Jayapura (Antaranews Papua) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua mengagendakan Festival Cycloop yang akan digelar pada 10-17 November 2018 di Pasir VI, Kabupaten Jayapura.

Kepala BBKSDA Provinsi Papua Timbul Batubara ketika di konfirmasi dari Kota Jayapura, Minggu, mengatakan Festival Cycloop itu merupakan ide dari sejumlah pihak yang sangat peduli dengan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

Cagar alam tersebut memiliki banyak keunggulan, baik dari segi keindahan, keunikan dan tatanan adat setempat yang perlu dilindungi dan dikenalkan pada publik.

"Jadi kalau Dirjen kami menyatakan Festival Cycloop, itu harmonisasi alam dengan adat antara `nature and culture`. Jadi, ada perpaduan antara adat sekitar Cycloop dengan alam Cycloop, kita tampilkan di publik," katanya.

Ia mengatakan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang secara administrasi masuk dalam Kabupaten Jayapura, memiliki banyak hal yang bisa ditemui, diantaranya ada danau, telaga, goa-goa dan bangkai pesawat.

Ada pula pohon dan tanaman endemik, yang hanya ada di Cycloop, termasuk tatanan masyarakat adat setempat.

"Kemudian di arah Tablasupa ada banyak goa, ada tujuh goa yang selama ini masyarakat tidak tahu, kemudian pohon-pohon unik atau endemik yang tidak ada ditempat lain, anggrek berbagai macam, termasuk anggrek tanah yang luar biasa, tidak usah jauh-jauh masuk kedalam cycloop anggrek tanah sudah bertabur di situ," katanya.

Mengenai lokasi pelaksanaan Festival Cycloop, Timbul mengatakan sebenarnya hal itu ingin digilir tiap lokasi yang ada di kawasan tersebut, tetapi masyarakat adat yang ada di Pasir IV, Kabupaten Jayapura yang berada di kaki pegunungan Cycloop begitu mengapresiasi ide ini bahkan telah menyiapkan lahan yang luas untuk lahan botani dan penanggkaran hewan secara alami.

"Ondoafi setempat sangat mendukung pelaksanaan ini, bahkan telah menyiapkan lahan ratusan hektar untuk dijadikan sebagai lahan botani dan penangkaran. Kami juga telah bekerjasama dengan Jakarta Animal Network untuk hal ini dan akan menghijaukan kembali lahan yang rusak," kata Timbul.

Sementara itu, Yasminta Ridian Wasaraka dari tim kreatif Rumah Belajar Papua yang akan mengkoordinir sejumlah komunitas, LSM, organisasi pemuda dan instansi terkait guna menyukseskan pelaksanaan Festival Cycloop mengatakan maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut antara lain untuk mempromosikan potensi wisata dan menciptakan manfaat ganda bagi masyarakat dan pemangku kepentingan.

"Intinya kami ingin memperkenalkan dan melindungi Cagar Alam Pegunungan Cycloop dan isinya dari penebangan liar, kebakaran hutan dan lahan ataupun lainnya, sehingga bisa datangkan manfaat bagi masyarakat adat setempat, terutama pihak-pihak yang ikut mendukung pelaksanaan Festival Cycloop, " katanya.

Pegunungan Cycloop atau Dafonsoro untuk pertama kali mendapat status kawasan yang dilindungi oleh undang-undang pada masa Pemerintahan Belanda pada 1954 dengan luas kawasan 6.300 hektar dengan pertimbangan dan alasan perlindungan atas tanah.

Pada 1974, Pemerintah Indonesia melalui Dinas Kehutanan melakukan peninjauan kembali Ordonansi Pemerintah Belanda tersebut, serta memetakan kawasan ini seluas 4.197 hektar dengan alasan dan pertimbangan perlindungan atas sumber air bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Jayapura.

Kawasan ini kemudian ditunjuk sebagai Cagar Alam dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor : 56/Kpts/Um/10/I/1978 pada 26 Januari 1978 dengan luas 22.520 hektar.

Selanjutnya pada 1987 setelah dilakukan tata batas dan telah temu gelang maka kawasan Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai Cagar Alam Pegunungan Cycloop dengan luas 22.500 hektar, berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor : 365/Kpts-II/1987 pada 18 Nopember 1987.

Kemudian pada 2012, terjadi perubahan luasan kawasan menjadi 31.479,84 hektar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 782/Menhut-II/2012 pada 27 Desember 2012.

Potensi kekayaan flora dan fauna yang melengkapi keindahan dan keunikan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloop, serta potensi air yang selalu diberikan sebagai sumber kehidupan yang menjadi salah satu tumpuan harapan keseimbangan alam di Kabupaten Jayapura maupun Kota Jayapura.

"Di samping itu, keunikan budaya serta kearifan lokal dari masyarakat asli pemilik ulayat yang berdiam di dalam dan di sekitar kawasan ini, juga merupakan faktor utama yang perlu ikut dilestarikan secara turun temurun," kata Dian, sapaan akrab Yasminta Ridian Wasaraka.

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024