Jayapura (ANTARA) - Menko Polhukam Mahfud MD berdialog dan bertatap muka dengan para tokoh Papua dalam forum komunikasi yang digelar di salah satu hotel ternama di Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Sabtu pagi.
Para tokoh Papua itu, diantaranya Ketua NU Papua Tony Wanggai, Sekjen BMP Papua Yonas Nussy, tokoh pegunungan Briyur Wenda, tokoh perempuan Dorince Mehue, Simon Kossay, dan Markus Giay serta tokoh lainnya.
Dalam dialog dan tanya jawab itu, Mahfud MD didampingi Wamen PUPR Jhon Wempi Wetipo dan Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam itu, mengemuka sejumlah hal yang ditujukan kepada mantan Ketua MK itu, mulai dari implementasi UU Otsus yang tidak masksimal karena berbenturan dengam regulasi lainnya, pengangkatan anggota DPRP dari jalur Otsus, pengakuan masyarakat adat, dan soal pendidikan Pancasila yang perlu mendapat porsi lebih dalam kurikulum masa kini serta permintaan soal mahasiswa Papua yang sedang diproses hukum agar dibebaskan.
Selain itu, juga mengemuka soal keberpihakan bagi pengusaha asli Papua dalam pembangunan, bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran, rumah sosial yang perlu tingkatkan.
"Otsus kurang lebih 18 tahun, UU ini tidak dilengkapi dengan aturan pemerintah, sehingga banyak multi tafsir dan tidak maksimal. Saya berharap hal ini bisa disederhanakan untuk pemberlakuan UU Otsus dengan situasi terkini sehingga bisa berjalan maksimal," kata Yonas Alfons Nussy.
Dorince Mehue, salah satu anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) mengaku bahwa lembaga kultural adat tersebut tidak maksimal berjalan karena ada sejumlah kebijakan yang bertentangan.
"Saya juga minta ada pengakuan dan penghormatan untuk adat, juga harus ada semacam Balai Kartini di Papua untuk mama-mama Papua," kata Dorince.
Menanggapi hal itu, Mahfud mengakui bahwa UU Otsus berjalan selama ini tapi tidak didukung oleh sejumlah aturan dibawahnya.
"Seperti PP belum ada, kadangkala bertentangan dengan UU lain, sehingga tidak maksimal, ini akan kami evaluasi. Saran dan masukan kita tampung," katanya.
"Tapi sekarang begini, pemerintah sedang menghilangkan kebijakan yang tumpang tindih. Hal ini terus dibenahi oleh pemerintahan masa kini," sambungnya.
Mengenai, keberpihakan pengusaha asli Papua, Wamen PUPR Jhon Wempi Wetipo mengatakan ada regulasi yang mengaturnya dan ada sejumlah proyek yang dilakukan penunjukkan langsung.
"Ada proyek juga penunjukan yang dilakukan oleh bupati atau wali kota dengan pagu dana sesuai aturan,...kalau usulan untuk bangun balai untuk mama Papua itu harus didukung dengan penyediaan lahan, jangan sampai jadi persoalan," katanya.
"Karena masalah di Papua itu, kayu palang lebih mahal dari semua kayu yang ada," katanya ditanggapi dengan senyuman dan tertawa oleh para tokoh yang hadir.
Sementara itu, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meminta kepada forum yang tidak sempat menyampaikan aspirasinya bisa ditulis dan disampaikan melalui Desk Papua yang ada di Kota Jayapura.
"Untuk aspirasi pemekaran, segera buat tim dan kelengkapan, harus ditindaklanjuti segera," katanya.
Sekedar diketahui, Menko Polhukam Mahfud MD berkunjung ke Kota Jayapura dalam sejumlah agenda kerja, diantaranya menghadiri forum komunikasi dengan tokoh masyarakat dan pemuda Papua.
Para tokoh Papua itu, diantaranya Ketua NU Papua Tony Wanggai, Sekjen BMP Papua Yonas Nussy, tokoh pegunungan Briyur Wenda, tokoh perempuan Dorince Mehue, Simon Kossay, dan Markus Giay serta tokoh lainnya.
Dalam dialog dan tanya jawab itu, Mahfud MD didampingi Wamen PUPR Jhon Wempi Wetipo dan Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam itu, mengemuka sejumlah hal yang ditujukan kepada mantan Ketua MK itu, mulai dari implementasi UU Otsus yang tidak masksimal karena berbenturan dengam regulasi lainnya, pengangkatan anggota DPRP dari jalur Otsus, pengakuan masyarakat adat, dan soal pendidikan Pancasila yang perlu mendapat porsi lebih dalam kurikulum masa kini serta permintaan soal mahasiswa Papua yang sedang diproses hukum agar dibebaskan.
Selain itu, juga mengemuka soal keberpihakan bagi pengusaha asli Papua dalam pembangunan, bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran, rumah sosial yang perlu tingkatkan.
"Otsus kurang lebih 18 tahun, UU ini tidak dilengkapi dengan aturan pemerintah, sehingga banyak multi tafsir dan tidak maksimal. Saya berharap hal ini bisa disederhanakan untuk pemberlakuan UU Otsus dengan situasi terkini sehingga bisa berjalan maksimal," kata Yonas Alfons Nussy.
Dorince Mehue, salah satu anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) mengaku bahwa lembaga kultural adat tersebut tidak maksimal berjalan karena ada sejumlah kebijakan yang bertentangan.
"Saya juga minta ada pengakuan dan penghormatan untuk adat, juga harus ada semacam Balai Kartini di Papua untuk mama-mama Papua," kata Dorince.
Menanggapi hal itu, Mahfud mengakui bahwa UU Otsus berjalan selama ini tapi tidak didukung oleh sejumlah aturan dibawahnya.
"Seperti PP belum ada, kadangkala bertentangan dengan UU lain, sehingga tidak maksimal, ini akan kami evaluasi. Saran dan masukan kita tampung," katanya.
"Tapi sekarang begini, pemerintah sedang menghilangkan kebijakan yang tumpang tindih. Hal ini terus dibenahi oleh pemerintahan masa kini," sambungnya.
Mengenai, keberpihakan pengusaha asli Papua, Wamen PUPR Jhon Wempi Wetipo mengatakan ada regulasi yang mengaturnya dan ada sejumlah proyek yang dilakukan penunjukkan langsung.
"Ada proyek juga penunjukan yang dilakukan oleh bupati atau wali kota dengan pagu dana sesuai aturan,...kalau usulan untuk bangun balai untuk mama Papua itu harus didukung dengan penyediaan lahan, jangan sampai jadi persoalan," katanya.
"Karena masalah di Papua itu, kayu palang lebih mahal dari semua kayu yang ada," katanya ditanggapi dengan senyuman dan tertawa oleh para tokoh yang hadir.
Sementara itu, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meminta kepada forum yang tidak sempat menyampaikan aspirasinya bisa ditulis dan disampaikan melalui Desk Papua yang ada di Kota Jayapura.
"Untuk aspirasi pemekaran, segera buat tim dan kelengkapan, harus ditindaklanjuti segera," katanya.
Sekedar diketahui, Menko Polhukam Mahfud MD berkunjung ke Kota Jayapura dalam sejumlah agenda kerja, diantaranya menghadiri forum komunikasi dengan tokoh masyarakat dan pemuda Papua.