Timika (ANTARA) - Kepolisian Sektor Kuala Kencana, Timika, Papua, mengamankan tiga orang pendemo saat demonstrasi puluhan pelajar dan mahasiswa eksodus dari berbagai kota studi di Kantor Bupati Mimika, Jumat.
Kapolsek Kuala Kencana Iptu Hary Katang di Timika, Jumat, mengatakan tiga pendemo tersebut diamankan lantaran tidak mengantongi izin dan hendak membuat keributan di Kantor Bupati Mimika yang beralamat di Kelurahan Karang Senang SP3, Distrik Kuala Kencana, Timika.
"Ada tiga orang yang kami amankan sebagai koordinator untuk meminta klarifikasi terkait aksi mereka ini. Dari informasi yang kami terima, ini bukan lagi murni mahasiswa dan pelajar. Ada orang lain yang bukan mahasiswa dan pelajar ikut-ikutan dalam kegiatan itu," ungkap Hary.
Hary menuturkan bahwa demonstrasi yang diikuti lebih dari 50-an orang tersebut sama sekali tidak mengantongi izin dari pihak kepolisian.
Para pendemo membawa sejumlah spanduk dan poster, antara lain bertuliskan "Kami pelajar dan mahasiswa eksodus Kabupaten Mimika datang untuk bertemu tim sosialisasi Kabupaten Mimika". Spanduk lainnya bertuliskan "Pemerintah Kabupaten Mimika jangan mematikan masa depan kami generasi muda Papua".
Begitu tiba di Kantor Bupati Mimika, para pendemo mendesak untuk dipertemukan dengan Bupati Mimika Eltinus Omaleng atau Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob.
Namun, saat itu Bupati Omaleng sedang berada di luar daerah, sementara Wabup Johannes Rettob sedang memimpin rapat kerja Panitia Pesta Paduan Suara Gerejawi/Pesparawi XIII se-Papua.
Lantaran itulah, para pendemo rencananya hendak diterima oleh Asisten I Setda Mimika Demianus Katiop.
"Pak Asisten I sempat menemui mereka, tapi anak-anak ini tetap bersikeras untuk diterima oleh bupati atau wakil bupati. Mereka ribut-ribut sehingga kami mengambil alih untuk mengamankan situasi. Apalagi mereka tidak punya izin untuk menggelar demonstrasi sehingga kami menganjurkan untuk membubarkan diri," ujar Hary.
Hary mengatakan para pendemo tersebut merupakan mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Mimika yang beberapa waktu lalu eksodus dari berbagai kota studi di Pulau Jawa dan Sulawesi.
Pascakasus rasialis yang menimpa sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang pada bulan Agustus 2019, sekitar 300-an mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Mimika memilih kembali ke Timika.
Hingga kini mereka belum kembali ke kota studinya meski Pemkab Mimika bersama Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro/LPMAK sudah menganjurkan mereka untuk segera kembali ke kota studi untuk melanjutkan perkuliahan dan sekolahnya.
Beberapa waktu lalu, Wabup Mimika Johannes Rettob bersama Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang secara khusus mendatangi beberapa kota studi seperti Semarang, Surabaya, Jakarta, Bandung dan Manado untuk menggelar pertemuan dengan para mahasiswa dan pelajar yang sedang menempuh pendidikan di kota-kota itu agar mereka tidak eksodus ke Papua.
Bersamaan dengan itu, Pemkab Mimika juga menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah dan Wali Kota Semarang, Wagub Jawa Timur dan Wali Kota Surabaya, Pemprov Jawa Barat, Pemprov Sulawesi Utara bersama pimpinan sejumlah lembaga Perguruan Tinggi dan sekolah yang menampung dan tengah mendidik mahasiswa dan pelajar asal Mimika.
Seluruh Pemda dan lembaga PT di berbagai kota studi itu menyatakan akan membantu menerima kembali para mahasiswa dan pelajar Mimika yang eksodus kembali ke Papua dengan syarat mereka ingin kembali melanjutkan pendidikannya.
