Jakarta (ANTARA) - Mabes Polri mengklaim kehadiran TNI-Polri di Kabupaten Nduga justru memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat, sebagai bukti negara hadir dalam menyikapi permasalahan keamanan di wilayah pegunungan Papua itu.
"Kehadiran TNI-Polri mengamankan setiap jengkal Tanah Air Indonesia karena ini menyangkut kedaulatan negara. Negara harus hadir dan memberikan jaminan keamanan," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, sebelum TNI-Polri hadir melakukan operasi, Nduga secara sistematis dan masif dikuasai oleh kelompok bersenjata sehingga wilayah itu tidak kondusif.
Tindak kejahatan, seperti pemerasan, intimidasi, penganiayaan, pembunuhan dan pemerkosaan oleh kelompok bersenjata kepada masyarakat disebutnya tidak tertangani dengan baik.
"Mereka membangun markasnya di Nduga dan sudah diambil alih TNI-Polri. Mereka tidak bisa mengontrol lagi Nduga dan beberapa distrik, mereka melakukan hal seperti itu," ujar Dedi Prasetyo.
Terkait laporan Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga yang menyatakan sejak Desember 2018 hingga Juli 2019, setidaknya terdapat 184 korban kemanusiaan di Nduga, ia mempertanyakan bukti laporan itu.
"Bisa dibuktikan tidak? Kalau punya bukti dilaporkan, jadi tidak boleh berasumsi, harus berdasarkan bukti," kata Dedi Prasetyo.
Menurut laporan itu, operasi keamanan di Kabupaten Nduga telah mengakibatkan banyak korban kekerasan. Masyarakat Nduga pun harus mengungsi ke hutan hingga ke beberapa kabupaten/kota lain.
Salah satu penyebabnya, masih berdasar laporan itu, terdapat oknum TNI melakukan kekerasan dan membakar sekolah serta rumah warga.
Untuk itu, penarikan TNI-Polri dinilai perlu karena operasi keamanan di Nduga apabila terus berlangsung justru dinilai menghasilkan ketidakstabilan dan semakin banyak pengungsi serta korban nyawa masyarakat Nduga.
"Kehadiran TNI-Polri mengamankan setiap jengkal Tanah Air Indonesia karena ini menyangkut kedaulatan negara. Negara harus hadir dan memberikan jaminan keamanan," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, sebelum TNI-Polri hadir melakukan operasi, Nduga secara sistematis dan masif dikuasai oleh kelompok bersenjata sehingga wilayah itu tidak kondusif.
Tindak kejahatan, seperti pemerasan, intimidasi, penganiayaan, pembunuhan dan pemerkosaan oleh kelompok bersenjata kepada masyarakat disebutnya tidak tertangani dengan baik.
"Mereka membangun markasnya di Nduga dan sudah diambil alih TNI-Polri. Mereka tidak bisa mengontrol lagi Nduga dan beberapa distrik, mereka melakukan hal seperti itu," ujar Dedi Prasetyo.
Terkait laporan Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga yang menyatakan sejak Desember 2018 hingga Juli 2019, setidaknya terdapat 184 korban kemanusiaan di Nduga, ia mempertanyakan bukti laporan itu.
"Bisa dibuktikan tidak? Kalau punya bukti dilaporkan, jadi tidak boleh berasumsi, harus berdasarkan bukti," kata Dedi Prasetyo.
Menurut laporan itu, operasi keamanan di Kabupaten Nduga telah mengakibatkan banyak korban kekerasan. Masyarakat Nduga pun harus mengungsi ke hutan hingga ke beberapa kabupaten/kota lain.
Salah satu penyebabnya, masih berdasar laporan itu, terdapat oknum TNI melakukan kekerasan dan membakar sekolah serta rumah warga.
Untuk itu, penarikan TNI-Polri dinilai perlu karena operasi keamanan di Nduga apabila terus berlangsung justru dinilai menghasilkan ketidakstabilan dan semakin banyak pengungsi serta korban nyawa masyarakat Nduga.