Jayapura (Antaranews Papua) - Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Provinsi Papua mengeluhkan penurunan kinerja para pengembang karena faktor regulasi yang dianggap terlalu cepat diterapkan tanpa ada sosialisasi yang cukup.
Ketua DPD REI Papua Nelly Suryani, di Jayapura, Selasa, menjelaskan regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 5 tahun 2016 tentang izin mendirikan bangunan (IMB).
Ia menekankan saat ini para pengembang sedang berusaha mewujudkan program sejuta rumah yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo, namun dengan adanya regulasi tersebut banyak pekerjaan yang terhambat.
"Perkembngan realisasi program sejuta rumah itu memprihatinkan karena ada regulsi yang muncul cukup mendadak dan bagi kami cukup mengganggu karena langsung diterapkan," ujarnya.
Menurut dia pihak regulator, yakni Kementerian PUPR hanya melakukan sosialisasi di beberapa daerah yang tidak bisa mewakili seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Sementara para pengembang memerlukan waktu transisi untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut karena ada beberapa hal penting yang berubah dan harus diikuti.
"Bahkan di Papua tidak pernah mendapat sosialisasi, sedangkan di Papua untuk membangun perumahan perlu waktu persiapan 3-6 bulan karena materialnya harus didatangkan dari Jakarta atau Surabaya. Hal ini tidk diperhitungkan sehingga pada triwulan pertama (2018) tidak ada realisasi," kata dia.
Nelly menyebut karena hambatan itu realisasi REI Papua turun drastis hingga 40 persen dan pada saat ini para pengembang sudah tidak berani membangun lagi karena mendekati akhir tahun.
Ia menyebut sejak 2015 hingga September 2018, REI Papua telah membangun 4.745 unit rumah dan baru di 2018 kinerja para pengembang mengalami penurunan.
Ketua DPD REI Papua Nelly Suryani, di Jayapura, Selasa, menjelaskan regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 5 tahun 2016 tentang izin mendirikan bangunan (IMB).
Ia menekankan saat ini para pengembang sedang berusaha mewujudkan program sejuta rumah yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo, namun dengan adanya regulasi tersebut banyak pekerjaan yang terhambat.
"Perkembngan realisasi program sejuta rumah itu memprihatinkan karena ada regulsi yang muncul cukup mendadak dan bagi kami cukup mengganggu karena langsung diterapkan," ujarnya.
Menurut dia pihak regulator, yakni Kementerian PUPR hanya melakukan sosialisasi di beberapa daerah yang tidak bisa mewakili seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Sementara para pengembang memerlukan waktu transisi untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut karena ada beberapa hal penting yang berubah dan harus diikuti.
"Bahkan di Papua tidak pernah mendapat sosialisasi, sedangkan di Papua untuk membangun perumahan perlu waktu persiapan 3-6 bulan karena materialnya harus didatangkan dari Jakarta atau Surabaya. Hal ini tidk diperhitungkan sehingga pada triwulan pertama (2018) tidak ada realisasi," kata dia.
Nelly menyebut karena hambatan itu realisasi REI Papua turun drastis hingga 40 persen dan pada saat ini para pengembang sudah tidak berani membangun lagi karena mendekati akhir tahun.
Ia menyebut sejak 2015 hingga September 2018, REI Papua telah membangun 4.745 unit rumah dan baru di 2018 kinerja para pengembang mengalami penurunan.