Jakarta (ANTARA) - Nama Gunawan Maryanto mencuri perhatian setelah berhasil meraih penghargaan sebagai aktor terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia 2020 atas perannya sebagai Siman di film "The Science of Fictions".
Gunawan mengatakan bahwa dirinya tak membayangkan sebelumnya bahwa perannya di film garapan sutradara Yosep Anggi Noen itu mendapat apresiasi.
"Penghargaan itu kan satu penanda saja. Penanda atas apresiasi yang kita lakukan, ya kalau bayangan aku tidak membayangkan karena itu bukan yang ingin aku raih," kata Gunawan Maryanto dalam wawancara khusus dengan ANTARA, Selasa.
Sebagai aktor, Gunawan mengatakan bahwa tugas utamanya adalah menghidupkan dan memainkan peran sebaik-baiknya. Sebab menurut dia, memerankan karakter dalam film layaknya bertemu jodoh.
"Penginnya bermain yang sebaik-baiknya. Sebagai aktor ketemu dengan peran itu seperti ketemu dengan jodoh kan dan kita enggak tahu apakah peran ini memang berjodoh dengan kita," ujar Gunawan Maryanto.
"Bahkan sampai hari ini pun saya enggak tahu apakah benar ya saya berjodoh dengan Siman. Barangkali jodoh saya di peran yang lain, mungkin yang sudah dan belum saya lakukan. Jadi terus mencari sebagai aktor," sambungnya.
Pria yang aktif di dunia teater itu juga tidak terlalu memikirkan masalah mendapatkan penghargaan.
"Sebagai aktor saya enggak terlalu menghitung itu selain sejauh mungkin, sedalam mungkin memasuki suatu peran," tegasnya.
Gunawan mengaku ke depannya masih ingin berkarya di dunia seni peran dengan memainkan beragam karakter yang berbeda dari sebelumnya dan tidak ingin membatasi dirinya dengan peran tertentu.
"Aku sebenarnya di film sudah cukup beragam juga genrenya. Dengan mas Garin misalnya yang berbeda lagi. Juga di teater aku enggak berafiliasi pada satu gaya tertentu. Sesuai dengan kebutuhan, temanya apa dan cocok itu dibawa dengan gaya apa," imbuhnya.
"The Science of Fictions" berkisah tentang Siman, seorang pemuda di pelosok Yogyakarta yang melihat pengambilan gambar pendaratan manusia di bulan oleh kru asing di Pantai Parangtritis, Yogyakarta pada tahun 60-an.
Dia ditangkap dan dipotong lidahnya. Setelah itu, Siman menjalani hidupnya dengan bergerak lambat anti-gravitasi sebagaimana astronot di ruang angkasa. Penduduk desa menganggap Siman gila karena Siman membangun bangunan mirip roket di belakang rumahnya.
Film ini mulai tayang di jaringan bioskop mulai tanggal 10 Desember 2020.
Gunawan mengatakan bahwa dirinya tak membayangkan sebelumnya bahwa perannya di film garapan sutradara Yosep Anggi Noen itu mendapat apresiasi.
"Penghargaan itu kan satu penanda saja. Penanda atas apresiasi yang kita lakukan, ya kalau bayangan aku tidak membayangkan karena itu bukan yang ingin aku raih," kata Gunawan Maryanto dalam wawancara khusus dengan ANTARA, Selasa.
Sebagai aktor, Gunawan mengatakan bahwa tugas utamanya adalah menghidupkan dan memainkan peran sebaik-baiknya. Sebab menurut dia, memerankan karakter dalam film layaknya bertemu jodoh.
"Penginnya bermain yang sebaik-baiknya. Sebagai aktor ketemu dengan peran itu seperti ketemu dengan jodoh kan dan kita enggak tahu apakah peran ini memang berjodoh dengan kita," ujar Gunawan Maryanto.
"Bahkan sampai hari ini pun saya enggak tahu apakah benar ya saya berjodoh dengan Siman. Barangkali jodoh saya di peran yang lain, mungkin yang sudah dan belum saya lakukan. Jadi terus mencari sebagai aktor," sambungnya.
Pria yang aktif di dunia teater itu juga tidak terlalu memikirkan masalah mendapatkan penghargaan.
"Sebagai aktor saya enggak terlalu menghitung itu selain sejauh mungkin, sedalam mungkin memasuki suatu peran," tegasnya.
Gunawan mengaku ke depannya masih ingin berkarya di dunia seni peran dengan memainkan beragam karakter yang berbeda dari sebelumnya dan tidak ingin membatasi dirinya dengan peran tertentu.
"Aku sebenarnya di film sudah cukup beragam juga genrenya. Dengan mas Garin misalnya yang berbeda lagi. Juga di teater aku enggak berafiliasi pada satu gaya tertentu. Sesuai dengan kebutuhan, temanya apa dan cocok itu dibawa dengan gaya apa," imbuhnya.
"The Science of Fictions" berkisah tentang Siman, seorang pemuda di pelosok Yogyakarta yang melihat pengambilan gambar pendaratan manusia di bulan oleh kru asing di Pantai Parangtritis, Yogyakarta pada tahun 60-an.
Dia ditangkap dan dipotong lidahnya. Setelah itu, Siman menjalani hidupnya dengan bergerak lambat anti-gravitasi sebagaimana astronot di ruang angkasa. Penduduk desa menganggap Siman gila karena Siman membangun bangunan mirip roket di belakang rumahnya.
Film ini mulai tayang di jaringan bioskop mulai tanggal 10 Desember 2020.