Timika (Antara Papua) - Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) menargetkan pengoperasian pabrik pengolahan tepung sagu di Kampung Kekwa, Distrik Mimika Tengah, tahun ini.
Wakil Sekretaris Eksekutif Bidang Program LPMAK Yohanis Arwakon di Timika, Jumat mengatakan semua peralatan mesin pabrik pengolahan tepung sagu sudah dipasang dan diujicobakan.
LPMAK tinggal menyelesaikan beberapa fasilitas pendukung seperti pengadaan sarana air bersih, pelabuhan sebagai tempat bongkar muat material batang sagu dan beberapa perbaikan fasilitas pendukung lainnya.
"Kalau semuanya sudah siap, segera resmikan. Kami menargetkan tahun ini sudah bisa beroperasi," kata Yohanis.
Sembari menunggu pengoperasian pabrik tersebut, LPMAK bersama kelompok masyarakat Kekwa juga sudah memulai penanaman bibit sagu sebagai stok cadangan. Bibit sagu unggul tersebut didatangkan langsung dari Sentani, Jayapura, untuk menambah koleksi jenis sagu yang ada.
"Kami bekerja sama dengan sarjana pendamping dari Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari dan mahasiswa KKN Unipa dibantu oleh masyarakat melakukan penanaman bibit sagu unggul di kawasan sekitar lokasi pabrik pengolahan tepung sagu Kekwa," jelasnya.
Pembangunan pabrik pengolahan tepung sagu di Kekwa tersebut dirintis LPMAK sejak sekitar 2011 dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal. Pasalnya, warga Suku Kamoro yang bermukim di wilayah pesisir Mimika secara turun-temurun mengandalkan tepung sagu sebagai makanan pokok.
Guna meyakinkan masyarakat soal pentingnya pabrik tepung sagu tersebut, LPMAK pernah mengikutsertakan puluhan warga dari lima kampung di wilayah pesisir Mimika melakukan studi banding tentang pabrik sagu di Kabupaten Selat Panjang, Kepulauan Riau.
Tidak itu saja, LPMAK juga melakukan foto udara untuk mengetahui kawasan potensial sagu di Mimika serta peninjauan lapangan guna membandingkan data riil dengan hasil foto udara melalui citra satelit.
Selain itu, LPMAK juga menjalin kerja sama dengan Pusat Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor (P4W-IPB) guna mempersiapkan masyarakat Kamoro menyambut berdirinya pabrik tepung sagu tersebut.
Kerja sama itu dalam hal melakukan survei pemetaan potensi sagu termasuk menggunakan citra satelit dan membantu menyediakan buku-buku promosi edukasi sagu bagi kalangan pelajar.
"Melalui buku-buku yang kita siapkan bisa membantu memberikan pemahaman kepada anak-anak sejak usia dini bahwa sagu sebagai makanan pokok sangat penting. Penyediaan buku-buku ini juga sebagai tanggapan atas masukan dari sekolah-sekolah di wilayah pesisir Mimika yang menghendaki adanya bahan ajar tentang sagu," ujar Arwakon.
Prof Bintoro dari P4W IPB mengungkapkan bahwa potensi sagu di Mimika sangat besar namun belum digarap maksimal. Tim IPB pernah melakukan survei di sekitar Kokonao, ibu kota Distrik Mimika Barat beberapa tahun silam. Di lokasi itu, dalam satu hektare terdapat sekitar 160-an pohon sagu dengan prediksi tepung sagu yang bisa dihasilkan hingga mencapai 40 ton.
Meskipun potensi sagu sangat tinggi, namun sagu yang mati lantaran tidak dimanfaatkan juga tinggi.
"Yang matipun sejumlah itu setiap hektarenya karena setelah berbunga dan berbuah, pohon sagu akan mati. Dia tidak sama seperti pisang atau kelapa yang berbuah terus-menerus," tutur Bintoro.
Kondisi itu, katanya, memerlukan dukungan dan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengelola potensi sagu yang sangat besar di Mimika dan Papua umumnya agar memberikan manfaat tidak saja bagi konsumsi utama warga setempat, tapi juga bisa dijadikan komoditi ekspor ke manca negara.
"Sungguh ironis kita membuang-buang sumber karbohidrat karena tidak tahu memanfaatkannya secara tepat guna, tapi di sisi lain kita masih impor beras dari luar negeri. Di luar negeri seperti di Afrika, Asia, Amerika Latin begitu banyak orang yang kelaparan. Sementara di negeri kita sumber karbohidrat ini tidak dimanfaatkan alias dibuang. Padahal ini kalau dijual, sudah berapa besar dana yang kita kumpulkan untuk membangun rakyat," ujarnya. (*)
Wakil Sekretaris Eksekutif Bidang Program LPMAK Yohanis Arwakon di Timika, Jumat mengatakan semua peralatan mesin pabrik pengolahan tepung sagu sudah dipasang dan diujicobakan.
