Pada 5 Juni 2014 mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang kerap disapa Jokowi berkunjung ke Provinsi Papua, provinsi paling timur Indonesia.
Kunjungannya itu terkait kampanye Pemilihan Presiden (Pilres) 9 Juli 2014 yang diikuti dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Tradisi "blusukan" yang dilakukan Jokowi semenjak menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga dilakukan saat berada di Kabupaten dan Kota Jayapura bersama istri dan kedua anaknya, yang didampingi sejumlah kader koalisi partai pendukung Pilpres 2014.
Jokowi "blusukan" ke Pasar Prahara di Kabupaten Jayapura dan bercengkerama dengan para pedagang di sana, kemudian berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Kesuma Bangsa Trikora Waena, ke Kampung Yoka, Kota Jayapura, dan makan siang bersama di salah satu restauran ternama di daerah itu.
Setelah menghadiri deklarasi dukungan calon Presiden Indonesia di Gor Waringin Jayapura, malam harinya Jokowi "blusukan" ke pasar sementara mama-mama Papua yang terletak di pusat Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua.
Saat bercengkerama dengan mama-mama pedagang Papua, mencuat permintaan agar dibuatkan pasar permanen Pasar Mama-Mama Papua, jika kelak Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.
Kala itu, Mama Yuliana Pigay, perempuan yang tiap hari berjualan di pasar sementara mama-mama itu mengingatkan Jokowi bahwa mereka telah bersurat ke Kantor Staf Kepresidenan pada tanggal 5 April 2014 atas nama Solidaritas Pedagang Asli Mama-mama Papua (Solpap).
Permintaan itu pun langsung dijawab dengan janji manis bahwa nantinya para pedagang mama-mama Papua akan memiliki pasar permanen.
Jokowi juga ingin mengubah suasana Pasar Mama-mama Papua sebagai pasar tradisional yang identik dengan lingkungan yang panas, bau, kumuh, sampah berserakan, dan rawan tindak pidana kejahatan, menjadi pasar yang aman dan nyaman atau moderen.
Seiring dengan waktu, akhirnya Jokowi dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014, dan janji di hadapan para pedagang Mama-mama Papua harus diwujudkan.
Pada 27 Desember 2014, Jokowi melakukan kunjungan kerja perdana di Provinsi Papua selaku Presiden, dan dalam kunjungan tersebut Jokowi menepati janjinya untuk membangun pasar Prahara Sentani agar lebih representatif.
Saat itu Presiden Jokowi berjanji juga akan meletakan batu pertama pembangunan pasar khusus Mama-mama di Kota Jayapura.
Pada 30 April 2016 janji itu terwujud, Presiden Jokowi meletakkan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Pasar Mama-mama Papua di Kota Jayapura itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di provinsi yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (PNG).
"Saya minta pada menteri-menteri, targetnya dibangun jangan lama karena sudah ditunggu mama-mama," kata Presiden dalam sambutannya di hadapan para mama-mama Papua.
Presiden meminta menteri terkait yang hadir antara lain Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong untuk dapat membangun pasar hanya dalam waktu 10 bulan.
Presiden pun menyampaikan bahwa pemerintah berupaya membangun pasar Mama Mama Papua dengan cepat namun tanpa melanggar aturan.
"Sampai terakhir tiga minggu lalu (koordinasi) saya tidak mau tahu caranya yang penting pasar segera dibangun. Setelah saya sampaikan seperti itu, ada solusinya. Sekarang ini akan dimulai," ujarnya.
Jokowi juga meminta agar nantinya pasar tersebut dapat dijaga kebersihan dan kerapannya agar pembeli tertarik datang dan meningkatkan daya saing dengan mal atau pasar moderen.
"Untuk pasar yang basah buatin seragam, pakai celemek biar tambah cantik. Biar tidak kalah dengan jualan yang di mal atau supermarket," ujar Jokowi.
Presiden juga meminta para pedagang untuk senyum dan ramah kepada calon pembeli agar dapat meningkatkan omzet dari wisatawan atau pengunjung yang datang ke Jayapura.
