Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Unggul Sudrajat mengatakan, sekolah asrama atau semacam pondok pesantren untuk umat Islam, bisa menjadi tempat guna menanamkan nasionalisme bagi anak-anak di Papua.
"Di sekolah asrama, proses belajarnya bisa berlangsung 24 jam. Sehingga seusai sekolah mereka bisa diajari kebhinekaan, kebangsaan dan nasionalisme," kata Unggul di Jakarta, Rabu.
Dengan sekolah asrama, anak-anak dari berbagai latar belakang suku dikumpulkan menjadi satu. Sehingga mereka bisa belajar mengenal satu sama lain.
Alasan mengapa sekolah asrama dianggap paling baik untuk memberikan pendidikan kebangsaan, kata unggul karena di sana (Papua) jarak rumah ke sekolah terbilang jauh. Ada siswa yang harus menempuh perjalanan hingga satu sampai dua jam untuk ke sekolah.
Ketika mereka tidak masuk sekolah asrama, maka ada kemungkinan proses belajarnyaa tidak berjalan maksimal, terkadang mereka juga tidak datang ke sekolah karena jaraknya yang jauh, dan masih ada orang tua yang tidak perduli jika anaknya bolos sekolah.
"Apalagi misalnya anak tersebut tinggal di daeraha OPM, misalnya saja mereka belajar di sekolah biasa, penanaman paham tentang kebangsaan berlangsung di sekolah namun ketika mereka kembali ke rumah, lingkungan sekitarnya tidak mendukung untuk nasionalisme itu," kata dia.
Selain itu, anak-anak juga dapat diajarkan keterampilan untuk hidup seperti bercocok tanam, melaut dan sebagainya. Keterampilan itu, kata Unggul, harus disesuaikan dengan kondisi tempat tinggal anak-anak tersebut.
"Sumber daya alam Papua sangat kaya, namun kebanyakan masyarakatnya tidak dapat mengelolanya sehingga ketergantungan akan daerah luar menjadi tinggi. Di sekolah asrama mereka juga akan diajarkan keterampilan hidup. Guru yang membimbing haruslah ahli di bidangnya. Seperti belajar bercocok tanam bisa saja dari kementerian atau dinas pertanian," kata dia.
Saat ini sudah ada banyak contoh sekolah asrama di Papua yang bagus dan layak ditiru, contohnya SMA 3 Papua. Dia mengatakan di sana para siswa diajarkan nilai kebangsaan dan keterampilan hidup.
Menurut dia idealnya siswa mengikuti sekolah asrama dari tingkat SD hingga SMA, sehingga mereka dapat pemahaman yang utuh tentang kebangsaan. Melalui sekolah asrama atau semacam pondok pesantren, Unggul berharap tidak akan ada lagi keinginan masyarakat Papua untuk berpisah dari Indonesia.
"Di sekolah asrama, proses belajarnya bisa berlangsung 24 jam. Sehingga seusai sekolah mereka bisa diajari kebhinekaan, kebangsaan dan nasionalisme," kata Unggul di Jakarta, Rabu.
Dengan sekolah asrama, anak-anak dari berbagai latar belakang suku dikumpulkan menjadi satu. Sehingga mereka bisa belajar mengenal satu sama lain.
Alasan mengapa sekolah asrama dianggap paling baik untuk memberikan pendidikan kebangsaan, kata unggul karena di sana (Papua) jarak rumah ke sekolah terbilang jauh. Ada siswa yang harus menempuh perjalanan hingga satu sampai dua jam untuk ke sekolah.
Ketika mereka tidak masuk sekolah asrama, maka ada kemungkinan proses belajarnyaa tidak berjalan maksimal, terkadang mereka juga tidak datang ke sekolah karena jaraknya yang jauh, dan masih ada orang tua yang tidak perduli jika anaknya bolos sekolah.
"Apalagi misalnya anak tersebut tinggal di daeraha OPM, misalnya saja mereka belajar di sekolah biasa, penanaman paham tentang kebangsaan berlangsung di sekolah namun ketika mereka kembali ke rumah, lingkungan sekitarnya tidak mendukung untuk nasionalisme itu," kata dia.
Selain itu, anak-anak juga dapat diajarkan keterampilan untuk hidup seperti bercocok tanam, melaut dan sebagainya. Keterampilan itu, kata Unggul, harus disesuaikan dengan kondisi tempat tinggal anak-anak tersebut.
"Sumber daya alam Papua sangat kaya, namun kebanyakan masyarakatnya tidak dapat mengelolanya sehingga ketergantungan akan daerah luar menjadi tinggi. Di sekolah asrama mereka juga akan diajarkan keterampilan hidup. Guru yang membimbing haruslah ahli di bidangnya. Seperti belajar bercocok tanam bisa saja dari kementerian atau dinas pertanian," kata dia.
Saat ini sudah ada banyak contoh sekolah asrama di Papua yang bagus dan layak ditiru, contohnya SMA 3 Papua. Dia mengatakan di sana para siswa diajarkan nilai kebangsaan dan keterampilan hidup.
Menurut dia idealnya siswa mengikuti sekolah asrama dari tingkat SD hingga SMA, sehingga mereka dapat pemahaman yang utuh tentang kebangsaan. Melalui sekolah asrama atau semacam pondok pesantren, Unggul berharap tidak akan ada lagi keinginan masyarakat Papua untuk berpisah dari Indonesia.