Timika (ANTARA) - Jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan (disperindag) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, hingga kini masih menunggu janji Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk membentuk sejumlah sub-penyalur SPBU di wilayah itu.

Sekretaris Disperindag Mimika Inocentius Yoga Pribadi di Timika, Rabu, mengatakan beberapa waktu lalu BPH Migas telah datang ke Timika untuk mensosialisasikan konsep sub-penyalur di daerah yang belum terjangkau SPBU.

"Saat itu mereka menjanjikan untuk mengirim lagi staf BPH Migas ke Timika untuk menindaklanjuti rencana pembentukan sub penyalur SPBU, tapi sampai sekarang belum juga datang. Sebetulnya ada banyak pengusaha di Timika yang siap menyambut program tersebut," kata Yoga.

Yoga mengatakan pembentukan sub penyalur SPBU di sejumlah daerah di Mimika yang jauh dari pusat Kota Timika sesungguhnya sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan bahan bakar solar dan premium yang terjangkau. Sebab harga bahan bakar solar dan premium di wilayah distrik (kecamatan) pedalaman Mimika, entah di wilayah pegunungan maupun di pesisir pantai justru berkali-kali lipat dibanding harga resmi yang ditetapkan pemerintah.

"Jujur saja di pedalaman itu harga solar dan premium sangat mahal karena ongkos angkut ke sana juga mahal dan persediaannya sangat terbatas. Pembentukan sub penyalur SPBU ini menjadi solusi yang tepat untuk menurunkan harga bahan bakar minyak di pedalaman," jelas Yoga.

Beberapa wilayah di Mimika yang dianggap cocok untuk pembentukan sub penyalur SPBU seperti Distrik Iwaka, Mimika Timur, Mimika Timur Jauh dan Agimuga, Mimika Tengah dan Mimika Barat serta Mimika Barat Jauh.

Saat ini di Kota Timika baru tersedia lima SPBU yang beroperasi yaitu SPBU Kilometer 9, SPBU Nawaripi, SPBU Buana Agung Jalan Hasanuddin, SPBU Jalan Yos Sudarso dan SPBU Timika Jaya.

Satu lagi SPBU yang sementara dalam proses perizinan yaitu SPBU Karang Senang SP3.

Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa beberapa waktu lalu di Jakarta menegaskan jajarannya terus mendorong pembentukan sub penyalur alias SPBU mini di setiap desa dan daerah terpencil sebagai solusimenggantikan peran Pertamini (pengecer BBM) yang notabene ilegal.

"Tadinya itu kan banyak Pertamini ilegal. Dengan dibuat sub-penyalur, kita atur jarak, prosedur operasi standar, dan aturan keselamatannya," kata Fanshurullah.

Fanshurullah berharap konsep sub-penyalur tersebut dapat menghilangkan penjualan BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Pemerintah sendiri akan turun tangan untuk mengatur sub-penyalur, sehingga dapat menjamin masyarakat untuk mendapatkan BBM secara pasti.

Selain itu, diharapkan pemerintah juga memperoleh informasi yang akurat terkait konsumsi BBM masyarakat dari para sub-penyalur.

"Kita akan koordinasi dengan Pertamina dan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi bagi sub-penyalur. Untuk sub-penyalur ini [distribusinya] kita buat tertutup," jelas Fansurullah.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024