Jakarta (ANTARA) - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menggelar rapat koordinasi bersama jajaran kepolisian yang dihadiri Wakil Menteri BUMN I dan Direktur Utama Pertamina di Mabes Polri, Jumat, membahas isu kelangkaan BBM yang terjadi di masyarakat.

Dalam rakor tersebut, Kapolri dan jajaran mendengarkan paparan dari Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati terkait ketersediaan dan kebutuhan BBM di Tanah Air, terutama menghadapi Bulan Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri 2022.

Jenderal bintang empat tersebut memaparkan isu kelangkaan BBM khusus jenis solar bersubsidi, yang dipastikan stoknya mencukupi sesuai batas ketahanan yang terpenuhi.

"Tentunya istilah kelangkaan ini perlu dilihat ada hal yang harus didalami karena sebenarnya di satu sisi kebutuhan terhadap solar industri itu mengalami penurunan," kata Sigit kepada wartawan di Mabes Polri.

Mantan Kabareskrim Polri itu memastikan stok solar bersubsidi terjamin ketersediaan dan mengawal penyaluran serta penggunaannya tepat sasaran kepada masyarakat membutuhkan.

"Ini yang akan kami jaga. Sehingga kemudian di lapangan solar subsidi tetap tersedia dan solar industri dipenuhi dengan solar-solar yang memang dipersiapkan untuk industri," terangnya.

Mantan Kadiv Propam Polri itu juga mengungkapkan, ditemukan fakta bahwa terjadinya peningkatan terhadap kebutuhan solar bersubsidi. Hal itu diakibatkan adanya fenomena kenaikan terhadap tren produktivitas komoditas industri jenis tertentu.

Tak hanya itu, perang yang melanda Ukraina dan Rusia juga menjadi salah satu faktor berkurangnya ketersediaan minyak dan gas di seluruh dunia, termasuk Indonesia juga terkena dampak.

Menurut dia, walau terjadi kenaikan harga BBM khususnya jenis pertamax, Indonesia sampai saat ini khususnya di ASEAN, masih berada di nomor dua dengan harga minyak terendah. Karena pemerintah masih menahan harga. Sehingga harga BBM tetap ada di kondisi yang sama, sebagai contoh adalah solar.

"Ada juga ada yang dinaikkan (pertamax) harganya, tapi sebenarnya masih disubsidi," ujarnya.

Persoalan lain yang mempengaruhi ketersediaan BBM, papar Sigit, adalah masih terjadi disparitas yang tinggi antara solar bersubsidi dengan solar industri, kurang lebih sebesar Rp12.500.

Dengan adanya gap tersebut, kata Sigit, penggunaan solar di lapangan terkadang disalahgunakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, memanfaatkan disparitas harga ini untuk kemudian mengambil kebutuhan minyak atau solar untuk industri, dengan mengambilnya dari SPBU subsidi.

"Tentunya ini menambah beban pemerintah dan ini juga akan menimbulkan permasalahan," papar Sigit.

Sigit lantas menekankan, bahwa BBM bersubsidi mutlak diberikan kepada kelompok masyarakat yang memang memerlukan, seperti moda transportasi umum, UMKM, pedagang kaki lima (PKL), dan yang lainnya.

Karen BBM bersubsidi digunakan untuk kebutuhan industri sehingga yang terjadi adalah kebutuhan industri justru menurun di tengah produktivitas yang meningkat untuk sektor perindustrian. Namun di satu sisi kebutuhan terhadap minyak yang seharusnya disubsidi meningkat.

"Jadi ini yang kami tertibkan," tegas Sigit.

Sigit juga menyampaikan, kepolisian telah menetapkan 21 orang tersangka di enam wilayah polda jajaran terkait dengan kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan BBM.

Adapun keenam Polda yang melakukan penyidikan terkait perkara itu, yakni, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali dan Gorontalo.

Sigit kembali menegaskan, pihak kepolisian tidak akan ragu memberikan sanksi tegas kepada pihak siapapun yang menyalahgunakan BBM bersubsidi tersebut.

"Kami sudah menangkap kurang lebih 21 tersangka di enam wilayah. Dan ini akan terus kami lakukan. Sehingga distribusi atau peruntukan BBM bersubsidi ini betul-betul bisa diberikan kepada masyarakat yang perlu disubsidi. Sedangkan kebutuhan industri tentunya akan disiapkan dari kuota yang disiapkan untuk industri," tegasnya.




Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024