Jakarta (ANTARA) - Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA), Dr. Rita Ramayulis, DCN, M. Kes, mengatakan anak-anak yang menerapkan diet vegan harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah dan komposisi gizi yang tepat agar tidak terjadi risiko kekurangan gizi.
“Beberapa penelitian menjelaskan bahwa tidak ada risiko kekurangan gizi pada anak-anak yang vegan asalkan komposisinya mengikuti kaidah gizi seimbang,” ujar Rita kepada ANTARA pada Senin.
Usia anak-anak memang membutuhkan protein dan kalsium yang lebih tinggi. Namun pada anak penganut vegan, tambah Rita, mereka bisa mendapatkan substitusinya melalui pangan yang berasal dari nabati, misalnya tempe dan olahan kacang-kacangan.
Ia menyebutkan protein hewani maupun nabati menempati posisi yang setara di dalam bagan piramida gizi seimbang sehingga sumber pangan tersebut dapat saling menggantikan.
Makanan-makanan yang dihindari vegan, seperti tempe, susu, kacang-kacangan, daging merah, serta daging ayam, dapat digantikan dengan sumber yang berbasis nabati.
“Mau berbasis nabati boleh-boleh saja, mau campuran boleh-boleh saja, asalkan padu-padannya mengacu pada prinsip gizi seimbang,” tuturnya
Ia juga menekankan bahwa keanekaragaman komposisi pangan pada penganut vegan sangat penting, jika perlu tambahkan makanan yang sifatnya telah difortifikasi.
“Justru yang berbasis hewani saja kami tidak anjurkan karena banyak risiko kesehatan yang akan muncul,” tuturnya.
Rita mengatakan secara umum tidak ada perbedaan spesifik diet vegan pada setiap fase usia anak, namun ia mencatat bahwa mereka harus mengonsumsi gizi sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk setiap kelompok usianya.
Pada bayi yang memasuki usia 6 bulan, mereka memerlukan konsumsi MPASI 4 bintang atau unsur gizi lengkap berupa karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran. Namun pada bayi vegan, mereka tak bisa mengonsumsi protein hewani sehingga protein nabati bisa ditingkatkan menjadi dua kali lipat.
“Contohnya, kalau anak usia 1-3 tahun itu pemberian protein nabati cukup 1 porsi atau 1 penukar per hari. Tapi karena dia vegan, maka diberikan dua kali lipat lebih tinggi, misalnya semula satu potong jadi dua potong,” terang Rita.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa anak usia 6-11 bulan memiliki kebutuhan zat besi yang tinggi sehingga pada anak vegan perlu mengonsumsi pangan yang telah difortifikasi atau yang sudah ditambahkan mikronutrien ke dalam makanan agar kebutuhan gizi terpenuhi.
Zat besi dan vitamin B12 bersifat heme dan hanya terdapat pada jaringan hewan, tetapi pada hari ini hal tersebut dapat disiasati dengan makanan fortifikasi untuk para vegan.
“Hari ini kita tidak perlu khawatir karena sekarang makanan-makanan yang diolah dari kedelai atau kacang-kacangan seperti kacang merah itu sudah dibuat fortifikasi zat besi ke dalamnya,” ujar Rita.
Ia juga menegaskan siapapun yang ingin beralih ke pola makan berbasis nabati atau diet vegan, baik itu orang dewasa maupun anak-anak, perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli gizi dan nutrisi.
“Karena kami menemukan di lapangan, setelah kami periksa komposisi tubuh anak-anak dan remaja yang vegan, banyak dari mereka yang kadar protein dan massa ototnya rendah sekali. Kami menduga, ketika mereka hanya mengonsumsi pangan nabati saja, mereka belum mampu mencukupi seluruh asupan protein yang sudah digantikan dengan basis nabati,” ujarnya.
Berita Terkait
Tren unik, burger vegetarian dibuat dari "3D printer"
Rabu, 29 Desember 2021 9:54
Masker vegan untuk meredakan stress pada kulit wajah
Senin, 30 Agustus 2021 12:17
Amankah menerapkan pola makan vegan pada anak-anak?
Jumat, 28 Agustus 2020 14:24
Kiat bagi orang tua terapkan diet vegetarian pada anak
Minggu, 8 Mei 2022 13:45
Tak sediakan gorengan saat rapat bisa dukung kendalikan obesitas
Selasa, 8 Maret 2022 1:17
Tips menghilangkan lemak perut menurut para ahli gizi
Selasa, 4 Januari 2022 15:32
Ahli ingatkan bahaya obat diet yang sebabkan sering buang air
Senin, 27 Desember 2021 15:25
Proyeksi diet sehat 2022, plant based masih akan diminati
Senin, 27 Desember 2021 10:40