Jayapura (ANTARA) -
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura menggelar diskusi publik terkait kebebasan pers yang masih rendah di Papua.
 
Ketua AJI Kota Jayapura Lucky Ireeuw kepada Antara di Jayapura, Sabtu, mengatakan kebebasan pers di Papua masih rendah di mana berdasarkan penilaian dari Dewan Pers Papua berada di peringkat 33 dari 34 provinsi. 
 
"Ada banyak hal yang mempengaruhi kebebasan pers, seperti belum adanya jaminan keselamatan kerja jurnalis, lalu sering terjadi kekerasan fisik saat peliputan khususnya di daerah konflik," katanya.
 
Menurut Lucky, dengan mengundang teman-teman jurnalis, akademisi serta nara sumber yang berasal dari pihak TNI dan Polri, maka hal ini harus dibahas bersama karena menjadi persoalan bagaimana mencapai satu kesepakatan.
 
"Ini yang harus kami perjuangan bersama-sama agar kebebasan pers tersebut benar-benar ada di Papua," ujarnya.
 
Dia menjelaskan karena menyangkut informasi kepada publik atau masyarakat luas untuk itulah kerja jurnalistik harus dijamin, harus dijaga keselamatannya sehingga menghasilkan berita-berita yang benar yang akurat di tengah banyaknya berita-berita bohong.
 
"Harapan kami kalau bicara soal kebebasan pers itu merupakan tanggung jawab bersama,karena pers merupakan pilar keempat demokrasi kalau tidak dijaga dan dilindungi dengan baik tentu nilai-nilai demokrasi pun akan berpengaruh," katanya lagi.
 
Dia menambahkan selain itu, kepada media -media yang belum memiliki badan hukum sebaiknya segera mengurusnya apalagi di tengah era teknologi informasi yang semakin luas akan semakin banyak berita bohong.
 
"Sesuai aturan lebih bagus jika ada badan hukum sehingga ketika menyebarkan berita media itu menjadi informasi yang dapat dipercaya," ujarnya lagi.

Sekadar diketahui, diskusi publik tersebut mengambil tema "Perlindungan terhadap jurnalis dari kekerasan fisik dan serangan digital guna mewujudkan kebebasan pers di Papua" dan dilaksanakan pada salah satu hotel di Abepura, Kota Jayapura di mana diikuti sekitar 30-an jurnalis.

Pewarta : Qadri Pratiwi
Editor : Hendrina Dian Kandipi
Copyright © ANTARA 2024