ke-16.
Namun pada 2017 nilai investasi Tiongkok melonjak drastis dengan pencapaian 318 miliar dolar AS dan berada di peringkat kedua setelah Singapura yang mencapai 385 miliar dolar AS.
"Oleh karena itu, kami meyakini China akan menjadi investor asing terbesar di Indonesia pada tahun ini. Jangan ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia," katanya di sela-sela kampanye Bali Aman di Ibu Kota Tiongkok itu.
Kalau investor Tiongkok bersedia menanamkan modalnya di sejumlah destinasi wisata yang dijuluki "10 New Bali" itu, lanjut Menpar, maka akan memudahkan mereka membawa wisatawan dari daratan Tiongkok tersebut.
"Dalam bahasa Indonesianya 'jeruk makan jeruk'. Mereka bangun sendiri, jual sendiri, lalu beli sendiri," ujar Arief.
Ia menjelaskan bahwa pada 2019 semua infrastruktur dan kebutuhan dasar di 10 destinasi tersebut akan rampung, seperti bandara, pelabuhan, jalan raya, ketersediaan air dan listrik.
"Di Danau Toba sudah ada bandara internasional. Nanti di Yogyakarta juga ada. Di Belitung juga sama. Dengan begitu, investasi yang ditanamkan akan bisa berbalik minimal lima kali lipat," katanya menambahkan.
Biaya kunjungan wisata ke 10 daerah itu juga tidak akan mahal karena sudah ada bandara internasional.
"Kalau ke Danau Toba dari Beijing bisa langsung dan itu lebih murah dibandingkan dengan carter (pesawat). Mau ke Belitug juga bisa langsung karena bandaranya juga telah berkelas internasional," katanya.
Tiongkok merupakan penyumbang terbesar wisatawan asing ke Indonesia, terutama Bali, dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, Kementerian Pariwisata menargetkan tiga juta kunjungan wisatawan asing asal Tiongkok ke Indonesia karena juga bertepatan dengan penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.
Pada 2017, Kemenpar menargetkan dua juta kunjungan wisman dari Tiongkok. Namun target itu meleset karena Bali terkena dampak letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang memaksa penutupan sementara Bandara Internasional Ngurah Rai di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, pada November 2017.
Sementara itu, Ketua Tim Percepatan Pengembangan 10 Destinasi Prioritas, Hiramsyah Sambudhi Thaib, di depan para pelaku industri pariwisata Tiongkok menyebutkan bahwa pengembangan kesepuluh wilayah tersebut membutuhkan modal senilai 20 miliar dolar AS.
Ia memerinci 10 destinasi tersebut meliputi Danau Toba yang membutuhkan investasi senilai 1,6 miliar dolar AS, Tanjung Kelayang (1,4 miliar dolar AS), Tanjung Lesung (4 miliar dolar AS), Kepulauan Seribu dan Kota Jakarta (1,5 miliar dolar AS), Borobudur (1,5 miliar dolar AS), Bromo-Tengger-Semeru (1,4 miliar dolar AS), Mandalika (3 miliar dolar AS), Labuan Bajo (1,2 milir dolar AS), Wakatobi (1,5 miliar dolar AS), dan Morotai (2,9 miliar dolar AS).
Pada 2019 pemerintah memproyeksikan kunjungan 10 juta wisatawan asing ke 10 destinasi prioritas tersebut. (*)