Pria ini bukan putra daerah Papua, namun sudah 30 tahun hidup di Tanah Papua, dan banyak berkecimpung di bidang lingkungan, sehingga paham benar dampak kerusakan hutan di Papua. Karena itu, dalam berbagai kesempatan, dosen bidang teknik lingkungan ini selalu mengingatkan dampak kerusakan hutan, utamanya banjir.
Suami dari Siti yang telah dikarunia putra semata wayang bernama Kristopher ini kini menjabat Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pascasarjana di Universitas Cenderawasih (Uncen).
Setelah meraih Sarjana (S1) jurusan kimia di Uncen, kemudian mengambil program pascasarjana bidang lingkungan di Solo, Jawa Tengah, kemudian program doktor bidang lingkungan di Yogyakarta, kini pria berusia 50 tahun ini juga menjabat Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Uncen.
Ia mengaku seringkali mengungkapkan dampak kerusakan hutan di Papua, termasuk di Kota Jayapura, yang menjadi ibukota Provinsi Papua. "Pada 2001, saya bicara banyak dalam berbagai kesempatan (di kampus maupun di rapat dan pertemuan koordinasi) bahwa dalam 10 tahun ke depan banjir akan menjadi akrab dengan warga Jayapura, dan ternyata terbukti," ujarnya.
Banjir tersebut disebabkan oleh aksi pengundulan hutan secara sepihak atau dikenal dengan "illegal logging", yang semakin hari kian marak, yang berakibat banjir melanda Kota Jayapura di berbagai titik, terutama di kawasan Entrop, yang kini telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
"Karena itu, tidak ada pilihan lain, harus diterapkan upaya perlindungan hutan agar banjir tidak menjadi langganan warga Kota Jayapura setiap tahun. Sekarang kan jelas, setiap kali hujan pasti banjir dimana-mana," ujar akademisi yang sering dilibatkan pemda dalam pembahasan dokumen amdal.
Janviter mengaku belum punya data tentang luas areal hutan di Papua yang telah tergradasi, namun ia memastikan semakin hari semakin meluas areal lahan krtis tersebut.
Ia menyontohkan, kawasan cagar alam Cycloop terdapat lahan kritis dan potensial menjadi kritis dalam luasan yang signifikan. Walaupun pelestarian cagar alam Cycloop dalam menjalankan fungsi ekologisnya disadari menjadi keharusan dan merupakan tanggung jawab para pihak.
Upaya kearah tersebut membutuhkan dukungan tersedianya acuan pengelolaan cagar alam Cycloop yang mampu mengakomodasikan, menyinkronkan, dan menyinergikan kepentingan para pihak.
"Lihat saja kawasan Cycloop, terus berubah kondisinya, dan itu pasti berdampak pada banjir di Kota Jayapura dan sekitarnya. Dulu saya bisa leluasa mandi di kaki gunung, sekarang coba lihat di daerah Waena, tidak enak dipandang," ujarnya.
Karena itu, Janviter menekankan pentingnya penegakan hukum dan peningkatan pengetahuan warga sekitar kawasan hutan, bahwa kelestarian hutan sangat penting dan dapat mencegah banjir. (*)
Suami dari Siti yang telah dikarunia putra semata wayang bernama Kristopher ini kini menjabat Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pascasarjana di Universitas Cenderawasih (Uncen).
Setelah meraih Sarjana (S1) jurusan kimia di Uncen, kemudian mengambil program pascasarjana bidang lingkungan di Solo, Jawa Tengah, kemudian program doktor bidang lingkungan di Yogyakarta, kini pria berusia 50 tahun ini juga menjabat Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Uncen.
Ia mengaku seringkali mengungkapkan dampak kerusakan hutan di Papua, termasuk di Kota Jayapura, yang menjadi ibukota Provinsi Papua. "Pada 2001, saya bicara banyak dalam berbagai kesempatan (di kampus maupun di rapat dan pertemuan koordinasi) bahwa dalam 10 tahun ke depan banjir akan menjadi akrab dengan warga Jayapura, dan ternyata terbukti," ujarnya.
Banjir tersebut disebabkan oleh aksi pengundulan hutan secara sepihak atau dikenal dengan "illegal logging", yang semakin hari kian marak, yang berakibat banjir melanda Kota Jayapura di berbagai titik, terutama di kawasan Entrop, yang kini telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
"Karena itu, tidak ada pilihan lain, harus diterapkan upaya perlindungan hutan agar banjir tidak menjadi langganan warga Kota Jayapura setiap tahun. Sekarang kan jelas, setiap kali hujan pasti banjir dimana-mana," ujar akademisi yang sering dilibatkan pemda dalam pembahasan dokumen amdal.
Janviter mengaku belum punya data tentang luas areal hutan di Papua yang telah tergradasi, namun ia memastikan semakin hari semakin meluas areal lahan krtis tersebut.
Ia menyontohkan, kawasan cagar alam Cycloop terdapat lahan kritis dan potensial menjadi kritis dalam luasan yang signifikan. Walaupun pelestarian cagar alam Cycloop dalam menjalankan fungsi ekologisnya disadari menjadi keharusan dan merupakan tanggung jawab para pihak.
Upaya kearah tersebut membutuhkan dukungan tersedianya acuan pengelolaan cagar alam Cycloop yang mampu mengakomodasikan, menyinkronkan, dan menyinergikan kepentingan para pihak.
"Lihat saja kawasan Cycloop, terus berubah kondisinya, dan itu pasti berdampak pada banjir di Kota Jayapura dan sekitarnya. Dulu saya bisa leluasa mandi di kaki gunung, sekarang coba lihat di daerah Waena, tidak enak dipandang," ujarnya.
Karena itu, Janviter menekankan pentingnya penegakan hukum dan peningkatan pengetahuan warga sekitar kawasan hutan, bahwa kelestarian hutan sangat penting dan dapat mencegah banjir. (*)