Timika (Antara Papua) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM akan bekerja sama dengan jajaran TNI AL dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) mencegah terulangnya kembali kejadian kaburnya puluhan warga negara asing yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) milik PT Minatama Mutiara.
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie di Timika, mengatakan kasus kaburnya lebih dari 30 WNA Tiongkok bersama sembilan kapal ikan milik PT Minatama Mutiara pada akhir Desember 2015, menjadi pelajaran penting bagi jajaran imigrasi.
"Apa yang sudah terjadi dan dialami pada 2015 itu akan kita perbaiki untuk meningkatkan kinerja maupun kerja sama dengan semua pihak. Kami akan melakukan kerja sama dengan TNI AL, juga Bakamla yang punya peralatan teknis di laut sehingga bisa segera melakukan pengejaran jika kasus serupa terjadi kembali," ujar Ronny.
Ia mengakui bahwa dokumen paspor dari 30-an ABK asal Tiongkok yang kabur bersama sembilan kapal milik PT Minatama Mutiara masih berada diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura di Timika.
Ronny mengatakan pengawasan terhadap aktivitas orang asing juga membutuhkan dukungan dari masyarakat, institusi lain maupun media massa.
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu mengaku sudah menerima informasi bahwa ada warga negara asing yang memanfaatkan visa kunjungan sebagai turis namun digunakan untuk bekerja di salah satu perusahaan tambang pasir besi di wilayah Pronggo, Distrik Mimika Barat Tengah.
"Saya sudah menerima laporan dari Kepala Kantor Imigrasi Timika. Kalau memang ada kendala soal transportasi ke sana, kita akan cari solusinya, apakah diback-up oleh Divisi Imigrasi di Kanwil Kemenkumham Papua ataukah perlu kerja sama dengan TNI AL dan Bakamla karena lokasi itu berada di wilayah pesisir," jelasnya.
Ia berharap ke depan terdapat sinergitas antarinstitusi pemerintah dalam melakukan penindakan hukum pada sebuah objek kegiatan yang sama namun penyimpangannya berbeda.
"Kalau memang benar informasi itu sudah tentu Kementerian Tenaga Kerja juga sangat berkepentingan karena pasti para warga negara asing itu tidak memiliki izin tinggal terbatas karena tidak memiliki Imta (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing)," ujarnya.
Ronny mengatakan upaya untuk mendapat informasi soal keberadaan orang asing pada perusahaan pengelola tambang pasir besi di Pronggo tersebut belum bisa ditindaklanjuti oleh jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura di Timika karena keterbatasan personel dan kesulitan sarana transportasi.
"Personel yang ada di Kantor Imigrasi Timika hanya 26 orang sudah termasuk kepala kantor. Belum lagi peralatan untuk ke sana terbatas. Namun itu semua hendaknya tidak menjadi kendala untuk tidak melaksanakan tugas dan fungsi," jelasnya.
Ia juga meminta masyarakat segera melaporkan jika ada oknum staf imigrasi yang melakukan sindikasi dalam melindungi pihak-pihak yang terlibat menyembunyikan keberadaan orang asing yang melakukan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia.
"Apabila ada anak buah saya yang melakukan sindikasi untuk melindungi mereka, tolong segera laporkan ke saya untuk ditelusuri, diperbaiki bila perlu ditindak jika memang mereka benar-benar terlibat," tegas Ronny.
Perusahaan pengelola tambang pasir besi di Pronggo diketahui sejak beberapa tahun lalu mempekerjakan sejumlah WNA asal Tiongkok. Perusahaan tersebut diketahui diback-up oleh sejumlah elit di Jakarta dan Jayapura. (*)
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie di Timika, mengatakan kasus kaburnya lebih dari 30 WNA Tiongkok bersama sembilan kapal ikan milik PT Minatama Mutiara pada akhir Desember 2015, menjadi pelajaran penting bagi jajaran imigrasi.
"Apa yang sudah terjadi dan dialami pada 2015 itu akan kita perbaiki untuk meningkatkan kinerja maupun kerja sama dengan semua pihak. Kami akan melakukan kerja sama dengan TNI AL, juga Bakamla yang punya peralatan teknis di laut sehingga bisa segera melakukan pengejaran jika kasus serupa terjadi kembali," ujar Ronny.
Ia mengakui bahwa dokumen paspor dari 30-an ABK asal Tiongkok yang kabur bersama sembilan kapal milik PT Minatama Mutiara masih berada diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura di Timika.
Ronny mengatakan pengawasan terhadap aktivitas orang asing juga membutuhkan dukungan dari masyarakat, institusi lain maupun media massa.
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu mengaku sudah menerima informasi bahwa ada warga negara asing yang memanfaatkan visa kunjungan sebagai turis namun digunakan untuk bekerja di salah satu perusahaan tambang pasir besi di wilayah Pronggo, Distrik Mimika Barat Tengah.
"Saya sudah menerima laporan dari Kepala Kantor Imigrasi Timika. Kalau memang ada kendala soal transportasi ke sana, kita akan cari solusinya, apakah diback-up oleh Divisi Imigrasi di Kanwil Kemenkumham Papua ataukah perlu kerja sama dengan TNI AL dan Bakamla karena lokasi itu berada di wilayah pesisir," jelasnya.
Ia berharap ke depan terdapat sinergitas antarinstitusi pemerintah dalam melakukan penindakan hukum pada sebuah objek kegiatan yang sama namun penyimpangannya berbeda.
"Kalau memang benar informasi itu sudah tentu Kementerian Tenaga Kerja juga sangat berkepentingan karena pasti para warga negara asing itu tidak memiliki izin tinggal terbatas karena tidak memiliki Imta (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing)," ujarnya.
Ronny mengatakan upaya untuk mendapat informasi soal keberadaan orang asing pada perusahaan pengelola tambang pasir besi di Pronggo tersebut belum bisa ditindaklanjuti oleh jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura di Timika karena keterbatasan personel dan kesulitan sarana transportasi.
"Personel yang ada di Kantor Imigrasi Timika hanya 26 orang sudah termasuk kepala kantor. Belum lagi peralatan untuk ke sana terbatas. Namun itu semua hendaknya tidak menjadi kendala untuk tidak melaksanakan tugas dan fungsi," jelasnya.
Ia juga meminta masyarakat segera melaporkan jika ada oknum staf imigrasi yang melakukan sindikasi dalam melindungi pihak-pihak yang terlibat menyembunyikan keberadaan orang asing yang melakukan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia.
"Apabila ada anak buah saya yang melakukan sindikasi untuk melindungi mereka, tolong segera laporkan ke saya untuk ditelusuri, diperbaiki bila perlu ditindak jika memang mereka benar-benar terlibat," tegas Ronny.
Perusahaan pengelola tambang pasir besi di Pronggo diketahui sejak beberapa tahun lalu mempekerjakan sejumlah WNA asal Tiongkok. Perusahaan tersebut diketahui diback-up oleh sejumlah elit di Jakarta dan Jayapura. (*)