Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menyoroti perlunya strategi baru dalam menekan prevalensi perokok, yang saat ini mencapai 65 juta jiwa di Indonesia.

Wakil Sekretaris Lakpesdam PBNU, Idris Mas’ud menilai produk tembakau alternatif dapat dijadikan strategi baru demi mengurangi prevalensi merokok, merujuk kajian ilmiah dari dalam maupun luar negeri yang menunjukkan bahwa ada pengurangan risiko jika menggunakan produk tembakau alternatif.

Kendati demikian, Idris menilai bahwa belum ada regulasi komprehensif untuk menerapkan produk alternatif tersebut. Saat ini, regulasi produk tembakau alternatif hanya mengatur tentang ketentuan tarif cukai produk tembakau alternatif sebesar 57 persen.

Namun, aturan tersebut belum meliputi akses yang terbuka bagi perokok dewasa terhadap informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif berdasarkan hasil kajian ilmiah, pembatasan pengguna khusus bagi usia 18 tahun ke atas, serta peringatan kesehatan yang sesuai dengan profil risiko maupun hasil riset ilmiah.

"Masalahnya muncul ketika produk ini masuk ke Indonesia. Regulasinya masih belum komprehensif,” kata Idris, seperti dikutip Selasa (16/11).

Untuk itu, Idris mengatakan bahwa Lakpesdam melakukan studi literatur terkait tembakau alternatif, meliputi hasil riset ilmiah maupun kebijakan dalam dan luar negeri.

"Tujuannya mengkaji kebijakan dan regulasi produk tembakau alternatif di dalam maupun luar negeri, kemudian mengkaji riset yang sudah ada. Kami juga akan memberikan rekomendasi kepada pemangku kebijakan,” tambahnya.

Idris mengambil contoh Inggris yang memberikan definisi berbeda pada produk tembakau alternatif, sehingga produk itu tidak disamakan dengan rokok. Sementara Selandia baru mengeluarkan regulasi terkait produk tembakau alternatif yang mengatur bagaimana produk dijual, dikonsumsi dan larangan menjual untuk anak di bawah usia 18 tahun.

"Kami melihat soal literature review, sudah banyak kajian yang meneliti produk tembakau alternatif. Pada intinya mengarah bahwa rekomendasinya soal regulasi yang belum ada, terutama di isu kesehatan,” ujarnya.

Ketua Bidang Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas mendukung adanya studi literatur produk alternatif, sebab NU memiliki sejarah panjang dengan tembakau, di mana mayoritas anggotanya adalah petani tembakau dan buruh pabrik tembakau.

“PBNU mengapresiasi Lakpesdam dalam meneliti (hal ini), semoga ini bisa memantik kesadaran banyak pihak, terutama pemerintah dan kalangan peneliti agar memiliki perhatian lebih khusus,” kata Robikin.

Robikin berharap pemerintah mendorong kajian komprehensif terhadap produk tembakau alternatif. Hasil kajian tersebut nantinya dapat dijadikan landasan dalam penyusunan regulasi produk tembakau alternatif.

"Regulasi yang baik didukung riset yang komprehensif. Kebijakan pemerintah demi kemaslahatan masyarakat,” kata dia.
 

Pewarta : Alviansyah Pasaribu
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024