Namun para pedagang tersebut menginginkan relokasi pasar tetap dibangun di tengah kota agar bisa menolong para pebatik, perajin, usaha warung, salon, dan para pedagang Papua lainnya yang tidak bisa mengakses pasar moderen di pusat kota karena harga jual dan sewa yang mahal.
Pasar "Budaya" Mama-mama Papua itu akhirnya dipastikan dibangun di lahan milik Perum Damri yang berada di tengah Kota Jayapura dengan luas areal 4.490 meter persegi, dan proses pembangunannya dikoordinasikan oleh Kementerian BUMN.
Pada momentum "groundbreaking" itu, Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku lega setelah Presiden Jokowi meletakkan batu pertama pembangunan pasar mama-mama itu.
"Pembangunan Pasar Mama-mama Papua ini telah lama direncanakan, namun baru tahun ini terealisasi bahkan Presiden Jokowi menyempatkan waktu untuk meletakan batu pertamanya," kata Lukas.
Lukas dan jajarannya menyambut baik kepedulian Presiden Jokowi untuk turun langsung meletakkan batu pertama pembangunan pasar mama-mama itu.
"Kami senang karena mama-mama yang pulang pergi Jakarta untuk memperjuangan pembangunan pasar ini akhirnya memperoleh keinginannya," ujarnya.
Pada 17 Oktober 2016, Presiden Jokowi kembali berkunjung ke Papua dan menyempatkan diri meninjau lokasi pembangunan Pasar Mama-mama Papua yang terletak di Jalan Percetakan Kota Jayapura itu, kemudian menegaskan bahwa pembangunan Pasar Mama-Mama Papua itu harus segera diselesaikan agar bisa langsung difungsikan.
"Saya sampaikan ke Menteri BUMN, akhir tahun ini pasar itu harus selesai. Jangan mundur-mundur lagi karena sudah ditunggu oleh pedagang," ujarnya.
Presiden mengaku akan selalu mengikuti perkembangan pembangunan Pasar Mama-mama Papua yang menjadi salah satu janji kampanyenya saat Pilpres 2014.
"Pasar Mama-mama Papua saya ikuti, sampai saat ini memang baru selesai 25 persen. Saya selalu minta gambar perkembangannya, setiap minggu saya selalu diberikan gambar perkembangannya," kata Presiden.
Kini, bangunan permanen Pasar Mama-mama Papua berkonstruksi lima lantai telah menjadi bagian dari gedung-gedung tinggi di pusat Kota Jayapura.
Pasar yang dibangun dengan dana sekitar Rp45 miliar itu telah rampung 100 persen yang didukung fasilitas "camera security" lebih dari 20 unit, dan satu bak penampungan air yang dapat menampung 84 liter kubik.
Konstruksi pasar khusus itu dibangun sesuai keinginan para pedagang yang tergabung dalam organisasi Solpap yakni berlantai lima.
Lantai satu untuk jualan basah seperti sayur-sayuran, buah- buahan, ikan, dan komoditi lainnya, dan lantai dua digunakan untuk jualan kering, seperti warung makan, kerajinan tangan, salon, batik, dan lainnya.
Lantai tiga untuk aula pertemuan, kantor bank, puskemas, dan ruang PAUD (Pendidikan Anak Usia Duni) sebagai tempat belajar anak-anak dari Mama-mama pedagang.
Sedangkan lantai empat digunakan untuk parkiran pasar sekaligus jawaban atas kesulitan parkir di Kota Jayapura, dan lantai lima merupakan anjungan yang dapat digunakan untuk kepentingan umum yang dipandang penting.
Perjuangan 13 Tahun
Keinginan untuk memiliki pasar yang representatif sudah diperjuangkan para pedagang mama-mama Papua sejak 2013 atau tiga tahun lalu, yang dibantu para aktivis Solpap seperti Robert Jitmau (Rojit) selaku Sekretaris Solpap.
Sejatinya perjuangan itu sudah dimulai sejak 2009, namun tidak segencar sejak 2013 yang mulai didukung banyak pihak.
