Jakarta (ANTARA News Papua) - Plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2019 yang ditetapkan Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mencapai Rp140 triliun, atau meningkat dibandingkan plafon KUR 2018 sebesar Rp123 triliun.

"Untuk bunganya tetap 7 persen (per tahun)," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir di Jakarta, Kamis (27/12) malam.

Ia menjelaskan peningkatan plafon KUR tersebut mempertimbangkan antara lain pertumbuhan ekonomi 2018 yang diperkirakan 5,2 persen, pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,48 persen (yoy) tingkat inflasi terjaga di tingkat 2,88 persen sampai dengan September 2018.

"Dengan elastisitas daripada pertumbuhan dengan permintaan kredit berada di kisaran 1,25 maka kami perkirakan 12 persen pertumbuhan KUR-nya," ujar Iskandar.

Sementara anggaran pembayaran bunga ditetapkan sebesar Rp11,989 triliun untuk 2019.

Iskandar memastikan bahwa sebanyak 60 persen alokasi KUR pada 2019 akan dimanfaatkan untuk sektor produksi antara lain pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan jasa-jasa.

Sementara realisasi untuk KUR sektor produksi tercatat mencapai 45,6 persen sampai dengan akhir November 2018.

Pemerintah juga akan mendorong untuk KUR khusus untuk sektor perikanan, peternakan rakyat, dan industri garam di 2019 mengingat realisasi KUR di bidang-bidang tersebut masih minim.

"Banyak penduduk kita bekerja di sektor itu, maka tidak adil bagi mereka menyerap tenaga kerja terbesar namun tingkat kemiskinan untuk sektor-sektor itu masih tinggi. Maka itu kami harapkan dalam rangka untuk pemerataan ekonomi ke arah sana," ujar dia.

Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM juga mengusulkan adanya skema KUR untuk pensiunan dalam rangka memperluas penyaluran KUR.

KUR tersebut akan diberikan kepada para pensiunan dan atau pegawai pada masa persiapan pensiun (MPP) yang mempunyai usaha produktif.    

Realisasi 2018
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp118,4 triliun atau 95,7 persen dari target Rp123,801 triliun sepanjang 2018.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, di Jakarta, Kamis (27/12) malam, mengungkapkan kredit bermasalah (NPL) dari realisasi penyaluran KUR tersebut sebesar 1,39 persen.

Ia memperkirakan masih akan ada sekitar Rp1,6 triliun sampai dengan Rp2 triliun untuk realisasi KUR hingga akhir tahun 2018.

"Kami perkirakan realisasinya sekitar Rp120 triliun untuk tahun ini, bahkan itu informasi beberapa bank banyak permintaan di akhir tahun sampai dia mengerem, karena kalau tidak melampaui plafon-nya," ujar Iskandar.

Penyaluran KUR masih didominasi untuk skema KUR mikro sebesar 65,8 persen diikuti dengan skema KUR kecil (33,9 persen) dan KUR TKI (0,3 persen).

Penyaluran KUR berdasarkan wilayah tercatat didominasi Jawa dengan porsi penyaluran sebesar 55 persen, diikuti dengan Sumatera 19,3 persen dan Sulawesi 11,1 persen.

Penyaluran KUR untuk sektor produksi terus berjalan untuk mengejar target sebesar 50 persen di 2018. Hingga 30 November 2018 tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi 45,6 persen.

Ia juga mengungkapkan bahwa penalti berupa pengurangan penambahan plafon akan diberikan bagi bank yang penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan jasa-jasa) berada di bawah 50 persen.

Pengurangan akibat penalti diberikan 5 persen sampai dengan 30 persen dari total peningkatan yang diajukan.

"Pokoknya kriterianya KUR produksi di bawah 50 persen pencapaian 2018, kami kenakan pinalti pengurang plafon untuk memberikan sinyal kepada dia," kata Iskandar.

Sebelumnya, sampai dengan 31 Agustus 2018 tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan jasa-jasa) sebesar 42,8 persen atau meningkat dari penyaluran KUR sektor produksi periode Juli 2018 sebesar 38,5 persen.

Pewarta : Calvin Basuki
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024