Makassar (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan, Andi Lukman Irwan menilai Partai Golkar terlihat masih gamang menentukan arah politiknya di Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, pada 9 Desember 2020.

"Golkar harus mencari figur dengan jejaring serta memiliki dukungan elektabilitas yang kuat apabila nanti ditinggalkan bakal calon usungannya, Moh Ramdhan Pamanto yang diisukan berpaling memilih pasangan lain di luar Golkar," ungkap Lukman saat diminta tanggapannya soal konstalasi politik pilkada kepada wartawan, Sabtu.

Dari isu yang berkembang, mantan Wali Kota Makassar disapa akrab Danny Pomanto ini diisukan akan berpasangan dengan Fatmawati Rusdi diketahui istri Ketua NasDem Sulsel Rusdi Masse Mapassu sebagai wakilnya, dan akan meninggalkan Andi Zunnun Nurdin Halid.

Menurut dia, konteks antara Moh Ramdhan Pomanto dengan Golkar yang sudah memberikan surat tugas kepadanya beberapa waktu lalu, meski secara tidak langsung isu pindah pasangan yang sebelumnya dipasangkan dengan Andi Zunnun Nurdin Halid, menciptakan keretakan secara sepihak.

"Dalam konteks ini Partai Golkar harus mencari figur lain dengan elektabilitas yang dianggap memiliki peluang menang dibanding figur internal partai Golkar sendiri," ucap Lukman menyarankan.

Salah satu yang dianggap bisa menyaingi figur Danny Pomanto, adalah Syamsu Rizal yang juga maju menjadi bakal calon sekaligus kader partai Golkar. Kendati kedua figur ini pernah berpasangan menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar priode 2014-2018 lalu, dibandingkan dengan Andi Zunnun yang baru meniti karir di politik.

"Secara logis pilihan politik golkar tidak memaksakan figur dari pada Zunnun. Karena kemungkinan bagi pak Danny Pomanto itu bagian titik lemah saat menggandeng Zunnun," beber dia.

Ia melihat bila Zunnun dipaksakan menjadi satu-satunya figur dari Golkar untuk maju bertarung, apalagi kondisi saat ini di masa pandemi Coronavirus Disease (COVID-19), maka elektabilitasnya akan semakin merosot. Ditambah sosialisasi di tingkat bawah juga sangat terbatas.

Pilihan rasionalnya, kata dia, Partai Golkar, tidak mematok hanya satu figur, tapi mencari figur lain yang bisa setara dengan Moh Ramdhan Pomanto maupun Syamsu Rizal. Soal figur lain yang mengemuka yakni Irman Yasin Limpo, bisa menjadi pilihan alternatif dipasangkan dengan Zunnun, tetapi itu tergantung keputusan Irman.

"Apabila Golkar berusaha memaketkan atau menawarkan Zunnun dengan Irman, pasti dia juga punya hitung-hitungan. Kalau dari sisi dukungan partai, ok. Tapi disisi lain misalnya elektabilitas (Zunnun) juga menjadi pertimbangan politik Irman untuk berpasangan," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPD Golkar Sulsel Nurdin Halid menegaskan, untuk penetapan calon sudah ada mekanisme yang mengatur. Jadi penentuan seluruh Bakal Calon yang akan maju termasuk Kota Makassar, telah diatur dalam sistem partai.

"Kalau Partai Golkar dalam penetapan calon sudah ada aturan dan mekanismenya. Dan diterapkan aturan tersebut dengan sangat ketat, dengan prinsip obyektif dan subyektif," katanya menegaskan.

Masih berkaitan Pilkada serentak di Sulsel, soal video Erwin Aksa yang viral menyebut Golkar akan berkoalisi dengan Partai Demokrat pada Pilkada serentak di Sulsel termasuk Makassar, kata dia, itu hanya bercanda.

"Itu pernyataan biasa saja, kalau saya melihatnya hanya candaan politik. Semoga bisa serius, tapi tergantung daerah masing," tambah Ketua Dewan Koperasi Indonesia itu.

Sebelumnya, Moh Ramdhan Pomanto mengemukakan soal pasangannya itu menyatakan, belum ada yang pasti, sebab saat ini dirinya fokus untuk menjalin koalisi dengan partai lain, sebab enam kursi NasDem di DPRD Makasar belum mencukupi sebab minimal mendapat 10 kursi sebagai syarat dari KPU setempat untuk ditetapkan sebagai kontestan.
 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024