Asmat (ANTARA) - “Saya menyukai daerah-daerah pelosok dan sulit terjangkau. Karena ini adalah panggilan hidup, jadi tidak berat. Yang berat itu rasa rindu kepada keluarga, kepada anak dan istri.”

Penampilannya terlihat biasa saja, tidak nampak sebagai seorang profesional. Namun siapa sangka, sosok sederhana itu adalah seorang dokter muda lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Ialah Fajri Nurjamil (33), salah seorang dokter asal Aceh yang telah tujuh tahun mengabdikan diri di sejumlah daerah pedalaman di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Dokter Fajri mulai bertugas di ‘Kota Lumpur’, julukan Asmat, pada pertengahan 2013 lalu.

Putra dari Kabupaten Pidie itu mengawali tugasnya di Puskesmas Primapun, Distrik Safan pada Juni 2013. Pada 2014 sempat ditugaskan di Puskesmas Mumugu, Distrik Sawa Erma dan Puskesmas Yousakor, Distrik Sirets.

Selanjutnya pada 2015 hingga 2019 ditugaskan di Puskesmas Suru-Suru, Distrik Suru-Suru. Kini dokter Fajri ditempatkan di Puskesmas Kolfbraza, yang mana melayani Distrik Kolfbraza dan Korowai Buluanop.

“Saya menyukai daerah-daerah pelosok dan sulit terjangkau. Karena ini adalah panggilan hidup, jadi tidak berat. Yang berat itu rasa rindu kepada keluarga, kepada anak dan istri,” ungkap Fajri di Agats.

  Bupati Asmat Elisa Kambu foto bersama paramedis di salah satu puskesmas di pedalaman Asmat, Papua (ANTARA News Papua/HO/Eman)
Dokter Fajri mengungkapkan bahwa ketertarikannya untuk melayani kesehatan masyarakat di daerah pedalaman merupakan tanggung jawab moral terhadap profesi yang diembannya. Rasa tanggung jawab itu yang mengantarnya ke pelosok Asmat.

“Satu hal yang memotivasi saya melakukan pelayanan di pedalaman ialah saya ingin mengabdikan profesi di mana profesi itu tidak ada di tempat tersebut,” ujarnya.

Edukasi kesehatan  

Dokter Fajri mengakui, ketika melakukan pelayanan di kampung-kampung, ia bersama tim medis puskesmas berkesempatan memberikan penyuluhan dan pemahaman kepada warga tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.

Selain itu, katanya, warga didorong untuk memanfaatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan seperti mengantarkan anak imunisasi, mengikuti program kesehatan, memeriksakan kesehatan di puskesmas serta menjaga kebersihan lingkungan dan rumah.

“Kami selalu mengajak warga untuk menerapkan hidup bersih dan sehat, sehingga kesehatannya tetap terjaga. Meski secara perlahan, mereka punya kesadaran untuk mengikuti saran yang disampaikan,” tuturnya.

Ia mengungkapkan bahwa warga pedalaman di Kabupaten Asmat, terutama anak-anak, rentan terserang berbagai penyakit seperti malaria, infeksi saluran pernapasan (ispa), penomoni, diare dan penyakit kulit.

“Untuk malaria lebih banyak. Dari daerah Suator, Kolfbraza hingga Korowai itu tingkat malarianya tinggi, dan plasmodiumnya juga lebih banyak. Dan dari gejala klinis, lebih banyak dijumpai gejala khas malaria,” kata dia.

  Warga yang membutuhkan pelayanan medis di Kabupaten Asmat, Papua. (ANTARA News Papua/HO/Eman)
Ia menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan warga di pedalaman rentan terserang berbagai penyakit, diantaranya adat istiadat (budaya), faktor alam, dan perilaku hidup bersih dan sehat.

“Umumnya masalah kesehatan dalam masyarakat belum dipisahkan dengan adat istiadat. Selama bertugas, saya dan teman-teman berupaya agar adat istiadat itu bisa didampingi dengan pelayanan kesehatan modern,” ujarnya.

Dokter Fajri menambahkan, Pemerintah Kabupaten Asmat melalui Dinas Kesehatan setempat memberikan dukungan penuh kepada para dokter dan paramedis untuk melakukan pelayanan kesehatan di kabupaten tersebut.

“Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada kami dalam melaksanakan pelayanan,” tandasnya.

Keputusan yang berani

Bupati Asmat Elisa Kambu mengatakan bahwa abdi masyarakat yang ‘bergelut’ di pedalaman patut diapresiasi, sebab tidak semua orang diberi kepercayaan untuk melayani masyarakat di pelosok.

“Saya berkeyakinan bahwa mereka (guru, paramedis, dokter dan profesional lainnya) bertugas di pelosok bukan hanya kemauannya. Semua ini ada dalam rencana Tuhan,” kata Elisa.

Menurut orang nomor satu di Asmat itu, keputusan para profesional melayani masyarakat di berbagai pelosok di nusantara merupakan suatu keputusan yang hebat dan luar biasa.

“Keputusan yang berani. Bukan karena pendapatan, karena yang diperoleh (gaji) tidak sebanding dengan beban tugas, tak sebanding dengan kondisi tempat mengabdi. Itu panggilan hidup,” ujarnya.

Ditambahkan, kondisi geografis di Papua umumnya sulit. Selain itu masalah keamanan juga menjadi hambatan tersendiri dalam pelaksanaan tugas. Namun menurutnya situasi di Asmat cukup aman jika dibanding daerah lain.

“Asmat ini memang aman, jadi kita rasa nyaman. Tidur nyamuk gigit atau sunyi, tapi bisa nyenyak begitu. Itu sebabnya kita bersyukur kepada Tuhan,” katanya. (*/adv)

Pewarta : Emanuel Riberu
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024