Jakarta (Antara Papua) - Ahli hidrologi sungai Dr.Suyono mengatakan, tidak mungkin debit air 47m3/detik mampu mengalirkan sisa hasil penambangan atau tailing PT.Freeport Indonesia ke sungai Otomona, Papua.

"Tidak mungkin dengan debit air sekecil itu mampu mengalirkan tailing," kata Dr.Suyono dalam sidang di Pengadilan Pajak Jakarta yang mengagendakan saksi ahli dari Pemerintah Provinsi Papua, Rabu (15/6) di Jakarta terkait sidang gugatan PT.Freeport atas pajak air permukaan.

Sidang yang berlangsung sekitar dua jam itu dipimpin ketua majelis hakim Didi Hardiman didampingi hakim anggota Triyono Martanto dan Redno Sri Rezeki.

Dr.Suyono yang merupakan ahli hidrologi sungai dalam sidang mengatakan, tidak mungkin debit air sebesar 47 meter 3 per detik mampu mengangkut tailing melainkan hanya suspensi atay sedimen air.

"Tidak mungkin dengan debit air 47 meter kubik per detik mampu mengangkut tailing," kata Suyono menjawab pertanyaan hakim anggota Triyono Martanto, seraya menambahkan untuk debit air 155 meter kubik per detik mampu mengangkut tailing hingga ke hulu sungai.

Pengukuran debit air dapat dilakukan secara manual seperti yang dilakukan Pemprov Papua hingga mendapatkan angka 155 meter kubik per detik karena angka tersebut berdasarkan akumulasi dari hasil laporan PT.Freeport, kata Suyono.

Menurut dia, tailing tidak mungkin dapat dibawa oleh air sungai Otomona bila debitnya kurang akibat tidak ada hujan karena secara teori debit air akan berkurang atau turun namun sebaliknya grafiknya meningkat saat hujan.

Untuk menghitung debit air, kata mantan dosen UGM Jogyakarta, harus dihitung secara menyeluruh dengan mencari lokasi penampung yang stabil dan dihitung baik saat tidak turun hujan hingga banjir.

Tidak mudah untuk menentukan penampang yang akan digunakan sebagai tempat meneliti debit air khususnya saat banjir dan dirinya hingga kini belum melakukan penelitian secara langsung di sungai Otomona melainkan hanya meneliti melalui data yang diterima.

Dr.Suyono mengatakan, dari hasil penelitiannya terungkap PT Freeport menggunakan seluruh volume air yang mengalir dari hulu sampai muara sungai berkisar 155 meter kubik per detik.

Jumlah tersebut terdiri dari volume air yang masuk di jembatan Otomona sebesar 115 meter kubik per detik dan volume air hujan yang ditampung di Mod AD sebesar 40 meter kubik per detik, kata Suyono.

Usai mendengar penjelasan saksi ahli yang diajukan Pemprov Papua, ketua majelis hakim Didi Hardiman menunda sidang hingga tanggal 27 Juli untuk mendengarkan kesimpulan.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah Papua Ridwan Rumasukun yang didampingi Kabid Pengembangan Dispenda Papua Wahyudi, mengatakan, sidang yang digelar merupakan sidang yang kesembilan atau kelima untuk pajak atas air permukaan periode bulan Januari hingga Juli 2015.

Sedangkan empat sidang sebelumnya dengan agenda pajak atas air permukaan  sudah selesai dilaksanakan namun belum dibacakan tuntutan.

Kemungkinan putusannya akan dijadikan satu, kata Ridwan Rumasukun yang mengaku Pemprov Papua menuntut pajak air permukaan atas pemanfaatan sungai Aghawagon-Otomona untuk transportasi sisa tambang (tailing) tahun 2011-2014 sebesar Rp 2,2 trilyun dan periode Januari-Juli 2015 sebesar Rp 252 miliar.

"PT.Freeport dituntut membayar pajak atas air permukaan sebesar Rp 2,5 trilyun," kata Kadispenda Papua Ridwan Rumasukun. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarukdijati
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024