Sentani (ANTARA) - Kerukunan adalah sebuah kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan mencerminkan kepribadian bangsa.
Dengan demikian, kerukunan hidup beragama bisa diartikan sebagai sebuah kondisi atau suasana hidup yang baik dan damai, selalu bersatu hati dan bersepakat antarumat yang berbeda-beda agama. Untuk menjaga kerukunan antarumat beragama perlu dibangun sikap toleransi.
Direktur Sekolah Adat Kabupaten Jayapura, Papua, Orgenes Monim mengatakan satu tungku tiga batu atau yang disebut sebagai segi tiga emas merupakan simbol toleransi yang telah terbangun di Jayapura.
Satu tungku tiga batu yang dimaksud adalah lembaga adat, agama dan pemerintah. Ketiganya memiliki fungsi serta perannya masing-masing dalam menciptakan toleransi antarsuku, agama dan budaya.
“Ketiga lembaga ini sangat berperan penting dalam menciptakan toleransi di suatu wilayah. Jika satu lembaga tidak berperan dengan baik maka akan terjadi ketimpangan di masyarakat,” kata Orgenes Monim.
Sikap toleransi atau saling pengertian dapat tumbuh jika seseorang mempunyai pemahaman yang luas tentang keberagaman suku, adat, budaya, agama maupun golongan yang sangat banyak dan bermacam-macam di Jayapura.
Untuk itu, dibutuhkan peran aktif dari tiga tungku satu batu sebagai lembaga yang di dalamnya menghimpun anggota masyarakat yang menjadi bagian dari masyarakat adat, umat beragama dan sebagai warga masyarakat.
Orgenes menjelaskan, kendali sistem pemerintahan adat di Kabupaten Jayapura, Papua dipegang oleh Ondoafi sebagai pemimpin adat yang tertinggi dan seluruh masyarakat adat akan tunduk serta patuh terhadap perintahnya.
Ondoafi adalah pemegang garis keturunan yang ditarik melalui garis lurus dengan pendiri kampung dan adalah anak laki-laki sulung Ondoafi sebelumnya.
“Jadi jabatan tersebut didasarkan pada prinsip primogenitur patrilineal yang implikasinya adalah kedudukan pemimpin tertinggi bersifat pewarisan atau ascribed status,” ujar Orgenes Monim menjelaskan.
Selama ini, pihaknya menilai para pemimpin adat di Kabupaten Jayapura telah melakukan tugas dan fungsinya dengan sangat baik. Hal ini di antaranya dibuktikan dengan tingginya toleransi dalam lingkungan masyarakat.
Adat adalah lembaga pertama ada sebelum hadirnya agama maupun pemerintah di Tanah Papua. Jadi umat beragama maupun warga negara sebelumnya adalah masyarakat adat.
Seiring perkembangan zaman, agama hadir pertama kali diterima oleh pemimpin adat, dan selanjutnya masyarakat adat hanya mengikuti perintah dari Ondoafi untuk membuka diri menjadi umat beragama dan warga negara.
Di Kabupaten Jayapura nilai-nilai toleransi sangat dijunjung tinggi karena ada peran dan keterlibatan dari tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemerintah yang harmonis berimbas pada tatanan hidup masyarakat Jayapura yang harmonis dan damai.
Harmoni antarumat beragama
Sementara itu, Ketua Klasis Gereja Kristen Injili (GKI) Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua, Pdt Albert Suebu, mengatakan umat beragama yang ada di daerah ini hidup rukun dan damai serta sangat harmonis. Kabupaten Jayapura merupakan rumah bagi semua umat beragama, ada yang beragama Kristen, Islam, Katolik, Hindu dan Budha.
“Kami di Jayapura toleransi umat beragama sangat tinggi, sudah menjadi tradisi saat pelaksanaan ibadah shalat maka umat Kristen maupun dari agama lainnya turut menjaga ketertiban di sekitar tempat ibadah, begitupun sebaliknya,” kata Pdt Albert Suebu.
