Makassar (ANTARA) - Universitas Hasanuddin menggelar tes cepat massal untuk melakukan pra-deteksi dini COVID-19 yang dilakukan selama dua hari, yaitu tanggal 16 dan 17 Juni 2020 di 6 titik di lingkungan Kampus Unhas.
Kebijakan rapid test ini merupakan instruksi rektor kepada Tim Satgas COVID-19 Unhas, dengan tujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam penanganan dan pencegahan penyebaran COVID-19.
“Jika kita mengetahui bahwa ada orang yang mempunyai gejala, maka kita bisa mengambil tindakan memutus rantai sebaran. Jangan takut dan jangan khawatir dengan berita-berita hoaks," kata Ketua Tim Satgas COVID-19 Unhas, yang juga merupakan Dekan FK Unhas, Prof dr Budu SpM(K) M MedEd PhD di Makassar, Rabu.
Pada 6 Juni 2020, sebanyak 4 pegawai Unhas (3 orang dari Fakultas Kedokteran dan 1 orang dari Fakultas MIPA) ditemukan positif mengidap COVID-19.
Setelah dilakukan isolasi dan penanganan, keempat orang tersebut telah membaik. Tes swab lanjutan terhadap keempatnya dinyatakan telah negatif dari COVID-19.
Ia menjelaskan, rapid test yang dilakukan selama dua hari memperoleh dukungan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan langkah yang penting dalam menghentikan penyebaran COVID-19.
"COVID-19 ini memang menyebar, tapi dapat disembuhkan. Buktinya, 4 orang pegawai kami yang kita ketahui positif COVID-19, sekarang sudah sembuh. Mereka melakukan isolasi mandiri, dan dirawat dengan baik,” kata Prof Budu.
Untuk keperluan tes massal ini, Unhas meminta sebanyak 1.870 alat rapid test kepada Dinas Kesehatan. Namun dalam kenyataannya, antusiasme pegawai Unhas sangat tinggi. Siang hari ini (Rabu, 17/6) test masih berlangsung, namun diperkirakan jumlah alat rapid test tidak mencukupi.
Sekretaris Universitas Hasanuddin, Prof Dr Nasaruddin Salam MT, menjelaskan bahwa seluruh pegawai diminta untuk melakukan rapid test.
Pada awalnya, kata dia, banyak yang khawatir dan tidak mau, karena terpengaruh dengan isu-isu dan berita yang beredar di masyarakat.
“Namun berkat pendekatan yang kami lakukan, antusiasme justru meningkat. Tadi saya mendapat laporan bahwa ada kemungkinan jumlah alat rapid test ini tidak mencukupi," ujarnya.
"Nanti kita akan lihat bagaimana mengatasinya, apakah diadakan lagi tambahan atau bagaimana. Yang penting, pegawai Unhas ini memberi contoh kepada masyarakat, jangan takut dan jangan menolak Rapid Test,” lanjut Prof Nasaruddin.
Rapid test massal di Unhas berlangsung pada 6 titik, yaitu di Rektorat Unhas, Fakultas Teknik di Gowa, Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Pegawai pada fakultas lain mengikuti Rapid Test pada fakultas terdekat. Misalnya, lokasi test di Fakultas Hukum itu diikuti oleh pegawai dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Dari hasil pelaksanaan tes massal sampai saat ini, ditemukan sebanyak 17 orang yang reaktif.
Prof Budu menjelaskan sesuai protokol kepada mereka yang reaktif perlu ada tindakan pencegahan penyebaran. Dirinya segera berkoordinasi dengan pimpinan Unhas untuk langkah selanjutnya.
“Kita ketahui, kalau reaktif itu belum tentu positif. Bisa jadi mereka reaktif karena ada imun lain yang terbentuk. Tapi yang terpenting adalah mereka segera melakukan isolasi mandiri, dan kita sedang mempersiapkan untuk melakukan tes swab yang lebih presisi. Kita siapkan Rumah Sakit Unhas untuk menangani mereka,” kata Prof Budu menjelaskan.
Sementara itu, pimpinan Unhas juga mengambil kebijakan dengan segera mengatur ulang jadwal kerja pegawai. Rektor Unhas mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12144/UN4.1/KP.00.04/2020, yang mengatur sistem kerja tenaga kependidikan untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Dalam surat edaran ini, Unhas melakukan penyesuaian, dimana pegawai pada masing-masing unit kerja dibatasi. Setiap hari, hanya 50% atau setengahnya saja yang masuk kantor. Pimpinan unit diminta mengatur jadwal kerja pegawai, sehari kerja dari kantor dan sehari kerja dari rumah, secara berselang-seling.
Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA mengatakan bahwa Unhas ingin menjadi contoh pencegahan dan penghentian COVID-19. Dengan melakukan test massal, Unhas bisa melakukan identifikasi awal potensi penularan. Setelah itu, langkah-langkah penanganan bisa dilakukan secara terukur.
