Peta dukungan partai-partai politik terhadap calon presiden menghadapi Pemilu 2019 makin ramai dibicarakan, termasuk kemungkinan terbentuknya poros ketiga.
Mencermati figur kandidat calon presiden yang ada serta kecenderungan pengelompokan partai-partai politik saat ini, maka sangat mungkin akan terbentuk dua poros pada pemilu 2019.
Mungkinkah terbentuk poros ketiga? Sejumlah pakar dan pengamat politik berpandangan, terbentuk poros ketiga adalah keniscayaan, karena persyaratan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres adalah perolehan suara partai politik dan atau gabungan partai politik pada pemilu sebelumnya minimal 25 persen, atau perolehan kursi di DPR RI minimal 20 persen.
Sementara itu, peta partai-partai politik yang ada saat ini adalah, PDI Perjuangan sudah mendeklarasikan dukungannya terhadap Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden incumbent.
Partai Golkar juga sudah memutuskan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden, baik dalam forum musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) maupun saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas).
Tiga partai politik lainnya, yakni Nasdem, Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga sudah menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2019, melalui forum di partainya masing-masing baik Rapimnas, Rakernas, maupun Muknernas.
Bonus, dua partai baru juga menyatakan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden, yakni Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Indonesia (PSI dan Perindo).
Sementara lima partai politik lainnya yang berada di parlemen, belum mendeklarasikan dukungan calon presiden. Mereka adalah, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat (PD).
Partai Gerindra sudah mewacanakan akan mendukung ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden pada Pemilu 2019 dan menyatakan terus melakukan komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya.
Namun hingga kini, Partai Gerindra belum melakukan deklarasi dukungan calon presiden secara resmi.
PKS juga telah mengumumkan sembilan nama kadernya sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2019 dan menyatakan akan berkoalisi dengan Partai Gerindra.
Tiga partai politik lainnya, yakni PAN, PKB, dan PD, belum menyatakan akan mendukung capres siapa, atau berkoalisi dengan partai politik apa, meskipun terus membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya.
Ketiga partai politik tersebut, juga sudah mewacanakan figur yang akan didukungnya, yakni PAN mendukung ketua umumnya Zulkifli Hasan sebagai calon wakil presiden, PKB mendukung ketua umumnya Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden, serta PD kemungkinan mendukung putra ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil presiden.
Padahal, jadwal pendaftaran pasangan capres-cawapres yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, sudah semakin dekat yakni pada 4-10 Agustus 2018.
Di sisi lain, partai-partai politik juga harus menyiapkan berkas-berkas untuk pendaftaran calon anggota legislatif untuk pemilu 2019, sehingga kegiatan partai politik akan sangat padat.
Kemungkinan Poros Ketiga
PD, PKB, dan PAN, dalam membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya juga mewacanakan pembentukan poros ketiga dukungan calon presiden.
Dengan pertimbangan, pembentukan poros dukungan terhadap pasangan capres-cawapres, didasarkan atas perolehan suara 25 persen atau perolehan kursi di parlemen 20 persen, sesuai amanah Undang-Undang Pilkada.
Kalau terbentuk poros ketiga, maka poros utamanya adalah Partai Demokrat yang memiliki perolehan kursi di DPR RI terbanyak yakni 61 kursi, sedangkan PAN memperoleh 49 kursi, dan PKB 47 kursi.
Secara teori, poros ketiga ini mungkin terbentuk, tapi realitasnya karena berbagai pertimbangan, kalkulasi politik, atau kepentingan-kepentingan partai politik yang akan dicapai, sehingga sulit untuk dapat terbentuk.
Satu hal yang harus dicermati, juga belum ada figur sentral yang sangat kuat untuk didorong menjadi calon presiden dari poros ketiga.
Figur yang didukung oleh Partai Demokrat, PAN, dan PKB, saat ini adalah untuk diposisikan sebagai calon wakil presiden.
Kalau pun ada figur yang populer tapi berasal dari eksternal partai, maka elite partai politik belum tentu rela mendukungnya. Apalagi jika biaya kampanye pemilu presiden harus ditanggung renteng bersama-sama oleh partai-partai politik pendukungnya.
Karena itu, sejumlah pakar dan pengamat politik menilai, kemungkinan yang paling rasional adalah terbentuk dua poros dukungan calon presiden, yakni poros calon presiden Joko Widodo dan poros calon presiden Prabowo Subianto.
Sejumlah pakar dan pengamat politik itu juga berpandangan, poros ketiga mungkin dapat terbentuk jika partai-partai yang akan berkoalisi dapat saling toleran dan tidak bersikap egois.
Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai, salah satu kerawanan dari pembentukan koalisi adalah saat pemilihan calon wakil presiden.
Apalagi jika partai-partai politik yang akan berkoalisi sudah memiliki nama elite-nya masing-masing untuk diusung sebagai calon wakil presiden.
Misalnya, PAN mengusung Zulkifi Hasan, PKB mengusung Muhaimin Iskandar, serta Partai Demokrat mengusung Agus Harimurti Yudhoyono, lalu siapa yang akan ditetapkan sebagai calon wakil presiden?
Diperlukan toleransi dan komitmen bersama dari setiap partai politik yang akan berkoalisi untuk sepakat pada satu nama capres dan satu nama cawapres.
Apalagi, dalam komunikasi elite partai politik pada pembentukan koalisi, bukan hanya membicarakan kursi calon presiden dan calon wakil presiden, tapi membicarakan banyak kursi lainnya yang dapat diduduki, seperti kursi menteri kabinet dan kursi pimpinan lembaga negara, jika pasangan capres-cawapres yang diusungnya menang pada pemilu presiden.
Meskipun pembicaraan "bagi-bagi kursi" ini merupakan konsumsi internal partai politik tapi jika ada saling toleran dan komitmen yang sama, maka poros ketiga lebih mungkin dapat terbentuk.
Pengamat politik juga memperkirakan menjelang pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU, masih mungkin terjadi dinamika politik yang tinggi, yakni saat penetapan figur calon presiden yang akan mendampingi calon presiden pada poros pertama dan poros kedua.
Siapa pendamping calon presiden Joko Widodo dan siapa pendamping calon presiden Prabowo Subianto?
Pada poros pertama, penetapan siapa pendamping calon presiden Joko Widodo juga tidak mudah, jika partai-partai yang menjadi mitra koalisi sudah mengusung nama elite-nya masing-masing untuk disandingkan dengan Jokowi.
Perlu pembicaraan secara komprehensif dengan kesamaan visi dan komitmen sejak awal untuk menyepakati satu nama caon wakil presiden.
Jika Presiden Joko Widodo maupun PDI Perjuangan tidak hati-hati menyikapi kondisi ini, bukan tidak mungkin terjadi patahan dan ada partai politik yang lompat pagar.
Pemilu Presiden 2019 dihrapkan berjalan lancar, dapat ditetapkan pasangan-pasangan capres-cawapres terbaik dan masyarakat dapat memilih calon presiden-cawapres yang terbaik pula. (*)
Mencermati figur kandidat calon presiden yang ada serta kecenderungan pengelompokan partai-partai politik saat ini, maka sangat mungkin akan terbentuk dua poros pada pemilu 2019.
Mungkinkah terbentuk poros ketiga? Sejumlah pakar dan pengamat politik berpandangan, terbentuk poros ketiga adalah keniscayaan, karena persyaratan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres adalah perolehan suara partai politik dan atau gabungan partai politik pada pemilu sebelumnya minimal 25 persen, atau perolehan kursi di DPR RI minimal 20 persen.
Sementara itu, peta partai-partai politik yang ada saat ini adalah, PDI Perjuangan sudah mendeklarasikan dukungannya terhadap Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden incumbent.
Partai Golkar juga sudah memutuskan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden, baik dalam forum musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) maupun saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas).
Tiga partai politik lainnya, yakni Nasdem, Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga sudah menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2019, melalui forum di partainya masing-masing baik Rapimnas, Rakernas, maupun Muknernas.
Bonus, dua partai baru juga menyatakan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden, yakni Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Indonesia (PSI dan Perindo).
Sementara lima partai politik lainnya yang berada di parlemen, belum mendeklarasikan dukungan calon presiden. Mereka adalah, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat (PD).
Partai Gerindra sudah mewacanakan akan mendukung ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden pada Pemilu 2019 dan menyatakan terus melakukan komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya.
Namun hingga kini, Partai Gerindra belum melakukan deklarasi dukungan calon presiden secara resmi.
PKS juga telah mengumumkan sembilan nama kadernya sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2019 dan menyatakan akan berkoalisi dengan Partai Gerindra.
Tiga partai politik lainnya, yakni PAN, PKB, dan PD, belum menyatakan akan mendukung capres siapa, atau berkoalisi dengan partai politik apa, meskipun terus membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya.
Ketiga partai politik tersebut, juga sudah mewacanakan figur yang akan didukungnya, yakni PAN mendukung ketua umumnya Zulkifli Hasan sebagai calon wakil presiden, PKB mendukung ketua umumnya Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden, serta PD kemungkinan mendukung putra ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil presiden.
Padahal, jadwal pendaftaran pasangan capres-cawapres yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, sudah semakin dekat yakni pada 4-10 Agustus 2018.
