Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi Virna Ria Zalda dari pihak swasta mengenai dugaan aliran sejumlah uang dalam kasus yang menjerat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah (NA).
KPK, Selasa (30/3), telah memeriksa Virna sebagai saksi untuk tersangka Nurdin dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Virna Riza Zalda (swasta) antara lain dikonfirmasi terkait dugaan aliran sejumlah uang ke berbagai pihak, di antaranya tersangka NA melalui tersangka ER (Edy Rahmat)," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, KPK juga memeriksa karyawan swasta Raymond Ferdinand Halim sebagai saksi untuk tersangka Nurdin. "Dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUTR Provinsi Sulsel," ujar Ali.
Sedangkan dua saksi lainnya tidak memenuhi panggilan dan mengonfirmasi untuk dijadwalkan pemanggilan kembali, yakni karyawan swasta Muhammad Fahmi dan Abd Rahman dari pihak swasta.
Selain Nurdin, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin, dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).
Nurdin diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK, Selasa (30/3), telah memeriksa Virna sebagai saksi untuk tersangka Nurdin dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Virna Riza Zalda (swasta) antara lain dikonfirmasi terkait dugaan aliran sejumlah uang ke berbagai pihak, di antaranya tersangka NA melalui tersangka ER (Edy Rahmat)," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, KPK juga memeriksa karyawan swasta Raymond Ferdinand Halim sebagai saksi untuk tersangka Nurdin. "Dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUTR Provinsi Sulsel," ujar Ali.
Sedangkan dua saksi lainnya tidak memenuhi panggilan dan mengonfirmasi untuk dijadwalkan pemanggilan kembali, yakni karyawan swasta Muhammad Fahmi dan Abd Rahman dari pihak swasta.
Selain Nurdin, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin, dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).
Nurdin diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.