Jayapura, 29/7 (Antara) - Legislator Papua yang merupakan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Herlin Beatrix Monim memandang perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang pemberdayaan kampung adat untuk mendorong masuknya investasi.
"Sebab kalau kita melibatkan pihak adat dalam pembangunan, saya yakin dengan sendirinya kita masuk lebih gampang. Karena selain memproteksi tatanan adat, pemilik ulayat ini benar-benar dilibatkan dalam pembangunan," ujarnya di Jayapura, Minggu.
Ia mengungkapkann selama ini pihak pengusaha kerap mengeluhkan masalah ulayat (tanah), maka Perda Kampung Adat merupakan solusi terbaik, sebab didalamnya mengatur keterlibatan masyarakat pemilik ulayat untuk ikut didalam proses pembangunan maupun investasi itu.
Menurut dia dengan kondisi di Papua yang pengaruh hukum adat masih sangat kuat, diperlukan sebuah regulasi untuk dapat menjadi titik temu antara hukum positif dan hukum adat untuk mendukung laju perekonomian.
"Makanya sampai saat ini adat itu masih bertahan. Mungkin kita coba contoh pemerintahan di Kabupaten Jayapura, yang sekian lama kita tidak lagi mendengar proses palang-memalang. Mengapa, karena masyarakat adat dilibatkan dalam pembangunan," katanya.
Beatrix menandang keinginan Pemprov Papua untuk membangun industri pengolahan sagu juga dapat ditunjang dengan Perda tersebut, terlebih komoditi tersebut merupakan makanan pokok tradisional masyarakat Papua.
Ia berharap Perda tersebut dapat secepatnya ditetapkan agar iklim investasi di Papua dapat betul-betul dimaksimalkan.
"Sebab sebelumnya kita dengar pihak PT. Sampoerna di Kabupaten Jayapura kemarin terkendala masalah tanah saat hendak berusaha. Maka, solusinya kita harap Perda ini segera digodok. Sehingga ada pelibatan pihak adat, juga ada kepastian berusaha bagi pihak pengusaha yang akan berinventasi diatas tanah ini," jelasnya.
"Sebab kalau kita melibatkan pihak adat dalam pembangunan, saya yakin dengan sendirinya kita masuk lebih gampang. Karena selain memproteksi tatanan adat, pemilik ulayat ini benar-benar dilibatkan dalam pembangunan," ujarnya di Jayapura, Minggu.
Ia mengungkapkann selama ini pihak pengusaha kerap mengeluhkan masalah ulayat (tanah), maka Perda Kampung Adat merupakan solusi terbaik, sebab didalamnya mengatur keterlibatan masyarakat pemilik ulayat untuk ikut didalam proses pembangunan maupun investasi itu.
Menurut dia dengan kondisi di Papua yang pengaruh hukum adat masih sangat kuat, diperlukan sebuah regulasi untuk dapat menjadi titik temu antara hukum positif dan hukum adat untuk mendukung laju perekonomian.
"Makanya sampai saat ini adat itu masih bertahan. Mungkin kita coba contoh pemerintahan di Kabupaten Jayapura, yang sekian lama kita tidak lagi mendengar proses palang-memalang. Mengapa, karena masyarakat adat dilibatkan dalam pembangunan," katanya.
Beatrix menandang keinginan Pemprov Papua untuk membangun industri pengolahan sagu juga dapat ditunjang dengan Perda tersebut, terlebih komoditi tersebut merupakan makanan pokok tradisional masyarakat Papua.
Ia berharap Perda tersebut dapat secepatnya ditetapkan agar iklim investasi di Papua dapat betul-betul dimaksimalkan.
"Sebab sebelumnya kita dengar pihak PT. Sampoerna di Kabupaten Jayapura kemarin terkendala masalah tanah saat hendak berusaha. Maka, solusinya kita harap Perda ini segera digodok. Sehingga ada pelibatan pihak adat, juga ada kepastian berusaha bagi pihak pengusaha yang akan berinventasi diatas tanah ini," jelasnya.