Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menegaskan defisit anggaran dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2021 yang mencapai 5,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) akan dikelola secara hati-hati.
"Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati. Pembiayaan dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga pemerintah secara konsisten," kata Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR-RI Tahun Sidang 2020 - 2021, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat.
Pada masa transisi RAPBN tahun 2021 dengan rencana pendapatan negara Rp1.776,4 triliun dan belanja negara Rp2.747,5 triliun, maka defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp971,2 triliun atau setara 5,5 persen dari PDB.
Presiden menuturkan, pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter, dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah.
Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal, lanjut Presiden, juga dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali.
"Pemerintah terus meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur pasar Surat Berharga Negara (SBN), diversifikasi, dan mendorong penerbitan obligasi atau sukuk daerah," ujar Presiden.
Pembiayaan investasi juga akan dilakukan pemerintah di 2021 dengan anggaran sekitar Rp169,1 triliun. Pendanaan tersebut direncanakan akan digunakan untuk pertama, pembiayaan pendidikan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antar-generasi. Kedua, untuk pemberdayaan UMKM dan UMi guna mengakselerasi pengentasan kemiskinan.
Ketiga, pendanaan tersebut untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana transportasi, permukiman, serta ketahanan energi. Keempat, untuk mendorong program ekspor nasional melalui penguatan daya saing barang dan jasa dalam negeri di pasar internasional.
"Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati. Pembiayaan dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga pemerintah secara konsisten," kata Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR-RI Tahun Sidang 2020 - 2021, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat.
Pada masa transisi RAPBN tahun 2021 dengan rencana pendapatan negara Rp1.776,4 triliun dan belanja negara Rp2.747,5 triliun, maka defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp971,2 triliun atau setara 5,5 persen dari PDB.
Presiden menuturkan, pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter, dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah.
Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal, lanjut Presiden, juga dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali.
"Pemerintah terus meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur pasar Surat Berharga Negara (SBN), diversifikasi, dan mendorong penerbitan obligasi atau sukuk daerah," ujar Presiden.
Pembiayaan investasi juga akan dilakukan pemerintah di 2021 dengan anggaran sekitar Rp169,1 triliun. Pendanaan tersebut direncanakan akan digunakan untuk pertama, pembiayaan pendidikan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antar-generasi. Kedua, untuk pemberdayaan UMKM dan UMi guna mengakselerasi pengentasan kemiskinan.
Ketiga, pendanaan tersebut untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana transportasi, permukiman, serta ketahanan energi. Keempat, untuk mendorong program ekspor nasional melalui penguatan daya saing barang dan jasa dalam negeri di pasar internasional.