Jakarta (Antaranews Papua) - Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menegaskan kembali bahwa adanya deregulasi telah mencatatkan dampak positif bagi sektor ketenagalistrikan.
Selain memikat para investor listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), deregulasi juga berdampak pada peningkatan rasio elektrifikasi.
"Deregulasi itu impactnya harus mempermudah memangkas bisnis proses," jelas Arcandra melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Menurut Arcandra, upaya deregulasi ketenagalistrikan juga menambah gairah iklim investasi di sektor ketenagalistrikan. Hal ini ditunjukkan dengan telah ditandatanganinya 70 kontrak jual beli listrik _(Power Purchase Agreement/PPA)_ berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) sepanjang tahun 2017.
"Tahun lalu (meningkat) empat kali lipat. Ini bukannya akibat deregulasi? PPA-nya lebih simple, sehingga kami introduce up to 1.200 MW EBTKE yang tandatangan PPA. Saya pikir itu akibat deregulasi," kata Arcandra.
Selanjutnya, Arcandra meyakini penataan ulang peraturan juga telah memberikan kemudahan bagi Pemerintah untuk mencapai target rasio elektrifikasi. Pada tahun lalu, Pemerintah berhasil melampaui rasio elektrifikasi sebesar 95,35 persen dari patokan target sebesar 92,75 persen.
"Selain memangkas bisnis proses, deregulasi itu harus mempercepat usaha-usaha untuk mencapai target Pemerintah dalam menggenjot rasio elektrifikasi. Ini impact-nya ke sana. Kemarin di DPR di apresiasi, " katanya.
Sebagaimana diketahui, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (25/1) lalu, upaya Pemerintah dalam menggenjot program pemerataan akses energi di seluruh wilayah Indonesia mendapatkan apresiasi.
Beberapa program yang dinilai berhasil sesuai target oleh DPR RI, seperti rasio elektrifikasi yang mencapai 95,35 persen , kontrak pengembangan kelistrikan yang bersumber pada Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 1.214 MW, capaian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 119 persen serta Pelaksanaan BBM Satu Harga di 57 titik. (*)