Mahalnya harga tiket pesawat udara dari berbagai maskapai penerbangan di Papua pada Idul Fitri 1439 Hijriah ini tidak mengahalangi keinginan warga perantauan untuk mudik pulang ke kampung halaman guna berlebaran bersama keluarga di Pulau Jawa.

Bagi masyarakat perantauan di tanah Papua, tradisi mudik merupakan suatu kegiatan rutin tahunan guna merayakan hari kemenangan setelah sebulan puasa Ramadhan melawan hawa nafsu dan berkumpul di kampung halaman bersama orang tua serta sanak keluarga.

Pilihan mudik bagi masyarakat perantauan di tanah Papua untuk pulang kampung ke arah wilayah Barat seperti Pulau Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Pulau Jawa, hanya dapat menggunakan dua pilihan transportasi. Yakni alternatifnya menggunakan pesawat udara yang mahal atau kapal laut yang memerlukan waktu berhari-hari.

Menggunakan jasa angkutan pesawat udara saat mudik Lebaran bagi warga perantauan di Papua bukan sesuatu yang mewah, namun ini sudah menjadi kebutuhan rutin tahunanan untuk merayakan tradisi Lebaran bersama keluarga di kampung halaman.

"Merayakan tradisi Lebaran bersama keluarga di kampung halaman telah menjadi sebuah kebiasaan tahunan dan telah masuk program rutin warga perantauan meski harus naik pesawat dengan mengeluarkan biaya sangat mahal," ungkap Suwarno warga perantauan yang berangkat mudik, Kamis (14/6).

Menggunakan angkutan udara, lanjut Suwarno, maka biaya yang akan dikeluarkan pemudik perantauan sangat mahal, mencapai jutaan rupiah sekali jalan. Bisa mencapai belasan juta rupiah biaya tiket satu orang pulang-pergi menuju kampung halaman dengan menggunakan pesawat.

Moda transportasi udara digunakan pemudik, meski biaya yang akan dikeluarkan sangat mahal dibanding hari biasanya, ujar Suwarno. Namun hal ini menjadi kebutuhan sehingga seberapapun tingginya harga tiket tetap dibeli guna melakukan tradisi mudik Lebaran dengan pesawat udara.

Perbandingan mudik Lebaran dengan pesawat udara untuk menuju kampung halaman dari Bandara Frans Kaisiepo Biak, lanjutnya, bisa dapat lebih cepat tiba di tempat tujuan pada malam hari waktu keberangkatan.

Sedangkan jika dibanding dengan menggunakan jasa kapal angkutan laut menuju kampung halaman di Pulau Jawa, lanjutnya, akan tiba sangat lama hingga memakan waktu enam-tujuh hari.

"Alternatif paling diminati pemudik ke Pulau Jawa sangat dominan menggunakan pesawat udara sebagai kebutuhan walaupun dana yang dikeluarkan untuk membeli tiket sangat mahal dibanding dengan menggunakan kapal laut," katanya.

Sementara itu, pemudik lain, Mansur, mengakui tradisi mudik lebaran bagi wara perantauan setiap tahun terganjal oleh besarnya kenaikan harga tiket angkutan pesawat udara yang diberlakukan maskapai penyedia jasa penerbangan itu.

"Tingginya harga tiket pesawat udara tidak mengurangi minat warga perantauan untuk melaksanakan tradisi mudik berlebaran," katanya.

Ia menyebut untuk melakukan perjalanan mudik Lebaran bagi warga perantauan harus punya persiapan finansial yang cukup, karena biaya terbesar dikeluarkan untuk kebutuhan angkutan pesawat udara.

Mansur mengakui kebutuhan biaya transportasi udara di tanah Papua sangatlah mahal dan tinggi karena sudah menjadi kebutuhan vital warga dalam berpergian keluar pulau itu.

Harga tiket pesawat udara tujuan Biak-Makassar menjelang hari raya Lebaran melonjak 100 persen mencapai sekitar Rp2,5 juta dibanding hari biasanya sebesar Rp1,3 juta hingga Rp1,6 juta/penumpang.

Sedangkan harga tiket pesawat udara tujuan Biak-Jakarta mencapai Rp8,7 jutaan/penumpang dibanding hari biasanya sekitar Rp2,2 juta/penumpang.

Untuk harga tiket tujuan Biak-Surabaya menjelang Idul Fitri 1439 Hijriah naik mencapai Rp4juta hingga Rp5 jutaan/penumpang dibanding sebelunya Rp2,1 hingga Rp2,5 jutaan/penumpang.

General Manager PT Angkasa Pura 1 (Persero) Bandara Frans Kaisiepo Djon Herry mengatakan, bandara internasional itu merupakan bandar udara tempat pilihan mudik Lebaran bagi warga perantauan di wilayah Papua dan Papua Barat.