Solpap bukanlah organisasi ekonomi yang bisa mengelola pasar. Solpap hanya wadah solidaritas dari LSM, pers, gereja, mahasiswa, pemuda, organisasi perempuan, dan individu-individu yang peduli terhadap nasib mama-mama dan pedagang Papua.
Sejak saat itu telah berkali-kali aktivis Solpap menggelar demo di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan Pemprov Papua, guna mendesak pembangunan pasar khusus mama-mama pedagang Papua.
Pembangunan pasar khusus itu diyakini akan menjadi jalan masuk menuju peningkatan derajat ekonomi orang Papua, karena mama-mama pedagang perlu diberikan modal usaha sekaligus upaya perlindungan komoditas lokal.
Perjuangan tersebut sempat direspons Lukas Enembe setelah dilantik menjadi Gubernur Papua periode 2013-2018, pada 9 April 2013, yang memasukkan program pembangunan pasar mama-mama dalam program prioritasnya.
Lukas kemudian memerintahkan Dinas PU Provinsi Papua untuk membentuk tim pembangunan pasar mama-mama di lokasi milik pemerintah yang tengah digunakan Perum Damri sebagai kantor, karena lokasinya sangat strategis juga sesuai keinginan mama-mama pedagang.
Namun, proses pembangunan pasar mama-mama itu tidak terlaksana sesuai harapan, bahkan beredar isu lokasi pasar akan dipindahkan ke tempat lain, sehingga Solpap terus berjuang melalui beragam aksi yang bersifat menggugah perhatian pemerintah.
Dalam memperjuangkan pasar itu, Rojit didampingi rekan-rekan seperjuangannya, terutama Mama Yuliana Pigai, perempuan asal Kabupaten Paniai yang konsisten memperjuangkan Pasar Mama-mama Papua itu, hingga membuahkan hasil.
Namun, sayangnya Rojit sang pemberi inspirasi dalam proses advokasi ekonomi orang Papua pergi untuk selamanya. Ia meninggal dunia pada 20 Mei 2016, belum genap sebulan setelah Presiden Jokowi mulai mewujudkan perjuangan mereka.
Bangunan Pasar Mama-mama Papua yang diperjuangkan itu sudah terbangun megah, namun Rojit tidak bisa menyaksikannya karena tengah menghadap Sang Pencipta.
Seandainya waktu bisa diputar ulang, mungkin Rojit akan berkata "pergunakanlah bangunan pasar mama-mama Papua itu sebaik-baiknya, demi kemajuan ekonomi orang Papua".
Setidaknya, Koperasi Mama-mama Pedagang Asli Papua (Kommpap) dapat meneruskan gagasan ekonomi orang Papua yang sudah diletakkan oleh Rojit.
Gagasan itu seyogyanya harus tetap tinggal, hidup dan berkembang dalam generasi Papua agar terus berjuang menegakkan kedaulatan ekonomi dan keadilan bagi orang asli Papua, khususnya mama-mama pedagang.
Semasa hidupnya, almarhum Rojit pernah melayangkan surat kepada Gubernur Papua dan meminta jika Pasar Mama-mama Papua telah terbangun dan sudah dikelola oleh pemerintah, sebaiknya pasar berbentuk Perusahaan Daerah (PD) karena dengan bentuk PD, bagian-bagian di dalam PD bisa dibentuk untuk melakukan pembinaan langsung kepada mama-mama Papua.
Surat itu diserahkan kepada Gubernur Papua melalui Ketua Sinode GIDI dan ditandatangani oleh Koordinator Solpap Pdt Dora Balubun STh.
Kini, bangunan pasar Mama-Mama Papua itu sudah siap digunakan, dan pemanfatannya secara resmi tentu akan diawali dengan peresmian yang dijadwalkan awal 2017.
Salah seorang mama-mama Papua yang berjualan di pasar sementara mama-mama Papua, Yohana Yumame berharap nantinya ada pendampingan modal usaha untuk mereka.
