Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani di Kabupaten Intan Jaya, Papua, tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari rentetan peristiwa lain yang terjadi sebelumnya.
"Terkait dengan peristiwa kematian Pendeta Yeremia, Komnas HAM menemukan fakta bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers daring, Sabtu.
Sebanyak 18 kasus yang terjadi di Intan Jaya dikatakannya melengkapi kasus kematian Pendeta Yeremia dilihat dari lokasi kejadian yang sama serta adanya persoalan serius dalam waktu cukup pendek.
Dari tinjauan ke lokasi, olah tempat kejadian perkara (TKP) dan permintaan keterangan saksi-saksi dan para pihak, Komnas HAM mendapatkan berbagai keterangan, bukti dan informasi pendukung semakin terangnya peristiwa tersebut.
Choirul Anam menuturkan bukti yang didapat antara lain berupa lubang peluru berbagai ukuran yang ada di lokasi penembakan.
"Komnas HAM akan mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua dan Papua Barat Frits Bernard Ramandey mengatakan pola dan karakter rentetan kasus terkait kematian Pendeta Yeremia sama.
"Kalau kita lihat pola dan karakter kasus sama persis karena semua itu berujung pada kekerasan dan ada korban meninggal dunia baik di warga sipil mau pun aparat TNI-Polri," ucap Frits.
Ia mengatakan kasus itu membawa harapan besar dari masyarakat agar dapat terungkap dan terang benderang agar kondisi di daerah tersebut pulih kembali.
Sebelumnya, dua orang anggota TNI, satu warga sipil, dan Pendeta Yeremia Zanambani meninggal dunia setelah ditembak oleh anggota KKSB di Hitadipa, Papua. TNI menyebut tindakan KKSB itu untuk mencari perhatian menjelang sidang utama PBB.
Kemudian Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengungkap peristiwa kekerasan dan penembakan yang menyebabkan empat orang tewas di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
"Terkait dengan peristiwa kematian Pendeta Yeremia, Komnas HAM menemukan fakta bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers daring, Sabtu.
Sebanyak 18 kasus yang terjadi di Intan Jaya dikatakannya melengkapi kasus kematian Pendeta Yeremia dilihat dari lokasi kejadian yang sama serta adanya persoalan serius dalam waktu cukup pendek.
Dari tinjauan ke lokasi, olah tempat kejadian perkara (TKP) dan permintaan keterangan saksi-saksi dan para pihak, Komnas HAM mendapatkan berbagai keterangan, bukti dan informasi pendukung semakin terangnya peristiwa tersebut.
Choirul Anam menuturkan bukti yang didapat antara lain berupa lubang peluru berbagai ukuran yang ada di lokasi penembakan.
"Komnas HAM akan mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua dan Papua Barat Frits Bernard Ramandey mengatakan pola dan karakter rentetan kasus terkait kematian Pendeta Yeremia sama.
"Kalau kita lihat pola dan karakter kasus sama persis karena semua itu berujung pada kekerasan dan ada korban meninggal dunia baik di warga sipil mau pun aparat TNI-Polri," ucap Frits.
Ia mengatakan kasus itu membawa harapan besar dari masyarakat agar dapat terungkap dan terang benderang agar kondisi di daerah tersebut pulih kembali.
Sebelumnya, dua orang anggota TNI, satu warga sipil, dan Pendeta Yeremia Zanambani meninggal dunia setelah ditembak oleh anggota KKSB di Hitadipa, Papua. TNI menyebut tindakan KKSB itu untuk mencari perhatian menjelang sidang utama PBB.
Kemudian Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengungkap peristiwa kekerasan dan penembakan yang menyebabkan empat orang tewas di Kabupaten Intan Jaya, Papua.