Timika (ANTARA News) - Kepolisian Resor Mimika, Papua mengimbau ribuan pekerja di tiga perusahaan kontraktor PT Freeport Indonesia agar melakukan aksi mogok kerja secara tertib sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kapolres Mimika, AKBP Jeremias Rontini di Timika, Senin mengatakan jajarannya siap melakukan pendekatan kepada para pekerja di tiga perusahaan kontraktor PT Freeport yakni PT Jasti Pravita, PT Osato Seike dan PT Srikandi Mitra Karya yang berencana menggelar mogok selama sebulan terhitung mulai Selasa (30/4) pukul 06.00 WIT hingga 31 Mei 2013.
"Kita akan dalami apa tuntutan mereka dan berupaya melakukan pendekatan kepada para pekerja. Intinya, silahkan mereka menyampaikan aspirasi. Namun kami berharap agar penyampaian aspirasi tersebut sesuai dengan etika dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," kata Rontini.
Selama menggelar aksi mogok kerja, para pekerja dari tiga perusahaan kontraktor tersebut juga diingatkan untuk tidak melakukan aksi-aksi yang berlebihan yang bisa memicu timbulnya aksi anarkisme.
Pengamanan terhadap para pekerja kontraktor Freeport yang hendak mogok kerja tetap dilakukan oleh Polres Mimika bersamaan dengan pengamanan dalam rangka memperingati kembalinya Papua Barat ke pangkuan NKRI tanggal 1 Mei 2013.
Polres Mimika mengerahkan dua per tiga dari anggotanya untuk mengamankan Kota Timika dan sekitarnya dalam rangka mengantisipasi potensi gangguan kamtibmas terkait dengan peringatan kembalinya Papua Barat ke pangkuan NKRI.
Selain dari unsur kepolisian, sekitar 100 prajurit TNI dari berbagai kesatuan juga akan membantu mengamankan wilayah Timika dan sekitarnya.
Ancaman mogok pekerja di tiga perusahaan kontraktor Freeport disampaikan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP-KEP SPSI masing-masing perusahaan kepada wartawan di Timika, Senin.
Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Jasti Pravita Irwanto Hassan mengatakan alasan utama pekerja melakukan aksi mogok karena manajemen PT Jasti Pravita, PT Osato Seike dan PT Srikandi Mitra Karya tidak mau menerapkan keputusan Gubernur Papua Nomor 192 tahun 2012 tentang Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK).
Sesuai keputusan Gubernur Papua tersebut yang berlaku resmi sejak 1 Januari 2013, UMSK yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja dengan basis gaji terendah sebesar Rp11.850 per jam atau sekitar Rp2.050.000 untuk 173 jam kerja. Namun ke tiga perusahaan itu sampai saat ini masih memberikan gaji kepada pekerja dengan basis terendah sebesar Rp7.874 per jam.
"Kesenjangan ini sudah berlangsung puluhan tahun. Ada rekan-rekan kami yang sudah bekerja belasan tahun menerima upah tidak sesuai dengan standar UMSK yang ditetapkan pemerintah. Selama ini terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap pekerja," kata Irwanto.
Irwanto dan rekan-rekannya berkomitmen jika tidak ada titik temu pembicaraan dengan pihak manajemen ke tiga perusahaan maka mulai Selasa (30/4), seluruh pekerja ke tiga perusahaan itu yang selama ini bekerja di area kerja PT Freeport Indonesia mulai dari Tembagapura hingga Pelabuhan Portsite Amamapare akan bergerak turun ke Timika.
Selama berlangsungnya aksi mogok, pekerja akan berkonsentrasi di Kantor Sekretariat PUK SP-KEP SPSI ke tiga perusahaan di Jalan Perjuangan Timika Indah. Selanjutnya, para pekerja akan menyusun rencana selanjutnya untuk melakukan aksi demonstrasi ke Kantor Disnakertrans dan Kantor DPRD Mimika jika tuntutan mereka belum dijawab oleh pihak-pihak terkait.
Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Osato Seike Umar Djabu menegaskan jika tidak ada titik temu pembicaraan dengan pihak manajemen perusahaan hingga Senin malam pukul 24.00 WIT maka aksi mogok kerja 1.200 pekerja ke tiga perusahaan jadi dilaksanakan mulai Selasa (30/4).
Umar menegaskan, mogok kerja yang dilakukan tersebut sah untuk memperjuangkan tegaknya aturan pemerintah. Sejak Februari hingga saat ini, katanya, PUK SP-KEP SPSI ke tiga perusahaan sudah 11 kali melakukan pertemuan dengan manajemen perusahaan masing-masing namun tidak menemukan solusi.
Sedangkan Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Srikandi Mitra Karya, Karter Anuar Aritonang mempertanyakan kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika yang tidak becus melakukan pengawasan terhadap penerapan SK Gubernur Papua tentang UMSK serta tidak pernah menindak tegas perusahaan-perusahaan yang mengabaikan keputusan pemerintah itu.
