Wamena (ANTARA) - Relawan COVID-19 di wilayah adat Lapago yang membawahi sejumlah kabupaten di Pegunungan Tengah Provinsi Papua mengaku sangat senang keterlibatannya sebab bisa membantu pemerintah menekan penyebaran wabah corona.
Ketua Relawan COVID-19 Wilayah Lapago Isak Wetipo di Wamena, Senin, mengatakan pandemi corona mengancam kehidupan warga namun dengan sosialisasi terus menerus dari relawan maupun pemerintah akhirnya sejumlah kabupaten tidak ditemukan virus tersebut.
Isak mengatakan, salah satu upaya pencegahan yang disampaikan kepada pemerintah lalu sempat menjadi pro kontra adalah penerapan lockdown penerbangan maupun akses jalan darat. Namun pada akhirnya usulan itu disepakati untuk diterapkan.
"Kita minta pemerintah lockdown penerbangan, pertama memang pro dan kontra Jakarta dengan daerah tetapi lama-lama mereka sadar bahwal hal ini benar makanya Jakarta mendukung lockdown. Dan hari ini saya merasa bahwa di Lapago kita sudah berhasil mengalahkan penyakit tersebut. Jadi secara pribadi saya senang," katanya.
Isak yang merupakan putra asli Papua ini mengaku terdorong ikut mencegah penyebaran corona di masyarakat karena virus ini mengancam keselamatan orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar.
"Saya tertarik untuk terlibat relawan karena melihat dinamika global dunia, nasional sampai daerah, kita lihat pandemi COVID-19 mengancam semua warga, tidak memandang bulu, jadi saya tertarik mendukung pencegahan," katanya.
Selain memberikan masukan kepada pemerintah terkait pencegahan corona, lanjut Isak,peran relawan yang turun ke masyarakat tidak hanya memberikan sosialisasi, sebab mereka juga mengajak masyarakat kembali berkebun, dan usahanya telah memberikan hasil.
"Kami ajak masyarakat kembali ke kebun, bikin kolam ikan, beternak dan kami lihat masyarakat di Lapago sadar dan mereka bekerja penuh di kampung masing-masing. Sekarang mereka buka lahan perkebunan besar-besar," katanya.
Menurut dia, ajakan pembatasan sosial, menjaga jarak sangat bertentangan dengan budaya masyarakat Papua, khususnya di wilayah pegunungan Papua yang sudah terbiasa bersalaman, berpelukan ketika bertemu keluarga ataupun sahabat.
"Di gunung ini kan tidak bisa kasih salaman saja, harus kasi pelukan. Tetapi karena dukungan masyarakat, orang-orang tua, kita sama-sama berhasil melawan penyakit tersebut," katanya.
Kendala lain yang dihadapi relawan pada saat sosialisasi adalah ketika bertemu orang-orang tua di daerah pinggiran kota yang tidak begitu fasih berbahasa Indonesia.
Ia mencontohkan kegiatan sosialisasi di daerah perbatasan antarkabupaten harus dengan bahasa daerah sesuai kabupaten masing-masing.
"Kita sosialisasi menggunakan bahasa ibu. Pada sosialisasi kami juga putar video terkait bahaya corona. Kami berikan contoh bahwa corona lebih berbahaya dari AIDS, sebab waktu AIDS itu pemerintah maupun gereja tidak pernah tutup. Tetapi corona ini semua tutup, dan Puji Tuhan masyarakat bisa dengar," katanya.
Untuk pencegahan masuknya wabah corona ke sejumlah kabupaten di Lapago, dibangun 10 posko relawan antarkabupaten dan relawan masing-masing kabupaten biasa berkoodinasi, membuat jadwal untuk turun melakukan sosialisasi di daerah perbatasan.
"Di relawan juga ada OKP yang tergabung, misalnya GMKI, MI, Humi Inane maupun WVI, jadi kita kerja gotong royong. Kita bagi turun ke distrik-distrik terus turun ke perbatasan kabupaten," katanya.
Ia mengaku selama ini pemerintah daerah memberikan dukungan serius kepada relawan Lapago sehingga mereka bisa membantu kegiatan pencegahan.
"Dukungan pemerintah luar biasa, Ketua Asosiasi Bupati Se-Pegunungan Tengah Befa, Bupati Jhon Banua, Bupati Puncak, jadi komunikasi kami aktif,masih jalan," katanya.