Toleransi yang tercipta di daerah ini karena ada peran tokoh agama dalam mengarahkan umatnya untuk hidup rukun dan damai sesuai ajaran dan kepercayaan masing-masing.
Agama berperan sangat penting dalam mengatur sendi-sendi kehidupan manusia dan mengarahkannya kepada kebaikan bersama, agama merupakan sebuah ajaran kebaikan yang menuntun manusia kembali kepada hakekat kemanusiaannya.
Setiap orang mendambakan kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan untuk mendapatkan kedamaian dibutuhkan toleransi atau sikap saling pengertian.
Damai dapat diartikan sebagai sebuah keadaan yang tenang, tanpa gangguan, aman dan dapat juga diartikan dengan hidup tanpa perseteruan atau konflik. “Semua suku, adat, budaya, agama, maupun golongan semuanya ada di Kabupaten Jayapura,” ujar Ketua Klasis GKI Sentani, Pdt Albert Suebu.
Umat beragama di Kabupaten Jayapura saat ini berada pada tiga unsur kehidupan yang menyatukan yakni adat, agama dan pemerintah yang lazim disebut dengan satu tungku tiga batu.
Agama mempunyai peranan penting dalam mengatur serta mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sosial manusia, juga menolong dalam menjaga norma-norma sosial dan kontrol sosial.
Unsur agama berada di tengah dari unsur adat dan pemerintah yang berfungsi sebagai penengah atau seimbang bagi kedua unsur tersebut.
Satu tungku tiga batu adalah mitra terbaik dalam membina masyarakat Kabupaten Jayapura menjadi masyarakat yang rukun dan damai sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
NKRI harga mati
Pejabat Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo, mengatakan Kabupaten Jayapura, Papua, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Jayapura berkewajiban menjalankan roda pemerintahan sesuai amanat negara dalam Undang-Undang (UU) dan Pancasila sebagai dasar negara.
“Pemerintah bertanggung jawab menjaga kerukunan umat beragama. Untuk itu berbagai upaya telah dilakukan seperti hadirnya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat kabupaten untuk memelihara kerukunan umat beragama,” kata Triwarno Purnomo.
FKUB merupakan forum yang dibentuk oleh masyarakat difasilitasi oleh pemerintahan dalam rangka membangun, memelihara serta memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
Sejauh ini pemerintah melihat FKUB telah memainkan peranannya dengan sangat baik dan memberi apresiasi terhadap harmoni yang mampu diciptakan oleh tokoh adat, agama yang selalu bersinergi bersama pemerintah daerah.
Dia menjelaskan, toleransi adalah hubungan sesama manusia yang harmonis, hidup berdampingan dengan rukun dan menerima perbedaan dari setiap kelompok suku, agama, adat istiadat, budaya, bahasa dan lain sebagainya.
“Mayoritas penduduk Papua beragama Kristen, akan tetapi banyak umat non-Kristen di Papua, salah satunya Kabupaten Jayapura, yang memiliki keberagaman agama, namun tidak pernah ada konflik antarumat beragama,” kata Triwarno Purnomo.
Eksistensi kerukunan sangat penting, selain karena merupakan keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan.
Kerukunan umat beragama ini bukan hanya antarumat beragama, misalnya Islam dengan Hindu atau Kristen dengan Islam, melainkan juga melibatkan kerukunan antara pemerintah dan umat beragama.
Pemerintah diberikan wewenang mengatur kehidupan beragama dan umat beragama wajib mematuhi kebijakan pemerintah tersebut, tentu dalam menetapkan sebuah kebijakan, pemerintah sudah memperhitungkan kepentingan semua pihak sehingga kebijakan yang diambil adalah baik bagi semua orang.
Terhadap kebijakan yang ditetapkan pemerintah, umat beragama diharapkan mendukung dan mematuhi. Jika ada saran dan kritik, disampaikan dengan baik dan bijaksana.