"Kami berharap ada bantuan modal usaha dari pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat asli Papua. Dengan bantuan modal usaha dari pemerintah, Mama-mama Papua dapat berkembang menjadi pengusaha yang dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi," ujarnya. (*)
Kunjungannya itu terkait kampanye Pemilihan Presiden (Pilres) 9 Juli 2014 yang diikuti dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Tradisi "blusukan" yang dilakukan Jokowi semenjak menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga dilakukan saat berada di Kabupaten dan Kota Jayapura bersama istri dan kedua anaknya, yang didampingi sejumlah kader koalisi partai pendukung Pilpres 2014.
Jokowi "blusukan" ke Pasar Prahara di Kabupaten Jayapura dan bercengkerama dengan para pedagang di sana, kemudian berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Kesuma Bangsa Trikora Waena, ke Kampung Yoka, Kota Jayapura, dan makan siang bersama di salah satu restauran ternama di daerah itu.
Setelah menghadiri deklarasi dukungan calon Presiden Indonesia di Gor Waringin Jayapura, malam harinya Jokowi "blusukan" ke pasar sementara mama-mama Papua yang terletak di pusat Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua.
Saat bercengkerama dengan mama-mama pedagang Papua, mencuat permintaan agar dibuatkan pasar permanen Pasar Mama-Mama Papua, jika kelak Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.
Kala itu, Mama Yuliana Pigay, perempuan yang tiap hari berjualan di pasar sementara mama-mama itu mengingatkan Jokowi bahwa mereka telah bersurat ke Kantor Staf Kepresidenan pada tanggal 5 April 2014 atas nama Solidaritas Pedagang Asli Mama-mama Papua (Solpap).
Permintaan itu pun langsung dijawab dengan janji manis bahwa nantinya para pedagang mama-mama Papua akan memiliki pasar permanen.
Jokowi juga ingin mengubah suasana Pasar Mama-mama Papua sebagai pasar tradisional yang identik dengan lingkungan yang panas, bau, kumuh, sampah berserakan, dan rawan tindak pidana kejahatan, menjadi pasar yang aman dan nyaman atau moderen.
Seiring dengan waktu, akhirnya Jokowi dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014, dan janji di hadapan para pedagang Mama-mama Papua harus diwujudkan.
Pada 27 Desember 2014, Jokowi melakukan kunjungan kerja perdana di Provinsi Papua selaku Presiden, dan dalam kunjungan tersebut Jokowi menepati janjinya untuk membangun pasar Prahara Sentani agar lebih representatif.
Saat itu Presiden Jokowi berjanji juga akan meletakan batu pertama pembangunan pasar khusus Mama-mama di Kota Jayapura.
Pada 30 April 2016 janji itu terwujud, Presiden Jokowi meletakkan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Pasar Mama-mama Papua di Kota Jayapura itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di provinsi yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (PNG).
"Saya minta pada menteri-menteri, targetnya dibangun jangan lama karena sudah ditunggu mama-mama," kata Presiden dalam sambutannya di hadapan para mama-mama Papua.
Presiden meminta menteri terkait yang hadir antara lain Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong untuk dapat membangun pasar hanya dalam waktu 10 bulan.
Presiden pun menyampaikan bahwa pemerintah berupaya membangun pasar Mama Mama Papua dengan cepat namun tanpa melanggar aturan.
"Sampai terakhir tiga minggu lalu (koordinasi) saya tidak mau tahu caranya yang penting pasar segera dibangun. Setelah saya sampaikan seperti itu, ada solusinya. Sekarang ini akan dimulai," ujarnya.
Jokowi juga meminta agar nantinya pasar tersebut dapat dijaga kebersihan dan kerapannya agar pembeli tertarik datang dan meningkatkan daya saing dengan mal atau pasar moderen.
"Untuk pasar yang basah buatin seragam, pakai celemek biar tambah cantik. Biar tidak kalah dengan jualan yang di mal atau supermarket," ujar Jokowi.
Presiden juga meminta para pedagang untuk senyum dan ramah kepada calon pembeli agar dapat meningkatkan omzet dari wisatawan atau pengunjung yang datang ke Jayapura.