Di sisi lain, partai-partai politik juga harus menyiapkan berkas-berkas untuk pendaftaran calon anggota legislatif untuk pemilu 2019, sehingga kegiatan partai politik akan sangat padat.
Kemungkinan Poros Ketiga
PD, PKB, dan PAN, dalam membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya juga mewacanakan pembentukan poros ketiga dukungan calon presiden.
Dengan pertimbangan, pembentukan poros dukungan terhadap pasangan capres-cawapres, didasarkan atas perolehan suara 25 persen atau perolehan kursi di parlemen 20 persen, sesuai amanah Undang-Undang Pilkada.
Kalau terbentuk poros ketiga, maka poros utamanya adalah Partai Demokrat yang memiliki perolehan kursi di DPR RI terbanyak yakni 61 kursi, sedangkan PAN memperoleh 49 kursi, dan PKB 47 kursi.
Secara teori, poros ketiga ini mungkin terbentuk, tapi realitasnya karena berbagai pertimbangan, kalkulasi politik, atau kepentingan-kepentingan partai politik yang akan dicapai, sehingga sulit untuk dapat terbentuk.
Satu hal yang harus dicermati, juga belum ada figur sentral yang sangat kuat untuk didorong menjadi calon presiden dari poros ketiga.
Figur yang didukung oleh Partai Demokrat, PAN, dan PKB, saat ini adalah untuk diposisikan sebagai calon wakil presiden.
Kalau pun ada figur yang populer tapi berasal dari eksternal partai, maka elite partai politik belum tentu rela mendukungnya. Apalagi jika biaya kampanye pemilu presiden harus ditanggung renteng bersama-sama oleh partai-partai politik pendukungnya.
Karena itu, sejumlah pakar dan pengamat politik menilai, kemungkinan yang paling rasional adalah terbentuk dua poros dukungan calon presiden, yakni poros calon presiden Joko Widodo dan poros calon presiden Prabowo Subianto.
Sejumlah pakar dan pengamat politik itu juga berpandangan, poros ketiga mungkin dapat terbentuk jika partai-partai yang akan berkoalisi dapat saling toleran dan tidak bersikap egois.
Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai, salah satu kerawanan dari pembentukan koalisi adalah saat pemilihan calon wakil presiden.
Apalagi jika partai-partai politik yang akan berkoalisi sudah memiliki nama elite-nya masing-masing untuk diusung sebagai calon wakil presiden.
Misalnya, PAN mengusung Zulkifi Hasan, PKB mengusung Muhaimin Iskandar, serta Partai Demokrat mengusung Agus Harimurti Yudhoyono, lalu siapa yang akan ditetapkan sebagai calon wakil presiden?
Diperlukan toleransi dan komitmen bersama dari setiap partai politik yang akan berkoalisi untuk sepakat pada satu nama capres dan satu nama cawapres.
Apalagi, dalam komunikasi elite partai politik pada pembentukan koalisi, bukan hanya membicarakan kursi calon presiden dan calon wakil presiden, tapi membicarakan banyak kursi lainnya yang dapat diduduki, seperti kursi menteri kabinet dan kursi pimpinan lembaga negara, jika pasangan capres-cawapres yang diusungnya menang pada pemilu presiden.
Meskipun pembicaraan "bagi-bagi kursi" ini merupakan konsumsi internal partai politik tapi jika ada saling toleran dan komitmen yang sama, maka poros ketiga lebih mungkin dapat terbentuk.
Pengamat politik juga memperkirakan menjelang pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU, masih mungkin terjadi dinamika politik yang tinggi, yakni saat penetapan figur calon presiden yang akan mendampingi calon presiden pada poros pertama dan poros kedua.
Siapa pendamping calon presiden Joko Widodo dan siapa pendamping calon presiden Prabowo Subianto?
Pada poros pertama, penetapan siapa pendamping calon presiden Joko Widodo juga tidak mudah, jika partai-partai yang menjadi mitra koalisi sudah mengusung nama elite-nya masing-masing untuk disandingkan dengan Jokowi.
Perlu pembicaraan secara komprehensif dengan kesamaan visi dan komitmen sejak awal untuk menyepakati satu nama caon wakil presiden.
Jika Presiden Joko Widodo maupun PDI Perjuangan tidak hati-hati menyikapi kondisi ini, bukan tidak mungkin terjadi patahan dan ada partai politik yang lompat pagar.
Pemilu Presiden 2019 dihrapkan berjalan lancar, dapat ditetapkan pasangan-pasangan capres-cawapres terbaik dan masyarakat dapat memilih calon presiden-cawapres yang terbaik pula. (*)