Jayapura (Antara Papua) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Papua-Maluku mengungkapkan bahwa wajib pajak yang memanfaatkan program amnesti pajak belum ada yang berasal dari kalangan birokrat.

"Sampai sekarang kami belum tahu karena yang kami tahu sampai saat ini adalah wajib pajak yang pengusaha, baik orang pribadi maupun badan hukum," ujar Kepala Bidang Humas Kanwil DJP Papua Maluku Markus Lewaherilla di Jayapura, Senin.

Ia memandang, hingga kini para wajib pajak, termasuk para birokrat/pejabat di Papua, belum membuat Surat Pernyataan Harta (SPH) karena mereka masih ingin mempelajari aturan tersebut.

"UU ini masih baru, jadi masih banyak orang yang sedang mempelajarinya. Kami sendiri belum begitu memahaminya dengan sangat bagus, apa lagi yang tidak membacanya," kata dia.

Markus pun mengakui bila kini pihaknya lebih fokus menyasar para pengusaha agar segera membuat SPH selama program Amnesti Pajak masih berlaku hingga 31 Maret 2016.

Sebelumnya, Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Papua Maluku tengah mendorong agar para wajib pajak segera membuat Surat Pernyataan Harta (SPH) dengan konsekuensi diberikannya keringanan insentif atas harta yang dilaporkan.

"Ini adalah kesempatan terakhir agar yang selama ini harta dan asetnya belum dilaporkan, laporkanlah," ujar Kepala Kantor Wilayah DJP Papua Maluku Eka Sila Kusna Jaya.

"Yang selama ini di luar negeri kamu bawa balik ke Indonesia dengan kita kasih tarif sangat rendah, dari pada nanti dua tahun nanti kita sudah ikut arus pertukaran bebas dan barangnya ketemu, pasti kenanya adalah sebesar PPH ditambah sangsinya," katanya.

Eka menyebut dalam program ini pihaknya tidak diberikan target karena hal ini berkaitan dengan pengungkapan harta yang tidak tidak diketahui jumlahnya oleh negara.

"Yang kita tahu, yang selama ini belum dilaporkan tolong laporkan mumpung ada tarif khusus," ujarnya.

Dia menjelaskan program ini akan dapat memacu pertumbuhan iklim investasi dan berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat.

"Diharapkan ada `multiflyer effect` terhadap pertumbuhan ekonomi karena selama ini pada punya uang tapi ditaruh di luar negeri. Ini juga sekaligus untuk menumbuhkan rasa nasionalis dan membantu pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi," kata Eka.

Presiden Joko Widodo dengan persetujuan DPR RI telah menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Periode penyampaian SPT berlangsung sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. (*)

Pewarta : Pewarta: Dhias Suwandi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024