Namun para pedagang tersebut menginginkan relokasi pasar tetap dibangun di tengah kota agar bisa menolong para pebatik, perajin, usaha warung, salon, dan para pedagang Papua lainnya yang tidak bisa mengakses pasar moderen di pusat kota karena harga jual dan sewa yang mahal.
Pasar "Budaya" Mama-mama Papua itu akhirnya dipastikan dibangun di lahan milik Perum Damri yang berada di tengah Kota Jayapura dengan luas areal 4.490 meter persegi, dan proses pembangunannya dikoordinasikan oleh Kementerian BUMN.
Pada momentum "groundbreaking" itu, Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku lega setelah Presiden Jokowi meletakkan batu pertama pembangunan pasar mama-mama itu.
"Pembangunan Pasar Mama-mama Papua ini telah lama direncanakan, namun baru tahun ini terealisasi bahkan Presiden Jokowi menyempatkan waktu untuk meletakan batu pertamanya," kata Lukas.
Lukas dan jajarannya menyambut baik kepedulian Presiden Jokowi untuk turun langsung meletakkan batu pertama pembangunan pasar mama-mama itu.
"Kami senang karena mama-mama yang pulang pergi Jakarta untuk memperjuangan pembangunan pasar ini akhirnya memperoleh keinginannya," ujarnya.
Pada 17 Oktober 2016, Presiden Jokowi kembali berkunjung ke Papua dan menyempatkan diri meninjau lokasi pembangunan Pasar Mama-mama Papua yang terletak di Jalan Percetakan Kota Jayapura itu, kemudian menegaskan bahwa pembangunan Pasar Mama-Mama Papua itu harus segera diselesaikan agar bisa langsung difungsikan.
"Saya sampaikan ke Menteri BUMN, akhir tahun ini pasar itu harus selesai. Jangan mundur-mundur lagi karena sudah ditunggu oleh pedagang," ujarnya.
Presiden mengaku akan selalu mengikuti perkembangan pembangunan Pasar Mama-mama Papua yang menjadi salah satu janji kampanyenya saat Pilpres 2014.
"Pasar Mama-mama Papua saya ikuti, sampai saat ini memang baru selesai 25 persen. Saya selalu minta gambar perkembangannya, setiap minggu saya selalu diberikan gambar perkembangannya," kata Presiden.
Kini, bangunan permanen Pasar Mama-mama Papua berkonstruksi lima lantai telah menjadi bagian dari gedung-gedung tinggi di pusat Kota Jayapura.
Pasar yang dibangun dengan dana sekitar Rp45 miliar itu telah rampung 100 persen yang didukung fasilitas "camera security" lebih dari 20 unit, dan satu bak penampungan air yang dapat menampung 84 liter kubik.
Konstruksi pasar khusus itu dibangun sesuai keinginan para pedagang yang tergabung dalam organisasi Solpap yakni berlantai lima.
Lantai satu untuk jualan basah seperti sayur-sayuran, buah- buahan, ikan, dan komoditi lainnya, dan lantai dua digunakan untuk jualan kering, seperti warung makan, kerajinan tangan, salon, batik, dan lainnya.
Lantai tiga untuk aula pertemuan, kantor bank, puskemas, dan ruang PAUD (Pendidikan Anak Usia Duni) sebagai tempat belajar anak-anak dari Mama-mama pedagang.
Sedangkan lantai empat digunakan untuk parkiran pasar sekaligus jawaban atas kesulitan parkir di Kota Jayapura, dan lantai lima merupakan anjungan yang dapat digunakan untuk kepentingan umum yang dipandang penting.
Perjuangan 13 Tahun
Keinginan untuk memiliki pasar yang representatif sudah diperjuangkan para pedagang mama-mama Papua sejak 2013 atau tiga tahun lalu, yang dibantu para aktivis Solpap seperti Robert Jitmau (Rojit) selaku Sekretaris Solpap.
Sejatinya perjuangan itu sudah dimulai sejak 2009, namun tidak segencar sejak 2013 yang mulai didukung banyak pihak.