Hampir seluruh mahasiswa dan pelajar yang eksodus kembali ke Mimika itu biaya pendidikannya ditanggung penuh oleh LPMAK. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan pendidikan dari Pemkab Mimika.
Kapolsek Kuala Kencana Iptu Hary Katang di Timika, Jumat, mengatakan tiga pendemo tersebut diamankan lantaran tidak mengantongi izin dan hendak membuat keributan di Kantor Bupati Mimika yang beralamat di Kelurahan Karang Senang SP3, Distrik Kuala Kencana, Timika.
"Ada tiga orang yang kami amankan sebagai koordinator untuk meminta klarifikasi terkait aksi mereka ini. Dari informasi yang kami terima, ini bukan lagi murni mahasiswa dan pelajar. Ada orang lain yang bukan mahasiswa dan pelajar ikut-ikutan dalam kegiatan itu," ungkap Hary.
Hary menuturkan bahwa demonstrasi yang diikuti lebih dari 50-an orang tersebut sama sekali tidak mengantongi izin dari pihak kepolisian.
Para pendemo membawa sejumlah spanduk dan poster, antara lain bertuliskan "Kami pelajar dan mahasiswa eksodus Kabupaten Mimika datang untuk bertemu tim sosialisasi Kabupaten Mimika". Spanduk lainnya bertuliskan "Pemerintah Kabupaten Mimika jangan mematikan masa depan kami generasi muda Papua".
Begitu tiba di Kantor Bupati Mimika, para pendemo mendesak untuk dipertemukan dengan Bupati Mimika Eltinus Omaleng atau Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob.
Namun, saat itu Bupati Omaleng sedang berada di luar daerah, sementara Wabup Johannes Rettob sedang memimpin rapat kerja Panitia Pesta Paduan Suara Gerejawi/Pesparawi XIII se-Papua.
Lantaran itulah, para pendemo rencananya hendak diterima oleh Asisten I Setda Mimika Demianus Katiop.
"Pak Asisten I sempat menemui mereka, tapi anak-anak ini tetap bersikeras untuk diterima oleh bupati atau wakil bupati. Mereka ribut-ribut sehingga kami mengambil alih untuk mengamankan situasi. Apalagi mereka tidak punya izin untuk menggelar demonstrasi sehingga kami menganjurkan untuk membubarkan diri," ujar Hary.
Hary mengatakan para pendemo tersebut merupakan mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Mimika yang beberapa waktu lalu eksodus dari berbagai kota studi di Pulau Jawa dan Sulawesi.
Pascakasus rasialis yang menimpa sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang pada bulan Agustus 2019, sekitar 300-an mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Mimika memilih kembali ke Timika.
Hingga kini mereka belum kembali ke kota studinya meski Pemkab Mimika bersama Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro/LPMAK sudah menganjurkan mereka untuk segera kembali ke kota studi untuk melanjutkan perkuliahan dan sekolahnya.
Beberapa waktu lalu, Wabup Mimika Johannes Rettob bersama Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang secara khusus mendatangi beberapa kota studi seperti Semarang, Surabaya, Jakarta, Bandung dan Manado untuk menggelar pertemuan dengan para mahasiswa dan pelajar yang sedang menempuh pendidikan di kota-kota itu agar mereka tidak eksodus ke Papua.
Bersamaan dengan itu, Pemkab Mimika juga menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah dan Wali Kota Semarang, Wagub Jawa Timur dan Wali Kota Surabaya, Pemprov Jawa Barat, Pemprov Sulawesi Utara bersama pimpinan sejumlah lembaga Perguruan Tinggi dan sekolah yang menampung dan tengah mendidik mahasiswa dan pelajar asal Mimika.
Seluruh Pemda dan lembaga PT di berbagai kota studi itu menyatakan akan membantu menerima kembali para mahasiswa dan pelajar Mimika yang eksodus kembali ke Papua dengan syarat mereka ingin kembali melanjutkan pendidikannya.
Hampir seluruh mahasiswa dan pelajar yang eksodus kembali ke Mimika itu biaya pendidikannya ditanggung penuh oleh LPMAK. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan pendidikan dari Pemkab Mimika.