Wamena (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua mendukung penerapan denda adat yang juga berlaku bagi warga perantau yang tinggal di wilayah itu.

Wakil Bupati Jayawijaya Marthin Yogobi saat di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Minggu, mengatakan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) sedang menyusun peraturan tentang denda adat tersebut.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat LMA bisa didorong ke DPRD supaya kita cepat sahkan lalu kita sosialisasikan, sehingga denda itu berlaku semua sama," katanya.

Marthin mengaku selama ini ada ketimpangan dalam penerapan denda adat antara warga asli Jayawijaya dengan pendatang maupun asli Papua dari kabupaten lain.

"Memang ada sedikit ketimpangan, kalau orang non Papua yang korban, kadang-kadang kasihan, denda adat tidak seimbang. Tetapi kalau kita orang Papua/Wamena, tuntutannya terlalu berat, membebani saudara-saudara kita yang lain," katanya.

Melalui denda adat tersebut menurut dia, jika terjadi pembunuhan di Jayawijaya antara masyarakat kabupaten lain dengan masyarakat kabupaten Jayawijaya maka perda Jayawijaya yang diterapkan.

"Contoh katakanlah kalau kita tetapkan perda, kalau bunuh orang, denda babi 30 ekor, ya itu yang kita pakai. Jadi kalau Lanny Jaya misalnya punya 100 ekor, itu tidak berlaku di sini," katanya.

Pemerintah mengharapkan denda itu berlaku bagi semua warga Jayawijaya baik Papua maupun non Papua.

"Ini berlaku juga buat pendatang. Karena ada anggapan bahwa misalnya orang orang asli Papua (OAP) pukul orang pendatang, lalu kasihan mereka tidak mungkin minta denda sebesar itu secara langsung. Tetapi coba lihat, kalau orang di sini yang dapat pukul atau dapat tikam, keluarganya datang dengan tuntutan yang bukan main. Oleh karena itu kita menjaga keseimbangan dengan peraturan tadi bahwa kita semua sama di mata hukum," katanya.

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024