Jakarta (ANTARA) - Nota keberatan (eksepsi) terdakwa kasus suap dan gratifikasi terdakwa Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe (LE) ditolak majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada sidang lanjutan di Jakarta, Senin.
"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas Enembe dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh pada putusan sela di pengadilan Tipikor.
Majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan tahap pembuktian perkara korupsi Lukas Enembe.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai keberatan Lukas Enembe tidak beralasan hukum serta dakwaan jaksa sudah sesuai sehingga nota keberatan tidak dapat diterima.
"Penilaian terdakwa terkait kualitas para saksi, padahal majelis hakim belum pernah memeriksa para saksi sehingga tidak dapat diterima," ungkap Majelis hakim juga memerintahkan penahanan Lukas Enembe dibantarkan selama dua minggu dengan alasan kesehatan.
"Menetapkan, satu mengabulkan permohonan dari terdakwa dan tim penasihat hukum, kedua memerintahkan penuntut umum KPK melakukan pembantaran penahanan terdakwa LE sejak 26 Juni sampai 9 Juli 2023," ucap hakim.
Diakui hakim, demi menjaga serta menjamin kesehatan terdakwa selama pemeriksaan di persidangan, maka majelis hakim berpendapat permohonan terdakwa cukup beralasan dikabulkan.
Dua dakwaan Lukas Enembe menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur PT Meonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan Rp35.429.555.850 dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu Rijatono Lakka telah divonis lima tahun penjara.
Dakwaan kedua, Lukas Enembe menerima gratifikasi Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013 Budy Sultan dan aset sebesar Rp200 miliar milik LE disita KPK.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Majelis hakim tolak keberatan Lukas Enembe
"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas Enembe dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh pada putusan sela di pengadilan Tipikor.
Majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan tahap pembuktian perkara korupsi Lukas Enembe.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai keberatan Lukas Enembe tidak beralasan hukum serta dakwaan jaksa sudah sesuai sehingga nota keberatan tidak dapat diterima.
"Penilaian terdakwa terkait kualitas para saksi, padahal majelis hakim belum pernah memeriksa para saksi sehingga tidak dapat diterima," ungkap Majelis hakim juga memerintahkan penahanan Lukas Enembe dibantarkan selama dua minggu dengan alasan kesehatan.
"Menetapkan, satu mengabulkan permohonan dari terdakwa dan tim penasihat hukum, kedua memerintahkan penuntut umum KPK melakukan pembantaran penahanan terdakwa LE sejak 26 Juni sampai 9 Juli 2023," ucap hakim.
Diakui hakim, demi menjaga serta menjamin kesehatan terdakwa selama pemeriksaan di persidangan, maka majelis hakim berpendapat permohonan terdakwa cukup beralasan dikabulkan.
Dua dakwaan Lukas Enembe menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur PT Meonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan Rp35.429.555.850 dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu Rijatono Lakka telah divonis lima tahun penjara.
Dakwaan kedua, Lukas Enembe menerima gratifikasi Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013 Budy Sultan dan aset sebesar Rp200 miliar milik LE disita KPK.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Majelis hakim tolak keberatan Lukas Enembe