Jakarta (ANTARA) - Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD dan DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (MPR RI for Papua) Yorrys Raweyai menilai tidak etis pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menyebut "sampah" terkait dengan data korban pelanggaran HAM di Papua.
"Mahfud MD sebagai menteri, pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
Yorrys mengatakan bahwa pernyataan Mahfud yang menyebut data korban yang dirilis Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua sebagai "sampah" menunjukkan keengganan pemerintah untuk membuka keran komunikasi dengan semua pihak untuk menyelesaikan masalah Papua.
Menurut dia, informasi tersebut bukan kabar baru, paling tidak menunjukkan terdapat persoalan akut dan krusial tentang Papua yang selama ini mengendap dan membutuhkan respons arif, bijaksana, serta komprehensif dari pemerintah.
"Informasi itu seharusnya diterima sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyikapi kompleksitas persoalan di Papua yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu," ujarnya.
Wakil rakyat asal Provinsi Papua itu menilai Papua sedang membutuhkan ruang dialogis untuk menyuarakan aspirasi sehingga pemerintah perlu membuka mata dan telinga daripada menyimpulkan sendiri secara sepihak atas kegelisahan yang berkembang saat ini.
Yorrys menjelaskan bahwa MPR for Papua sudah menginventarisasi persoalan di Papua dan membuat konsep bagaimana menyelesaikan persoalan di Papua dalam konteks NKRI pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.
"Namun, ada kasus yang mencuat dan mengemuka, terutama di Nduga, yang menjadi polemik di internasional, apalagi kasus Mispo Gwijangge menjadi keprihatinan," katanya.
Tokoh Papua Diaz Gwijangge mengatakan bahwa Mahfud MD seorang intelektual dan akademisi yang hebat mengerti tentang hukum serta birokrasi pemerintahan maka dia tidak layak menyampaikan hal itu.
Ia menyayangkan sikap Mahfud tersebut karena sangat menyakitkan hati dan orang Papua.
"Hati orang Papua dan semua tumpukan-tumpukan, seperti dia bilang sampah, semua ini yang ini suatu saat kami bongkar nanti akan jadi negara ini seperti apa, akumulasi, diskriminasi ini sudah begitu banyak dan juga ini rasial sekali yang dia sampaikan," ujarnya.
Yorrys menilai langkah pemerintah itu terlihat tidak punya niat untuk mengurus orang Papua.
"Mahfud MD sebagai menteri, pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
Yorrys mengatakan bahwa pernyataan Mahfud yang menyebut data korban yang dirilis Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua sebagai "sampah" menunjukkan keengganan pemerintah untuk membuka keran komunikasi dengan semua pihak untuk menyelesaikan masalah Papua.
Menurut dia, informasi tersebut bukan kabar baru, paling tidak menunjukkan terdapat persoalan akut dan krusial tentang Papua yang selama ini mengendap dan membutuhkan respons arif, bijaksana, serta komprehensif dari pemerintah.
"Informasi itu seharusnya diterima sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyikapi kompleksitas persoalan di Papua yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu," ujarnya.
Wakil rakyat asal Provinsi Papua itu menilai Papua sedang membutuhkan ruang dialogis untuk menyuarakan aspirasi sehingga pemerintah perlu membuka mata dan telinga daripada menyimpulkan sendiri secara sepihak atas kegelisahan yang berkembang saat ini.
Yorrys menjelaskan bahwa MPR for Papua sudah menginventarisasi persoalan di Papua dan membuat konsep bagaimana menyelesaikan persoalan di Papua dalam konteks NKRI pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.
"Namun, ada kasus yang mencuat dan mengemuka, terutama di Nduga, yang menjadi polemik di internasional, apalagi kasus Mispo Gwijangge menjadi keprihatinan," katanya.
Tokoh Papua Diaz Gwijangge mengatakan bahwa Mahfud MD seorang intelektual dan akademisi yang hebat mengerti tentang hukum serta birokrasi pemerintahan maka dia tidak layak menyampaikan hal itu.
Ia menyayangkan sikap Mahfud tersebut karena sangat menyakitkan hati dan orang Papua.
"Hati orang Papua dan semua tumpukan-tumpukan, seperti dia bilang sampah, semua ini yang ini suatu saat kami bongkar nanti akan jadi negara ini seperti apa, akumulasi, diskriminasi ini sudah begitu banyak dan juga ini rasial sekali yang dia sampaikan," ujarnya.
Yorrys menilai langkah pemerintah itu terlihat tidak punya niat untuk mengurus orang Papua.