"Ada eksploitasi besar-besaran tenaga kerja di Timika untuk kepentingan segelintir orang. Ada rekan kami yang bekerja belasan tahun tapi berstatus pekerja harian. Ketika cuti tidak dibayar, ketika sakit tidak dibayar. Mengapa pemerintah tidak menindak perusahaan-perusahaan ini, dan apakah Freeport tidak tahu sementara kami bekerja di area kerja PT Freeport," tanya Aritonang. (E015)
Kapolres Mimika, AKBP Jeremias Rontini di Timika, Senin mengatakan jajarannya siap melakukan pendekatan kepada para pekerja di tiga perusahaan kontraktor PT Freeport yakni PT Jasti Pravita, PT Osato Seike dan PT Srikandi Mitra Karya yang berencana menggelar mogok selama sebulan terhitung mulai Selasa (30/4) pukul 06.00 WIT hingga 31 Mei 2013.
"Kita akan dalami apa tuntutan mereka dan berupaya melakukan pendekatan kepada para pekerja. Intinya, silahkan mereka menyampaikan aspirasi. Namun kami berharap agar penyampaian aspirasi tersebut sesuai dengan etika dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," kata Rontini.
Selama menggelar aksi mogok kerja, para pekerja dari tiga perusahaan kontraktor tersebut juga diingatkan untuk tidak melakukan aksi-aksi yang berlebihan yang bisa memicu timbulnya aksi anarkisme.
Pengamanan terhadap para pekerja kontraktor Freeport yang hendak mogok kerja tetap dilakukan oleh Polres Mimika bersamaan dengan pengamanan dalam rangka memperingati kembalinya Papua Barat ke pangkuan NKRI tanggal 1 Mei 2013.
Polres Mimika mengerahkan dua per tiga dari anggotanya untuk mengamankan Kota Timika dan sekitarnya dalam rangka mengantisipasi potensi gangguan kamtibmas terkait dengan peringatan kembalinya Papua Barat ke pangkuan NKRI.
Selain dari unsur kepolisian, sekitar 100 prajurit TNI dari berbagai kesatuan juga akan membantu mengamankan wilayah Timika dan sekitarnya.
Ancaman mogok pekerja di tiga perusahaan kontraktor Freeport disampaikan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP-KEP SPSI masing-masing perusahaan kepada wartawan di Timika, Senin.
Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Jasti Pravita Irwanto Hassan mengatakan alasan utama pekerja melakukan aksi mogok karena manajemen PT Jasti Pravita, PT Osato Seike dan PT Srikandi Mitra Karya tidak mau menerapkan keputusan Gubernur Papua Nomor 192 tahun 2012 tentang Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK).
Sesuai keputusan Gubernur Papua tersebut yang berlaku resmi sejak 1 Januari 2013, UMSK yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja dengan basis gaji terendah sebesar Rp11.850 per jam atau sekitar Rp2.050.000 untuk 173 jam kerja. Namun ke tiga perusahaan itu sampai saat ini masih memberikan gaji kepada pekerja dengan basis terendah sebesar Rp7.874 per jam.
"Kesenjangan ini sudah berlangsung puluhan tahun. Ada rekan-rekan kami yang sudah bekerja belasan tahun menerima upah tidak sesuai dengan standar UMSK yang ditetapkan pemerintah. Selama ini terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap pekerja," kata Irwanto.
Irwanto dan rekan-rekannya berkomitmen jika tidak ada titik temu pembicaraan dengan pihak manajemen ke tiga perusahaan maka mulai Selasa (30/4), seluruh pekerja ke tiga perusahaan itu yang selama ini bekerja di area kerja PT Freeport Indonesia mulai dari Tembagapura hingga Pelabuhan Portsite Amamapare akan bergerak turun ke Timika.
Selama berlangsungnya aksi mogok, pekerja akan berkonsentrasi di Kantor Sekretariat PUK SP-KEP SPSI ke tiga perusahaan di Jalan Perjuangan Timika Indah. Selanjutnya, para pekerja akan menyusun rencana selanjutnya untuk melakukan aksi demonstrasi ke Kantor Disnakertrans dan Kantor DPRD Mimika jika tuntutan mereka belum dijawab oleh pihak-pihak terkait.
Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Osato Seike Umar Djabu menegaskan jika tidak ada titik temu pembicaraan dengan pihak manajemen perusahaan hingga Senin malam pukul 24.00 WIT maka aksi mogok kerja 1.200 pekerja ke tiga perusahaan jadi dilaksanakan mulai Selasa (30/4).
Umar menegaskan, mogok kerja yang dilakukan tersebut sah untuk memperjuangkan tegaknya aturan pemerintah. Sejak Februari hingga saat ini, katanya, PUK SP-KEP SPSI ke tiga perusahaan sudah 11 kali melakukan pertemuan dengan manajemen perusahaan masing-masing namun tidak menemukan solusi.
Sedangkan Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Srikandi Mitra Karya, Karter Anuar Aritonang mempertanyakan kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika yang tidak becus melakukan pengawasan terhadap penerapan SK Gubernur Papua tentang UMSK serta tidak pernah menindak tegas perusahaan-perusahaan yang mengabaikan keputusan pemerintah itu.
"Ada eksploitasi besar-besaran tenaga kerja di Timika untuk kepentingan segelintir orang. Ada rekan kami yang bekerja belasan tahun tapi berstatus pekerja harian. Ketika cuti tidak dibayar, ketika sakit tidak dibayar. Mengapa pemerintah tidak menindak perusahaan-perusahaan ini, dan apakah Freeport tidak tahu sementara kami bekerja di area kerja PT Freeport," tanya Aritonang. (E015)