Jayapura (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua menyiapkan anggaran sebesar Rp 142 miliar untuk membayar biaya premi dalam program Kartu Papua Sehat (KPS) yang akan berintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan.

"Tahun ini Pemerintah Provinsi Papua menyiapkan dana kurang lebih Rp142 miliar untuk membayar premi bagi peserta BPJS sebanyak 500 ribu penduduk Orang Asli Papua (OAP). Artinya, kami tegaskan bahwa KPS tidak hilang," kata kata Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua, dr. Silwanus Sumule di Jayapura, Selasa.

Menurut Silwanus, kerja sama dengan rumah sakit mitra di Jayapura dan luar Papua, kerja sama dengan penerbangan dan klinik keagamaan tetap ada seperti tahun-tahun sebelumnya. Sistem yang dulu tetap ada. Klaim tagihan juga tetap ke Dinas Kesehatan Papua, hanya saja bedanya kini menggunakan perhitungan BPJS Kesehatan.

Silwanus menjelaskan, KPS yang merupakan program unggulan era Gubernur Lukas Enembe akan menjadi Jaminan Kesehatan Papua (JKP) Komplementer bagi JKN-KIS hanya untuk Orang Asli Papua (OAP).

Sebab berdasarkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pelayanan kesehatan menyatakan bahwa Orang Asli Papua mendapatkan dua jaminan pembiayaan kesehatan yakni dari dana Otonomi Khusus (Otsus) dan dari Pemerintah Pusat melalui BPJS Kesehatan.

"Masyarakat Asli Papua tak perlu kuatir karena seluruh jaminan pembiayaan kesehatan sudah tercover. Kami sementara lagi berproses, mudah-mudahan, dalam minggu-minggu ini, perjanjian kerja sama antara pemerintah Provinsi Papua dengan BPJS Kesehatan Papua akan dilakukan," katanya.

Artinya, kata dia, seluruh Orang Asli Papua (OAP), bahkan seluruh penduduk Papua yang jumlahnya empat juta lebih dengan penjanjian kerja sama ini sudah dijamin oleh negara, termasuk non Asli Papua.

Silwanus mengatakan, dengan kebijakan integrasi KPS dengan JKN-KIS, maka dana KPS yang selama lima tahun sebelumnya biasanya ditransfer Pemerintah Provinsi ke Kabupaten/Kota kini tidak ada lagi karena digunakan untuk membiayai premi itu ke BPJS Kesehatan.

"Contohnya, Rumah Sakit Dian Harapan sebagai mitra provinsi. Ia bisa melakukan bedah kepala dan leher, tetapi karena rumah sakit itu masih type C maka dia tidak memberikan pelayanan kemoterapi. Maka pasien itu bisa dirujuk ke RSUD Jayapura dengan menggunakan biaya dari KPS sebagai JKP Komplementer," katanya.

Terkait kendala yang dihadapi pasien OAP yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), kata dia, karena belum melakukan perekaman E-KTP, pihak Dinkes Papua dan BPJS Kesehatan Divre Papua telah bersepakat membuat alur Standar Operasional Prosedural (SOP) berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil dan Dinas Sosial.

"Misalnya pasien dari kabupaten yang tidak punya E-KTP datang ke Kota Jayapura, kita tentu siap layani. Tetapi dalam waktu tiga hari, dia harus menyelesaikan status kependudukannya agar dapat dicover oleh JKN-KIS," katanya.

Ia mengatakan, kini Dinkes Papua juga tengah memperbaiki RS Regional di Papua. Setelah berhasil merampungkan RSUD Nabire sebagai RS Regional di Mee Pago dua tahun lalu. Tahun ini pihaknya fokus membangun dan meningkatkan kapasitas pelayanan di RSUD Biak sebagai RS Regional Saereri.

"Tahun ini kita alokasikan dana Rp18 miliar untuk selesaikan UGD di RSUD Biak. Kami juga memfasilitasi dan sama-sama berjuang sehingga RSUD Biak mendapat Dana Alokasi Khusus dari Pusat tahun ini sebesar Rp50 miliar untuk peralatan dan poliklinik. Saya sudah bertemu direkturnya, dalam waktu 3-4 tahun, rumah sakit itu akan selesai," katanya.

Dia menambahkan, ada 7-8 bangunan yang akan dikerjakan dalam waktu dekat ini. Sumber pembiayaannya bersifat gotong royong. Dinas Kesehatan Papua sudah petakan, mana yang ditanggung oleh dana dana alokasi khusus (DAK) Pusat, mana dari provinsi dan mana yang dari kabupaten.

Pewarta : Musa Abubar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024