Jayapura (Antara Papua) - Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Fery Mursyidan Baldan mendorong adanya pembentukan tim penetapan batas wilayah di Provinsi Papua.
"Kami mengajak pihak terkait di Papua bersama membuat tim guna mengecek dan menetapkan batas wilayah dari masyarakat hukum adat yang ada di Bumi Cenderawasih, kaitannya dengan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2015," katanya di Jayapura, Kamis.
Menurut Ferry, Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2015 ini mengungkap tentang pengakuan atas hak komunal khususnya di wilayah Provinsi Papua.
"Saya juga mau mengingatkan semua pihak agar segera mengeluarkan hak legalitas transmigran atas tanah yang dimiliki, jangan sampai justru menjadi sumber konflik ke depannnya," ujarnya.
Dia menjelaskan dalam peraturan menteri tersebut diakui soal kepemilikan masyarakat adat, yaitu pengakuan kepemilikan kepada warga yang tinggal dan hidup lebih sepuluh tahun di lokasi tertentu.
"Selain itu juga pengakuan hak kolektif ekonomi berupa koperasi, di mana tujuannya memutus pengakuan atau kepemilikan atas tanah yang tanpa dasar," katanya lagi.
Dia menuturkan soal tanah dalam setiap ajaran agama, menyimpan pesan kuat yang pada dasarnya menjadi tempat masyarakat bisa hidup dan memakmurkan kehidupannya.
"Karena itulah, diharapkan jangan lagi ada pikiran memperkaya diri dengan memiliki tanah dalam jumlah besar," ujarnya lagi.
Dia menambahkan negara menyebut tanah sebagai tempat hidup masyarakat dan tempat memakmurkan kehidupannya, jadi tidak pada fokus kepemilikan. (*)
"Kami mengajak pihak terkait di Papua bersama membuat tim guna mengecek dan menetapkan batas wilayah dari masyarakat hukum adat yang ada di Bumi Cenderawasih, kaitannya dengan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2015," katanya di Jayapura, Kamis.
Menurut Ferry, Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2015 ini mengungkap tentang pengakuan atas hak komunal khususnya di wilayah Provinsi Papua.
"Saya juga mau mengingatkan semua pihak agar segera mengeluarkan hak legalitas transmigran atas tanah yang dimiliki, jangan sampai justru menjadi sumber konflik ke depannnya," ujarnya.
Dia menjelaskan dalam peraturan menteri tersebut diakui soal kepemilikan masyarakat adat, yaitu pengakuan kepemilikan kepada warga yang tinggal dan hidup lebih sepuluh tahun di lokasi tertentu.
"Selain itu juga pengakuan hak kolektif ekonomi berupa koperasi, di mana tujuannya memutus pengakuan atau kepemilikan atas tanah yang tanpa dasar," katanya lagi.
Dia menuturkan soal tanah dalam setiap ajaran agama, menyimpan pesan kuat yang pada dasarnya menjadi tempat masyarakat bisa hidup dan memakmurkan kehidupannya.
"Karena itulah, diharapkan jangan lagi ada pikiran memperkaya diri dengan memiliki tanah dalam jumlah besar," ujarnya lagi.
Dia menambahkan negara menyebut tanah sebagai tempat hidup masyarakat dan tempat memakmurkan kehidupannya, jadi tidak pada fokus kepemilikan. (*)