Djon mengatakan, layanan penerbangan Bandara Internasional Frans Kaisiepo Biak tidak hanya untuk penerbangan pesawat berbadan lebar seperti halnya Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air tetapi juga telah melayani penerbangan perintis antar-kota di Papua seperti Trigana Air, Susi Air dan ATR Garuda dan Nam Air.

Ia mengatakan, setiap hari selama arus mudik Lebaran, penumpang pesawat udara di Bandara Frans Kaisiepo mencapai 500 penumpang yang tiba dan berangkat dengan diangkut dua penyedia jasa penerbangan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air.

Tujuan arus mudik penumpang pesawat udara dari Bandara Frans Kaisiepo, lanjutnya, terbanyak ke Makassar, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta serta beberapa daerah lain di Pulau Sumatera.

"Penggunaan angkutan pesawat udara bagi pemudik warga perantauan pulang ke kampung halaman sudah sebuah pilihan, ya meski harga tiket saat ini sangat mahal,"ungkapnya.

Djon menambahkan, untuk memberikan layanan penumpang pesawat udara selama arus mudik, pihak manajemen PT Angkasa Pura 1 Biak telah menyediakan fasilitas posko terpadu angkutan mudik 1 Syawal 1439 Hijriah.

Sebagai otoritas pengelola Bandara Internasional Frans Kaisiepo Biak, menurut Djon, pihaknya akan menyiagakan posko 24 jam guna memberikan pelayanan, yang menjelang Lebaran kian meningkat.

"Setiap hari posko angkutan mudik terpadu akan melayani kebutuhan para penumpang. Ya jika penumpang menemukan ketidakpuasan terhadap layanan penerbangan di Bandara Frans Kaisiepo dapat dilaporkan ke posko terpadu," imbuhya.

Prioritas Angkutan Lebaran
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Biak Francisco Olla mengingatkan, pengelola jasa angkutan umum seperti pesawat udara, kapal dan bus angkutan perdesaan yang beroperasi di Kabupaten Biak Numfor diminta memprioritaskan layanan angkutan mudik guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Peningkatan kualitas layanan arus mudik di area pelabuhan, bandar udara dan terminal harus memenuhi standar operasional prosedur. Ya ini agenda tahunan hari besar keagamaan Lebaran telah berlaku secara nasional di seluruh kabupaten/kota di Indonesia," ungkap Kadis Perhubungan Francisco Olla.

Ia mengatakan, Dinas Perhubungan akan meningkatkan pengawasan terhadap layanan angkutan Lebaran di Kabupaten Biak Numfor karena menjadi kebijakan Kementerian Perhubungan Repubik Indonesia.

Untuk layanan angkutan mudik menggunakan pesawat udara, lanjut Francisco, setiap hari dilayani dua penerbangan yakni Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air dengan waktu keberangkatan satu kali penerbangan setiap hari melalui Bandara Frans Kaisiepo.

Sedangkan untuk layanan mudik menggunakan kapal laut, PT Pelni Biak menyiapkan empat layanan angkatan, yakni KM Tidar, KM Dobonsolo KM Ciremai serta KM Sinabung yang beroperasi setiap dua minggu sekali dari Pelabuhan Biak.

Untuk kapal laut, PT Pelni akan melayani rute tujuan Biak-Manokwari-Sorong-Fakfak, Ternate, Dobo, Bitung, Baubau, Makassar-Surabaya dan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Serta untuk layanan angkutan kapal perintis dari PT ASDP Indonesia Fery untuk tujuan Biak-Pulau Numfor, Biak-Waropen-Serui dan Nabire.

"Mudik dilakukan warga perantauan di Kabupaten Biak Numfor berangkat menuju kampung halaman hanya menggunakan jasa pesawat udara dan kapal laut. Ya ini setiap tahun pelayanan angkutan Lebaran sudah rutin disediakan pemerintah melalui operator penerbangan dan jasa angkutan kapal laut," ujarnya.

Menyinggung soal penambahan penerbangan ekstra, menurut Francisco, hingga saat ini belum ada informasi dari pihak penerbangan maupun PT Angkasa Pura 1.

"Sampai sekarang layanan arus mudik angkutan dengan pesawat udara dan kapal laut masih berjalan normal sesuai dengan jadwal keberangkatan," ungkap Kadishub Francisco.

Arus keberangkatan penumpang udara di Bandara Frans Kaisiepo Biak hingga saat ini masih ramai lancar dengan penerbangan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air tujuan Biak-Jayapura dan Biak-Makassar dan Jakarta. (*)

Pewarta : Muhsidin
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024