Timika (ANTARA) - Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) memastikan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) yang berlokasi di Kelurahan Wonosari Jaya SP4 Timika tetap berjalan normal, meskipun saat ini dihadapkan pada kisruh kasus hukum pelecehan seksual yang menimpa puluhan siswa sekolah itu.

“Mengingat saat ini mendekati ujian sekolah dan ujian kenaikan kelas, jadi KBM di Sekolah Asrama Taruna Papua tetap dilakukan," kata Direktur YPMAK Vebian Magal di Timika, Senin.

Pada Senin siang seratusan orang tua murid mendatangi Kantor YPMAK di Jalan Yos Sudarso Timika untuk menuntut pemutusan hubungan kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon yang dalam beberapa tahun terakhir mengelola SATP.

Vebian yang menerima para orang tua murid menyebut jajarannya tidak bisa serta-merta langsung memutus kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon, yang berpusat di Tomohon, Sulawesi Utara itu.

Yayasan Pendidikan Lokon diketahui baru dua tahun terakhir dipercayakan untuk mengambil alih pengelolaan SATP di Kelurahan Wonosari Jaya SP4 Timika, setelah sebelumnya sekolah itu ditangani oleh beberapa yaysan, termasuk Yayasan Pesat.

"Kami menerima aspirasi orang tua murid. Tentu harus melalui prosedur. Kami akan melakukan rapat dengan pihak pengawas, pembina dan pengurus YPMAK karena keputusan apakah kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon tetap berlanjut atau tidak sepenuhnya menjadi keputusan pihak-pihak terkait itu," jelas Vebian.

Vebian menyebut kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami oleh sekitar 25 siswa oleh ulah bejat DF, seorang yang bertugas sebagai Pembina Asrama Putra SATP, bukan merupakan masalah institusi Yayasan Pendidikan Lokon, tapi murni merupakan perbuatan amoral individu tertentu.

"Kita tidak boleh semena-mena menyalahkan institusi Yayasan Pendidikan Lokon. Ini perbuatan oknum. Yang bersangkutan sudah ditahan di Rutan Polres Mimika. Tapi bagaimanapun kami juga harus mendengar aspirasi orang tua wali murid agar pengelolaan pendidikan SATP ke depan menjadi jauh lebih baik dan berkualitas," ujarnya.

YPMAK, kata Vebian, berupaya untuk mendatangkan konselor untuk memberikan pendampingan bagi para korban dalam rangka proses pemulihan trauma yang mereka alami.

Vebian sependapat dengan tuntutan para orang tua murid agar pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap puluhan siswa SATP itu harus dihukum dengan seadil-adilnya.

Mengingat perbuatan yang dilakukannya telah menciderai dunia pendidikan di Mimika, dan juga meninggalkan trauma mendalam bagi para korban yang rata-rata masih berusia 6 hingga 13 tahun.
  Adolfina Kum, salah satu orang tua murid korban kekerasan oknum Pembina Asrama Sekolah Taruna Papua, menyampaikan sejumlah tuntutan kepada YPMAK. (ANTARA/Evarianus Supar)
Salah satu orang tua murid, Mama Adolvina Kum yang putranya menjadi korban aksi bejat DF pada Senin siang membacakan sejumlah tuntutan kepada YPMAK, selaku pemilik SATP.

Para orang tua murid mendesak YPMAK segera menghentikan kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon untuk mengelola SATP, dibentuk tim pencari fakta dari pihak netral untuk menginvestigasi kasus kekerasan yang dialami puluhan siswa SATP, menyediakan tim trauma healing untuk memulihkan kejiwaan para korban dan meminta pelaku agar dihukum seberat-beratnya.

Sekolah Asrama Taruna Papua milik LPMAK yang berlokasi di Kelurahan Wonosari Jaya SP4 Timika saat ini mendidik ratusan siswa asli Papua dari tujuh suku yaitu Amungme, Kamoro, Damal, Dani, Nduga, Mee dan Moni.

Sebagian besar siswa diambil dari kampung-kampung pedalaman dari usia yang masih sangat muda yaitu sekitar 6-7 tahun.

Seluruh kebutuhan persekolahan mereka ditanggung penuh oleh YPMAK yang mendapatkan dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia.

Saat ini sekolah tersebut baru menyediakan jenjang pendidikan SD dan SMP.

 

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024