Jayapura (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jayapura, Papua menemukan penyalahgunaan formulir C6 di tempat pemungutan suara (TPS) 10 di Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara.

Hardin Halidin, komisioner Bawaslu Kota Jayapura dari divisi pencegahan, di Jayapura, Kamis, menjelaskan di TPS 10 Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara penyalahgunaan C6.

"Dari laporan masyarakat lalu kemudian kami telusuri dan sampai pada penelaahan, ditemukan bahwa memang ada penyalahgunaan C6 milik orang lain," kata Hardin.

Dari penelusuran yang dilakukan, misalnya, kata dia, ada C6 atas nama Hardin namun Hardin sendiri tidak mendapat C6 untuk mencoblos, menuju ke TPS ketika melihat daftar hadir atas nama Hardin itu sudah dilingkari.

"Jadi ketika dilihat daftar pemilih tetap (DPT) pegangan KPPS itu sudah dilingkari. Ibu yang melapor ini tanya apa maksudnya dilingkari, kemudian KPPS mengatakan yang sudah mencoblos itu yang dilingkari, padahal ibu yang bersangkutan belum mencoblos," katanya.

Dia menjelaskan bahwa setelah melihat bahwa C6 itu dipakai oleh orang lain maka melapor ke Bawaslu. Ibu yang melapor juga menyertakan saksi yang juga persis sama kasusnya.

Saksi yang diikutsertakan dalam kasus itu juga mengalami hal yang sama persis. Saksi itu melihat namanya di aplikasi KPU yang lindungi hak pilihmu.org.

"Pelapor dan saksi ini sama kasusnya walaupun mereka tinggal di tempat berbeda, setelah saksi ini melihat namanya di aplikasi KPU yang lindungi hak pilihmu.org, namanya di TPS 10 Kelurahan Bhayangkara maka langsung dia kesana, walaupun dia tidak mendapat C6," katanya.

Ketika sampai di TPS itu, katanya, dia melihat bahwa atas nama dia sudah dilingkari dan maksud dilingkari itu ketika dia tanya ke KPPS bahwa itu sudah digunakan oleh orang lain.

Sebetulnya, mereka ditawari untuk mencoblos dengan menggunakan kartu tanda penduduk elektronik, setelah pukul 12.00 WIT.

"Karena mereka sadar bahwa jika menggunakan KTP saya, sementara C6 saya sudah digunakan oleh orang lain, maka atas nama satu orang itu saja dinilai mencoblos dua kali walaupun fisiknya itu berbeda orang," katanya.

Lanjut dia, tetapi secara administrasi tetap orang yang sama, maka mereka tidak mau untuk melakukan pelanggaran yang sama juga kalau kemudian mau mengikuti keinginan KPPS tersebut.

"Yang menyuruh mereka untuk mencoblos dengan menggunakan KTP itu adalah oknum-oknum KPPS," katanya.

Ibu pelapor dan saksi ini sudah marah karena mengapa mereka punya C6 tetapi kemudian dipakai oleh orang lain maka mereka ditawarkan oleh KPPS untuk menggunakan KTP untuk memilih.

Tetapi keduanya, kata Hardin, baik pelapor maupun saksi itu tetap bersikukuh bahwa tetap melakukan pelanggaran, itu justru KPPS menjerumuskan mereka ke dalam soal karena akan terhitung mencoblos dua kali secara administrasi walaupun fisiknya, faktanya di lapangan orangnya berbeda.

"Karena yang mendapat C6 dipakai oleh orang lain, dia yang mendapat C6 itu menggunakan KTP untuk mencoblos secara administrasi tetap satu orang, tetapi secara fakta di lapangan yang mencoblos dua orang yang berbeda," katanya.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Jayapura , memang hal itu terbukti maka Panitia Distrik (Pandis) meneruskan masalah itu layak untuk diteruskan pemungutan suara ulang (PSU)

"Kami tindak lanjuti rekomendasi dari Pandis ini ke KPU Kota Jayapura untuk PSU," tambah Hardin.

Pewarta : Musa Abubar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024