“Masyarakat jangan takut rapid test. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan. COVID-19 ini memang belum ada vaksinnya, tapi kalau terpapar bisa disembuhkan. Kami sudah banyak contoh,” kata Prof. Dwia.
Kebijakan rapid test ini merupakan instruksi rektor kepada Tim Satgas COVID-19 Unhas, dengan tujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam penanganan dan pencegahan penyebaran COVID-19.
“Jika kita mengetahui bahwa ada orang yang mempunyai gejala, maka kita bisa mengambil tindakan memutus rantai sebaran. Jangan takut dan jangan khawatir dengan berita-berita hoaks," kata Ketua Tim Satgas COVID-19 Unhas, yang juga merupakan Dekan FK Unhas, Prof dr Budu SpM(K) M MedEd PhD di Makassar, Rabu.
Pada 6 Juni 2020, sebanyak 4 pegawai Unhas (3 orang dari Fakultas Kedokteran dan 1 orang dari Fakultas MIPA) ditemukan positif mengidap COVID-19.
Setelah dilakukan isolasi dan penanganan, keempat orang tersebut telah membaik. Tes swab lanjutan terhadap keempatnya dinyatakan telah negatif dari COVID-19.
Ia menjelaskan, rapid test yang dilakukan selama dua hari memperoleh dukungan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan langkah yang penting dalam menghentikan penyebaran COVID-19.
"COVID-19 ini memang menyebar, tapi dapat disembuhkan. Buktinya, 4 orang pegawai kami yang kita ketahui positif COVID-19, sekarang sudah sembuh. Mereka melakukan isolasi mandiri, dan dirawat dengan baik,” kata Prof Budu.
Untuk keperluan tes massal ini, Unhas meminta sebanyak 1.870 alat rapid test kepada Dinas Kesehatan. Namun dalam kenyataannya, antusiasme pegawai Unhas sangat tinggi. Siang hari ini (Rabu, 17/6) test masih berlangsung, namun diperkirakan jumlah alat rapid test tidak mencukupi.
Sekretaris Universitas Hasanuddin, Prof Dr Nasaruddin Salam MT, menjelaskan bahwa seluruh pegawai diminta untuk melakukan rapid test.
Pada awalnya, kata dia, banyak yang khawatir dan tidak mau, karena terpengaruh dengan isu-isu dan berita yang beredar di masyarakat.
“Namun berkat pendekatan yang kami lakukan, antusiasme justru meningkat. Tadi saya mendapat laporan bahwa ada kemungkinan jumlah alat rapid test ini tidak mencukupi," ujarnya.
"Nanti kita akan lihat bagaimana mengatasinya, apakah diadakan lagi tambahan atau bagaimana. Yang penting, pegawai Unhas ini memberi contoh kepada masyarakat, jangan takut dan jangan menolak Rapid Test,” lanjut Prof Nasaruddin.
Rapid test massal di Unhas berlangsung pada 6 titik, yaitu di Rektorat Unhas, Fakultas Teknik di Gowa, Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Pegawai pada fakultas lain mengikuti Rapid Test pada fakultas terdekat. Misalnya, lokasi test di Fakultas Hukum itu diikuti oleh pegawai dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Dari hasil pelaksanaan tes massal sampai saat ini, ditemukan sebanyak 17 orang yang reaktif.
Prof Budu menjelaskan sesuai protokol kepada mereka yang reaktif perlu ada tindakan pencegahan penyebaran. Dirinya segera berkoordinasi dengan pimpinan Unhas untuk langkah selanjutnya.
“Kita ketahui, kalau reaktif itu belum tentu positif. Bisa jadi mereka reaktif karena ada imun lain yang terbentuk. Tapi yang terpenting adalah mereka segera melakukan isolasi mandiri, dan kita sedang mempersiapkan untuk melakukan tes swab yang lebih presisi. Kita siapkan Rumah Sakit Unhas untuk menangani mereka,” kata Prof Budu menjelaskan.
Sementara itu, pimpinan Unhas juga mengambil kebijakan dengan segera mengatur ulang jadwal kerja pegawai. Rektor Unhas mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12144/UN4.1/KP.00.04/2020, yang mengatur sistem kerja tenaga kependidikan untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Dalam surat edaran ini, Unhas melakukan penyesuaian, dimana pegawai pada masing-masing unit kerja dibatasi. Setiap hari, hanya 50% atau setengahnya saja yang masuk kantor. Pimpinan unit diminta mengatur jadwal kerja pegawai, sehari kerja dari kantor dan sehari kerja dari rumah, secara berselang-seling.
Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA mengatakan bahwa Unhas ingin menjadi contoh pencegahan dan penghentian COVID-19. Dengan melakukan test massal, Unhas bisa melakukan identifikasi awal potensi penularan. Setelah itu, langkah-langkah penanganan bisa dilakukan secara terukur.
“Masyarakat jangan takut rapid test. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan. COVID-19 ini memang belum ada vaksinnya, tapi kalau terpapar bisa disembuhkan. Kami sudah banyak contoh,” kata Prof. Dwia.