Surabaya (ANTARA) - Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Windhu Purnomo meminta pemerintah daerah di Jawa Timur menegakkan kembali peraturan gubernur atau peraturan wali kota/bupati tentang penerapan protokol kesehatan untuk mengendalikan kasus COVID-19 yang kembali meningkat.
"Perwali atau pergub harus kembali ditegakkan oleh daerah, sebab kepatuhan masyarakat makin rendah dan menurun," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.
Berdasarkan perkembangan per 2 Januari 2021 di Jatim, terjadi penambahan 723 kasus dengan jumlah kasus aktif, dalam perawatan mencapai 6.066 kasus, sehingga total kumulatif kasus sejak awal pandemi di Jatim sudah mencapai 85.762 kasus.
Konfirmasi sembuh mencapai 73.737 kasus serta meninggal dunia hingga 5.959 kasus.
Menurut Windhu, meningkatnya kasus COVID-19 menunjukkan penularan yang meningkat pula karena kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan makin rendah dan menurun.
"Sebelumnya penerapan protokol kesehatan memang tidak bagus-bagus amat, sekarang malah cenderung menurun. Hasil pengamatan dari 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) angkanya hanya 55 persen masyarakat yang mematuhi secara nasional," katanya.
Bahkan di Jatim ada masyarakat yang melakukan aktivitas di jalan tanpa memakai masker, kemudian jarak yang harusnya minimal satu meter, saat ini turun menjadi hanya 40 centimeter.
Pergerakan manusia saat libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 membuat penularan COVID-19 semakin susah dikendalikan.
Selain itu, peningkatan kasus dipengaruhi karena kebijakan yang longgar dan adanya relaksasi demi ekonomi.
"Seharusnya sweeping tetap dilakukan bukan hanya untuk warga, tapi juga pengelola tempat publik. Kasih penghargaan jika menjalankan prokes bagus, dengan membatasi kapasitas. Kasih penghargaan dengan perizinan dimudahkan. Itu akan membuat mereka termotivasi," ucapnya.
Namun, lanjut dia, jika pengelola melanggar maka pemerintah daerah harus memberi sanksi dengan mencabut izin tempat tersebut.
"Masyarakat akan menurut kok jika hotel atau tempat umum itu menjalankan prokes ketat. Jika disuruh menunggu makan karena di dalam masih penuh, masyarakat nurut. Asal pemerintah mengontrol ketat," katanya.
Mengenai adanya pembatasan jam malam yang diberlakukan, Windhu memandang hal tersebut belum efektif untuk mengendalikan kasus COVID-19.
"Soal jam malam, itu kan hanya saat Tahun Baru saja. Apa bedanya jam malam dan jam pagi? Jam malam dilakukan, jam siang tetap berkerumun, ya tetap saja. Maka yang harus dilakukan adalah menegakkan kembali pergub, perwali, atau perbup," tutur Windhu.
"Perwali atau pergub harus kembali ditegakkan oleh daerah, sebab kepatuhan masyarakat makin rendah dan menurun," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.
Berdasarkan perkembangan per 2 Januari 2021 di Jatim, terjadi penambahan 723 kasus dengan jumlah kasus aktif, dalam perawatan mencapai 6.066 kasus, sehingga total kumulatif kasus sejak awal pandemi di Jatim sudah mencapai 85.762 kasus.
Konfirmasi sembuh mencapai 73.737 kasus serta meninggal dunia hingga 5.959 kasus.
Menurut Windhu, meningkatnya kasus COVID-19 menunjukkan penularan yang meningkat pula karena kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan makin rendah dan menurun.
"Sebelumnya penerapan protokol kesehatan memang tidak bagus-bagus amat, sekarang malah cenderung menurun. Hasil pengamatan dari 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) angkanya hanya 55 persen masyarakat yang mematuhi secara nasional," katanya.
Bahkan di Jatim ada masyarakat yang melakukan aktivitas di jalan tanpa memakai masker, kemudian jarak yang harusnya minimal satu meter, saat ini turun menjadi hanya 40 centimeter.
Pergerakan manusia saat libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 membuat penularan COVID-19 semakin susah dikendalikan.
Selain itu, peningkatan kasus dipengaruhi karena kebijakan yang longgar dan adanya relaksasi demi ekonomi.
"Seharusnya sweeping tetap dilakukan bukan hanya untuk warga, tapi juga pengelola tempat publik. Kasih penghargaan jika menjalankan prokes bagus, dengan membatasi kapasitas. Kasih penghargaan dengan perizinan dimudahkan. Itu akan membuat mereka termotivasi," ucapnya.
Namun, lanjut dia, jika pengelola melanggar maka pemerintah daerah harus memberi sanksi dengan mencabut izin tempat tersebut.
"Masyarakat akan menurut kok jika hotel atau tempat umum itu menjalankan prokes ketat. Jika disuruh menunggu makan karena di dalam masih penuh, masyarakat nurut. Asal pemerintah mengontrol ketat," katanya.
Mengenai adanya pembatasan jam malam yang diberlakukan, Windhu memandang hal tersebut belum efektif untuk mengendalikan kasus COVID-19.
"Soal jam malam, itu kan hanya saat Tahun Baru saja. Apa bedanya jam malam dan jam pagi? Jam malam dilakukan, jam siang tetap berkerumun, ya tetap saja. Maka yang harus dilakukan adalah menegakkan kembali pergub, perwali, atau perbup," tutur Windhu.