Timika (Antaranews Papua) - Lebih dari 4.000 orang eks karyawan PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan subkontraktornya hingga kini belum mencairkan klaim Jaminan Hari Tua/JHT pada Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) Kantor Cabang Timika, Papua.

Kepala Cabang BPJS-TK Timika Dedy Mulyadi di Timika, Selasa, mengatakan dari total 8.000-an eks karyawan itu, baru sekitar 40 persen yang telah mencairkan klaim hak JHT mereka.

"Baru sekitar 40 persen yang sudah, sisanya sekitar 60-an persen belum. Masih sangat banyak yang belum mengurus haknya," kata Dedy.

Ia menerangkan bahwa eks karyawan Freeport dan perusahaan privatisasinya sejak Mei 2017 secara otomatis kepesertaan mereka pada program BPJS Ketenagakerjaan menjadi tidak aktif lantaran perusahaan tempat mereka bekerja tidak lagi membayar premi/iuran.

Untuk dapat mencairkan klaim JHT, peserta program BPJS Ketenagakerjaan harus melengkapi sejumlah persyaratan, antara lain surat pernyataan dari pemberi kerja atau perusahaan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak lagi bekerja, entah karena mengundurkan diri atau karena mengalami Pemutusan Hubungan Kerja/PHK, atau diputus kontraknya.

Pencairan klaim JHT seseorang peserta BPJS Ketenagakerjaan, jelas Dedy, juga harus melewati masa tunggu minimal satu bulan sejak yang bersangkutan dinyatakan tidak lagi bekerja pada sebuah perusahaan.

Hingga kini BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Timika mencatat jumlah peserta yang mengikuti program tersebut hampir mencapai 100 ribu. Namun dari jumlah itu, peserta aktif hanya sekitar 30-an ribu dengan perincian sekitar 28 ribu tenaga kerja sektor formal (penerima upah) dan sekitar 5.000 tenaga kerja sektor informal.

Sementara itu pihak DPC Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (SP-KEP) SPSI Mimika terus meminta manajemen PT Freeport dan perusahaan subkontraktornya segera menindaklanjuti rekomendasi petugas pengawas ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua.

Sesuai hasil pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik yang dilakukan belum lama ini yang dituangkan dalam surat keputusan hasil pengawasan, Disnaker Papua menegaskan bahwa kisruh hubungan industrial antara manajemen PT Freeport Indonesia dengan karyawan moker hingga kini belum berkekuatan hukum tetap.

Atas dasar itu, Disnaker Papua berpendapat bahwa PT Freeport berkewajiban membayar seluruh hak dan tunjangan-tunjangan karyawan moker sejak Mei 2017 hingga kini.

"Ini merupakan langkah maju dalam perjuangan pekerja dan keluarga besarnya di Kabupaten Mimika. Kami sudah menerima surat keputusan dari tim pengawas Disnaker Papua dimana salah satu poin ditegaskan bahwa mogok kerja yang terjadi sejak Mei 2017 hingga sekarang adalah sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia," kata Ketua DPC SP-KEP SPSI Mimika Aser Gobay.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024