Jayapura (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Papua berpendapat program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang diterapkan Pemerintah Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan untuk mempersiapkan generasi emas daerah itu pada 2045.
Kepala BKKBN Papua Nerius Auparay di Jayapura, Minggu mengatakan program 1.000 HPK tersebut telah dijalankan oleh Pemkab Tolikara sejak 2018 yang diluncurkan oleh Bupati Tolikara saat itu Usman Wanimbo.
"Jadi Pemkab Tolikara menyiapkan pondok gizi di setiap distrik untuk pemberian makanan tambahan kepada balita dan ibu hamil dan menyusui," katanya.
Menurut Auparay, program tersebut merupakan upaya pemerintah daerah setempat untuk mengintervensi angka prevalensi stunting di daerah itu.
"Sehingga apa yang dilakukan oleh Pemkab Tolikara ini sangat baik sekali dalam mempersiapkan generasi emas pada 2024," ujarnya.
Dia menjelaskan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat prevalensi stunting di Kabupaten Tolikara pada 2021 sebesar 28,9 persen atau naik 21,2 persen pada 2022 menjadi 50,1 persen.
Dia menjelaskan dari data per 28 November 2022 sesuai sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) jumlah anak di bawah dua tahun (Baduta) yang diukur sebanyak 391 orang diketahui jumlah baduta yang mengalami stunting 88 anak atau 22,51 persen.
"Dan data per Juni 2023 berdasarkan e-PPGMB jumlah baduta yang diukur sebanyak 737 anak dan baduta stunting 224 anak atau naik 30,4 persen," katanya lagi.
Dia menambahkan apa yang telah dilakukan Pemkab Tolikara untuk percepatan stunting diharapkan bisa ditiru oleh kota dan kabupaten di empat provinsi di Papua.
"Karena untuk mempersiapkan generasi emas pada 2045 harus dimulai dari program 1.000 HPK ini," ujarnya.
Kepala BKKBN Papua Nerius Auparay di Jayapura, Minggu mengatakan program 1.000 HPK tersebut telah dijalankan oleh Pemkab Tolikara sejak 2018 yang diluncurkan oleh Bupati Tolikara saat itu Usman Wanimbo.
"Jadi Pemkab Tolikara menyiapkan pondok gizi di setiap distrik untuk pemberian makanan tambahan kepada balita dan ibu hamil dan menyusui," katanya.
Menurut Auparay, program tersebut merupakan upaya pemerintah daerah setempat untuk mengintervensi angka prevalensi stunting di daerah itu.
"Sehingga apa yang dilakukan oleh Pemkab Tolikara ini sangat baik sekali dalam mempersiapkan generasi emas pada 2024," ujarnya.
Dia menjelaskan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat prevalensi stunting di Kabupaten Tolikara pada 2021 sebesar 28,9 persen atau naik 21,2 persen pada 2022 menjadi 50,1 persen.
Dia menjelaskan dari data per 28 November 2022 sesuai sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) jumlah anak di bawah dua tahun (Baduta) yang diukur sebanyak 391 orang diketahui jumlah baduta yang mengalami stunting 88 anak atau 22,51 persen.
"Dan data per Juni 2023 berdasarkan e-PPGMB jumlah baduta yang diukur sebanyak 737 anak dan baduta stunting 224 anak atau naik 30,4 persen," katanya lagi.
Dia menambahkan apa yang telah dilakukan Pemkab Tolikara untuk percepatan stunting diharapkan bisa ditiru oleh kota dan kabupaten di empat provinsi di Papua.
"Karena untuk mempersiapkan generasi emas pada 2045 harus dimulai dari program 1.000 HPK ini," ujarnya.