Solpap bukanlah organisasi ekonomi yang bisa mengelola pasar. Solpap hanya wadah solidaritas dari LSM, pers, gereja, mahasiswa, pemuda, organisasi perempuan, dan individu-individu yang peduli terhadap nasib mama-mama dan pedagang Papua.
Sejak saat itu telah berkali-kali aktivis Solpap menggelar demo di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan Pemprov Papua, guna mendesak pembangunan pasar khusus mama-mama pedagang Papua.
Pembangunan pasar khusus itu diyakini akan menjadi jalan masuk menuju peningkatan derajat ekonomi orang Papua, karena mama-mama pedagang perlu diberikan modal usaha sekaligus upaya perlindungan komoditas lokal.
Perjuangan tersebut sempat direspons Lukas Enembe setelah dilantik menjadi Gubernur Papua periode 2013-2018, pada 9 April 2013, yang memasukkan program pembangunan pasar mama-mama dalam program prioritasnya.
Lukas kemudian memerintahkan Dinas PU Provinsi Papua untuk membentuk tim pembangunan pasar mama-mama di lokasi milik pemerintah yang tengah digunakan Perum Damri sebagai kantor, karena lokasinya sangat strategis juga sesuai keinginan mama-mama pedagang.
Namun, proses pembangunan pasar mama-mama itu tidak terlaksana sesuai harapan, bahkan beredar isu lokasi pasar akan dipindahkan ke tempat lain, sehingga Solpap terus berjuang melalui beragam aksi yang bersifat menggugah perhatian pemerintah.
Dalam memperjuangkan pasar itu, Rojit didampingi rekan-rekan seperjuangannya, terutama Mama Yuliana Pigai, perempuan asal Kabupaten Paniai yang konsisten memperjuangkan Pasar Mama-mama Papua itu, hingga membuahkan hasil.
Namun, sayangnya Rojit sang pemberi inspirasi dalam proses advokasi ekonomi orang Papua pergi untuk selamanya. Ia meninggal dunia pada 20 Mei 2016, belum genap sebulan setelah Presiden Jokowi mulai mewujudkan perjuangan mereka.
Bangunan Pasar Mama-mama Papua yang diperjuangkan itu sudah terbangun megah, namun Rojit tidak bisa menyaksikannya karena tengah menghadap Sang Pencipta.
Seandainya waktu bisa diputar ulang, mungkin Rojit akan berkata "pergunakanlah bangunan pasar mama-mama Papua itu sebaik-baiknya, demi kemajuan ekonomi orang Papua".
Setidaknya, Koperasi Mama-mama Pedagang Asli Papua (Kommpap) dapat meneruskan gagasan ekonomi orang Papua yang sudah diletakkan oleh Rojit.
Gagasan itu seyogyanya harus tetap tinggal, hidup dan berkembang dalam generasi Papua agar terus berjuang menegakkan kedaulatan ekonomi dan keadilan bagi orang asli Papua, khususnya mama-mama pedagang.
Semasa hidupnya, almarhum Rojit pernah melayangkan surat kepada Gubernur Papua dan meminta jika Pasar Mama-mama Papua telah terbangun dan sudah dikelola oleh pemerintah, sebaiknya pasar berbentuk Perusahaan Daerah (PD) karena dengan bentuk PD, bagian-bagian di dalam PD bisa dibentuk untuk melakukan pembinaan langsung kepada mama-mama Papua.
Surat itu diserahkan kepada Gubernur Papua melalui Ketua Sinode GIDI dan ditandatangani oleh Koordinator Solpap Pdt Dora Balubun STh.
Kini, bangunan pasar Mama-Mama Papua itu sudah siap digunakan, dan pemanfatannya secara resmi tentu akan diawali dengan peresmian yang dijadwalkan awal 2017.
Salah seorang mama-mama Papua yang berjualan di pasar sementara mama-mama Papua, Yohana Yumame berharap nantinya ada pendampingan modal usaha untuk mereka.
"Kami berharap ada bantuan modal usaha dari pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat asli Papua. Dengan bantuan modal usaha dari pemerintah, Mama-mama Papua dapat berkembang menjadi pengusaha yang dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi," ujarnya. (*)