LPMAK tinggal menyelesaikan beberapa fasilitas pendukung seperti pengadaan sarana air bersih, pelabuhan sebagai tempat bongkar muat material batang sagu dan beberapa perbaikan fasilitas pendukung lainnya.
"Kalau semuanya sudah siap, segera resmikan. Kami menargetkan tahun ini sudah bisa beroperasi," kata Yohanis.
Sembari menunggu pengoperasian pabrik tersebut, LPMAK bersama kelompok masyarakat Kekwa juga sudah memulai penanaman bibit sagu sebagai stok cadangan. Bibit sagu unggul tersebut didatangkan langsung dari Sentani, Jayapura, untuk menambah koleksi jenis sagu yang ada.
"Kami bekerja sama dengan sarjana pendamping dari Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari dan mahasiswa KKN Unipa dibantu oleh masyarakat melakukan penanaman bibit sagu unggul di kawasan sekitar lokasi pabrik pengolahan tepung sagu Kekwa," jelasnya.
Pembangunan pabrik pengolahan tepung sagu di Kekwa tersebut dirintis LPMAK sejak sekitar 2011 dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal. Pasalnya, warga Suku Kamoro yang bermukim di wilayah pesisir Mimika secara turun-temurun mengandalkan tepung sagu sebagai makanan pokok.
Guna meyakinkan masyarakat soal pentingnya pabrik tepung sagu tersebut, LPMAK pernah mengikutsertakan puluhan warga dari lima kampung di wilayah pesisir Mimika melakukan studi banding tentang pabrik sagu di Kabupaten Selat Panjang, Kepulauan Riau.
Tidak itu saja, LPMAK juga melakukan foto udara untuk mengetahui kawasan potensial sagu di Mimika serta peninjauan lapangan guna membandingkan data riil dengan hasil foto udara melalui citra satelit.
Selain itu, LPMAK juga menjalin kerja sama dengan Pusat Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor (P4W-IPB) guna mempersiapkan masyarakat Kamoro menyambut berdirinya pabrik tepung sagu tersebut.
Kerja sama itu dalam hal melakukan survei pemetaan potensi sagu termasuk menggunakan citra satelit dan membantu menyediakan buku-buku promosi edukasi sagu bagi kalangan pelajar.
"Melalui buku-buku yang kita siapkan bisa membantu memberikan pemahaman kepada anak-anak sejak usia dini bahwa sagu sebagai makanan pokok sangat penting. Penyediaan buku-buku ini juga sebagai tanggapan atas masukan dari sekolah-sekolah di wilayah pesisir Mimika yang menghendaki adanya bahan ajar tentang sagu," ujar Arwakon.
Prof Bintoro dari P4W IPB mengungkapkan bahwa potensi sagu di Mimika sangat besar namun belum digarap maksimal. Tim IPB pernah melakukan survei di sekitar Kokonao, ibu kota Distrik Mimika Barat beberapa tahun silam. Di lokasi itu, dalam satu hektare terdapat sekitar 160-an pohon sagu dengan prediksi tepung sagu yang bisa dihasilkan hingga mencapai 40 ton.
Meskipun potensi sagu sangat tinggi, namun sagu yang mati lantaran tidak dimanfaatkan juga tinggi.
"Yang matipun sejumlah itu setiap hektarenya karena setelah berbunga dan berbuah, pohon sagu akan mati. Dia tidak sama seperti pisang atau kelapa yang berbuah terus-menerus," tutur Bintoro.
Kondisi itu, katanya, memerlukan dukungan dan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengelola potensi sagu yang sangat besar di Mimika dan Papua umumnya agar memberikan manfaat tidak saja bagi konsumsi utama warga setempat, tapi juga bisa dijadikan komoditi ekspor ke manca negara.
"Sungguh ironis kita membuang-buang sumber karbohidrat karena tidak tahu memanfaatkannya secara tepat guna, tapi di sisi lain kita masih impor beras dari luar negeri. Di luar negeri seperti di Afrika, Asia, Amerika Latin begitu banyak orang yang kelaparan. Sementara di negeri kita sumber karbohidrat ini tidak dimanfaatkan alias dibuang. Padahal ini kalau dijual, sudah berapa besar dana yang kita kumpulkan untuk membangun rakyat," ujarnya. (*)