Jakarta (ANTARA) - Amnesty International Indonesia menyebut Veronica Koman yang ditetapkan sebagai tersangka bukan akar masalah rasial, melainkan beberapa anggota TNI yang mengucapkan kata rasial dan kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan di asrama mahasiswa Surabaya.
"Penetapan tersangka tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat negara tidak paham dalam menyelesaikan akar permasalahan Papua yang sudah lebih dari dua minggu ini menjadi pembicaraan publik," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia mempertanyakan siapa pihak yang telah terprovokasi sehingga melanggar hukum oleh perkataan Veronica di media sosial seperti yang dituduhkan Polda Jatim.
Menurut Usman Hamid, kepolisian justru harus fokus mencari penghasut warga yang datang mengepung dan melakukan persekusi disertai tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Setelah itu penting juga kepolisian untuk memeriksa anggotanya yang menembakkan gas air mata dan mendobrak pintu asrama mahasiswa Papua di Surabaya," kata Usman Hamid.
Apabila informasi Veronica Koman dianggap tidak akurat, polisi dinilai sebaiknya memberikan klarifikasi, bukan malah menetapkan aktivis itu sebagai tersangka.
Ia khawatir dengan penetapan Veronica Koman sebagai tersangka karena mencuit tetang Papua, akan menimbulkan ketakutan pihak lain dalam mengutarakan pendapatnya di ruang publik.
"Polda Jawa Timur harus segera menghentikan kasus tersebut dan mencabut status tersangka Veronica Koman. Polri harus memastikan jajarannya menghargai kemerdekaan berpendapat di muka umum dan juga di media sosial," ucap Usman Hamid.
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Surabaya, Rabu, mengatakan Veronica yang juga kuasa hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) itu dianggap ikut memprovokasi aksi pengepungan di AMP Surabaya hingga memantik demonstrasi berujung rusuh yang terjadi di beberapa daerah di Papua dan Papua Barat.