Jayapura (Antaranews Papua) - Pengurus Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (Iswa) Provinsi Papua mengungkapkan bahwa peningkatan kurs dolar AS atas rupiah menguntungkan para pengekspor kayu olahan.

Ketua Iswa Papua Daniel Gerden, di Jayapura, Senin, mengatakan para pengekspor kayu olahan Papua mendapat harga Rp15.200 per dolar AS ketika mengirim produknya ke negara tujuan.

"Kita eksportir pasti untung, tapi jangan dilihat dari situ. Apa lagi seperti kami yang boleh dikatakan bahan bakunya tidak ada produk impor. Tapi kita tidak berharap dolar naik terus karena itu juga berpengaruh kepada yang lain," ujarnya.

Menurut dia, para eksportir di Papua pun berharap nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dapat segera turun meski diakui para pengekspor kayu olahan mendapat keuntungan karena hal tersebut.

Para pengekspor pun menyadari bahwa di sisi lain masyarakat cukup terbebani dengan kenaikan nilai tukar dolar AS karena dalam proses ekspor dan impor seluruhnya menggunakan mata uang tersebut sehingga dapat mempengaruhi harga pasar.

Para pengekspor kayu olahan di Papua juga tidak menyimpan dolar AS yang diterima karena langsung ditukarkan ke rupiah guna membiayai operasional produksinya.

Daniel menegaskan kegiatan ekspor yang dilakukan Iswa Papua walau belum begitu besar, namun setidaknya memiliki andil dalam menahan laju penguatan nilai tukar dolar AS.

Oleh karena itu, ia berharap ke depan ada komoditi lain dari Papua yang bisa di ekspor karena banyak produk yang sebenarnya sangat diminati oleh pasar interbasional.

"Produk kami yang paling diminati adalah kayu olahan dari kayu Merbau yang hanya ada di Papua. Selama ini negara yang paling banyak memesan Tiongkok," ujarnya.

Pewarta : Dhias Suwandi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024