Beberapa kabupaten di wilayah pegunungan tengah Papua yang tidak ditemukan pasien COVID-19 berdasarkan data Pemerintah Provinsi Papua per tanggal 13 Juni adalah Lanny Jaya, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Nduga maupun Kabupaten Puncak Jaya.
Ketua Relawan COVID-19 Wilayah Lapago Isak Wetipo di Wamena, Senin, mengatakan pandemi corona mengancam kehidupan warga namun dengan sosialisasi terus menerus dari relawan maupun pemerintah akhirnya sejumlah kabupaten tidak ditemukan virus tersebut.
Isak mengatakan, salah satu upaya pencegahan yang disampaikan kepada pemerintah lalu sempat menjadi pro kontra adalah penerapan lockdown penerbangan maupun akses jalan darat. Namun pada akhirnya usulan itu disepakati untuk diterapkan.
"Kita minta pemerintah lockdown penerbangan, pertama memang pro dan kontra Jakarta dengan daerah tetapi lama-lama mereka sadar bahwal hal ini benar makanya Jakarta mendukung lockdown. Dan hari ini saya merasa bahwa di Lapago kita sudah berhasil mengalahkan penyakit tersebut. Jadi secara pribadi saya senang," katanya.
Isak yang merupakan putra asli Papua ini mengaku terdorong ikut mencegah penyebaran corona di masyarakat karena virus ini mengancam keselamatan orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar.
"Saya tertarik untuk terlibat relawan karena melihat dinamika global dunia, nasional sampai daerah, kita lihat pandemi COVID-19 mengancam semua warga, tidak memandang bulu, jadi saya tertarik mendukung pencegahan," katanya.
Selain memberikan masukan kepada pemerintah terkait pencegahan corona, lanjut Isak,peran relawan yang turun ke masyarakat tidak hanya memberikan sosialisasi, sebab mereka juga mengajak masyarakat kembali berkebun, dan usahanya telah memberikan hasil.
"Kami ajak masyarakat kembali ke kebun, bikin kolam ikan, beternak dan kami lihat masyarakat di Lapago sadar dan mereka bekerja penuh di kampung masing-masing. Sekarang mereka buka lahan perkebunan besar-besar," katanya.
Menurut dia, ajakan pembatasan sosial, menjaga jarak sangat bertentangan dengan budaya masyarakat Papua, khususnya di wilayah pegunungan Papua yang sudah terbiasa bersalaman, berpelukan ketika bertemu keluarga ataupun sahabat.
"Di gunung ini kan tidak bisa kasih salaman saja, harus kasi pelukan. Tetapi karena dukungan masyarakat, orang-orang tua, kita sama-sama berhasil melawan penyakit tersebut," katanya.
Kendala lain yang dihadapi relawan pada saat sosialisasi adalah ketika bertemu orang-orang tua di daerah pinggiran kota yang tidak begitu fasih berbahasa Indonesia.
Ia mencontohkan kegiatan sosialisasi di daerah perbatasan antarkabupaten harus dengan bahasa daerah sesuai kabupaten masing-masing.
"Kita sosialisasi menggunakan bahasa ibu. Pada sosialisasi kami juga putar video terkait bahaya corona. Kami berikan contoh bahwa corona lebih berbahaya dari AIDS, sebab waktu AIDS itu pemerintah maupun gereja tidak pernah tutup. Tetapi corona ini semua tutup, dan Puji Tuhan masyarakat bisa dengar," katanya.
Untuk pencegahan masuknya wabah corona ke sejumlah kabupaten di Lapago, dibangun 10 posko relawan antarkabupaten dan relawan masing-masing kabupaten biasa berkoodinasi, membuat jadwal untuk turun melakukan sosialisasi di daerah perbatasan.
"Di relawan juga ada OKP yang tergabung, misalnya GMKI, MI, Humi Inane maupun WVI, jadi kita kerja gotong royong. Kita bagi turun ke distrik-distrik terus turun ke perbatasan kabupaten," katanya.
Ia mengaku selama ini pemerintah daerah memberikan dukungan serius kepada relawan Lapago sehingga mereka bisa membantu kegiatan pencegahan.
"Dukungan pemerintah luar biasa, Ketua Asosiasi Bupati Se-Pegunungan Tengah Befa, Bupati Jhon Banua, Bupati Puncak, jadi komunikasi kami aktif,masih jalan," katanya.
Beberapa kabupaten di wilayah pegunungan tengah Papua yang tidak ditemukan pasien COVID-19 berdasarkan data Pemerintah Provinsi Papua per tanggal 13 Juni adalah Lanny Jaya, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Nduga maupun Kabupaten Puncak Jaya.