Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan Program Organisasi Penggerak (POP) dapat menjangkau sekitar 5.000 sekolah dan 50.000 guru pada fase pertama tahun 2020 sampai dengan 2022.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan organisasi penggerak yang memiliki ide bagus dan sudah dijalankan, bahkan memiliki hasil yang baik dapat mengikuti program tersebut.
"Mereka (organisasi penggerak) akan kita bantu dengan pendanaan, melalui seleksi yang transparan dan fair untuk mentransformasi siswa atau sekolah menjadi sekolah penggerak," ujar Mendikbud dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Sekolah-sekolah penggerak akan tumbuh dan berkembang di masing-masing wilayah di Indonesia serta menjadi inspirasi untuk sekolah-sekolah lain.
Terdapat tiga kategori dalam penerapan POP, yaitu Kategori Gajah, Kategori Macan, dan Kategori Kijang. Mekanisme seleksi pertama, akan mempertimbangkan kriteria yang dipilih organisasi beserta bukti pendukungnya.
"Dalam juknis dijelaskan, POP yang diberikan selengkap-lengkapnya menginformasikan apa yang sudah dikerjakan tahun sebelumnya, terdiri dari video, foto, dan hasil kajian yang sudah dilakukan yang menunjukkan dampak programnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa,” terang dia.
Kemendikbud akan melakukan pengawasan dan evaluasi secara periodik untuk melihat sejauh mana hasil yang dicapai oleh organisasi dalam meningkatkan pembelajaran siswa.
“Secara berkala akan diseleksi, dan bagi yang tidak memenuhi target tidak akan lagi diikutkan dalam program. Jika dalam kurun waktu tertentu tidak menunjukkan hasil (yang baik) maka pendanaannya akan di stop. Ini proses yang organik dan dinamis,” kata Menteri Nadiem.
Mekanisme pengawasan akan dilakukan tim evaluasi yang akan mengkaji sisi administrasi dan substansinya.
Praktisi Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Itje Chodijah, menyambut baik program itu.
Itje berharap Kemendikbud dapat mengontrol keberlangsungan program itu agar tidak hanya berkualitas, tetapi juga tepat sasaran sesuai kebutuhannya.
“Kementerian harus punya alat untuk memonitor sekolah-sekolah mana saja yang sudah dapat supaya bantuannya diberikan kepada yang kurang," kata Itje.**
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan organisasi penggerak yang memiliki ide bagus dan sudah dijalankan, bahkan memiliki hasil yang baik dapat mengikuti program tersebut.
"Mereka (organisasi penggerak) akan kita bantu dengan pendanaan, melalui seleksi yang transparan dan fair untuk mentransformasi siswa atau sekolah menjadi sekolah penggerak," ujar Mendikbud dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Sekolah-sekolah penggerak akan tumbuh dan berkembang di masing-masing wilayah di Indonesia serta menjadi inspirasi untuk sekolah-sekolah lain.
Terdapat tiga kategori dalam penerapan POP, yaitu Kategori Gajah, Kategori Macan, dan Kategori Kijang. Mekanisme seleksi pertama, akan mempertimbangkan kriteria yang dipilih organisasi beserta bukti pendukungnya.
"Dalam juknis dijelaskan, POP yang diberikan selengkap-lengkapnya menginformasikan apa yang sudah dikerjakan tahun sebelumnya, terdiri dari video, foto, dan hasil kajian yang sudah dilakukan yang menunjukkan dampak programnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa,” terang dia.
Kemendikbud akan melakukan pengawasan dan evaluasi secara periodik untuk melihat sejauh mana hasil yang dicapai oleh organisasi dalam meningkatkan pembelajaran siswa.
“Secara berkala akan diseleksi, dan bagi yang tidak memenuhi target tidak akan lagi diikutkan dalam program. Jika dalam kurun waktu tertentu tidak menunjukkan hasil (yang baik) maka pendanaannya akan di stop. Ini proses yang organik dan dinamis,” kata Menteri Nadiem.
Mekanisme pengawasan akan dilakukan tim evaluasi yang akan mengkaji sisi administrasi dan substansinya.
Praktisi Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Itje Chodijah, menyambut baik program itu.
Itje berharap Kemendikbud dapat mengontrol keberlangsungan program itu agar tidak hanya berkualitas, tetapi juga tepat sasaran sesuai kebutuhannya.
“Kementerian harus punya alat untuk memonitor sekolah-sekolah mana saja yang sudah dapat supaya bantuannya diberikan kepada yang kurang," kata Itje.**