Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah terus berupaya menjaga anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tetap sehat, meskipun mendapat tekanan akibat pandemi COVID-19.
"APBN mengalami tekanan, tapi Alhamdulillah selama ini APBN kita jaga untuk sehat, sehingga saat kita harus menghadapi COVID-19, kita masuk dalam kondisi sehat," katanya dalam acara Grand Final The Asset Manager 2020 di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menegaskan hal itu harus dilakukan karena APBN bekerja sangat keras untuk membantu meringankan dampak pandemi yang menerpa masyarakat dan dunia usaha sehingga mereka tetap mampu bertahan.
Ia mencontohkan untuk bidang kesehatan yang merupakan penyebab krisis ini, APBN berfungsi dalam pengadaan test, tracing, treatment, insentif bagi para tenaga medis, penyediaan APD, obat-obatan, hingga alat ventilator.
APBN juga memberikan dukungan kepada masyarakat yang menghadapi secara langsung pandemi ini yang tercermin melalui lebih dari 37 juta keluarga mendapatkan bantuan langsung baik dalam bentuk tunai atau sembako.
APBN turut membantu lebih dari 35 juta keluarga dari sisi tagihan listriknya baik diskon sebesar 50 persen hingga 100 persen serta lebih dari 20 juta pegawai berpendapatan di bawah Rp5 juta mendapat subsidi upah termasuk untuk para guru honorer.
Kemudian, APBN membantu kegiatan belajar dan mengajar para siswa dan guru yang harus dilakukan melalui daring sehingga disediakan internet gratis bagi lebih dari 50 juta bagi siswa, guru, dan dosen.
Tak hanya itu, APBN juga membantu lebih dari 20 juta UMKM mulai dari dalam bentuk bantuan produktif hingga dilakukan relaksasi pembayaran cicilan karena penerimaannya tidak banyak, sedangkan biaya meningkat akibat adanya pembatasan sosial.
"Dunia usaha mengalami beban yang luar biasa dan masyarakat mengalami beban yang luar biasa, maka APBN dalam hal ini instrumen fiskal memberikan banyak sekali dukungan," tegasnya.
Defisit APBN hingga akhir Oktober 2020 adalah sebesar Rp764,9 triliun atau 4,67 persen dari target Perpres 72/2020 Rp1.039 triliun atau 6,34 persen dari PDB.
Hal itu akibat dari realisasi penerimaan negara yang hingga Oktober hanya sebesar Rp1.276,9 triliun dan lebih rendah dibandingkan realisasi belanja yang telah mencapai Rp2.041,8 triliun.
"APBN mengalami tekanan, tapi Alhamdulillah selama ini APBN kita jaga untuk sehat, sehingga saat kita harus menghadapi COVID-19, kita masuk dalam kondisi sehat," katanya dalam acara Grand Final The Asset Manager 2020 di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menegaskan hal itu harus dilakukan karena APBN bekerja sangat keras untuk membantu meringankan dampak pandemi yang menerpa masyarakat dan dunia usaha sehingga mereka tetap mampu bertahan.
Ia mencontohkan untuk bidang kesehatan yang merupakan penyebab krisis ini, APBN berfungsi dalam pengadaan test, tracing, treatment, insentif bagi para tenaga medis, penyediaan APD, obat-obatan, hingga alat ventilator.
APBN juga memberikan dukungan kepada masyarakat yang menghadapi secara langsung pandemi ini yang tercermin melalui lebih dari 37 juta keluarga mendapatkan bantuan langsung baik dalam bentuk tunai atau sembako.
APBN turut membantu lebih dari 35 juta keluarga dari sisi tagihan listriknya baik diskon sebesar 50 persen hingga 100 persen serta lebih dari 20 juta pegawai berpendapatan di bawah Rp5 juta mendapat subsidi upah termasuk untuk para guru honorer.
Kemudian, APBN membantu kegiatan belajar dan mengajar para siswa dan guru yang harus dilakukan melalui daring sehingga disediakan internet gratis bagi lebih dari 50 juta bagi siswa, guru, dan dosen.
Tak hanya itu, APBN juga membantu lebih dari 20 juta UMKM mulai dari dalam bentuk bantuan produktif hingga dilakukan relaksasi pembayaran cicilan karena penerimaannya tidak banyak, sedangkan biaya meningkat akibat adanya pembatasan sosial.
"Dunia usaha mengalami beban yang luar biasa dan masyarakat mengalami beban yang luar biasa, maka APBN dalam hal ini instrumen fiskal memberikan banyak sekali dukungan," tegasnya.
Defisit APBN hingga akhir Oktober 2020 adalah sebesar Rp764,9 triliun atau 4,67 persen dari target Perpres 72/2020 Rp1.039 triliun atau 6,34 persen dari PDB.
Hal itu akibat dari realisasi penerimaan negara yang hingga Oktober hanya sebesar Rp1.276,9 triliun dan lebih rendah dibandingkan realisasi belanja yang telah mencapai Rp2.041,8 triliun.